Industri Halal untuk Semua

Ekonomi syariah tidak terbatas pada industri keuangan syariah saja, sektor riil atau bidang produksi barang juga tercakup di dalamnya.

foto : 123RF.com

Tim Publikasi Katadata

17/04/2020, 10.00 WIB


Motivasi utama yang mendasari pengembangan industri produk halal adalah menggaet potensi pasar domestik. Dengan jumlah pemeluk Islam 87,17 persen dari total populasi atau setara 209,12 juta jiwa, Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia.

“Kita harus jadi produsen produk halal yang diekspor ke berbagai negara," tutur Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengutip Katadata.co.id, Rabu (13/11/2019).

Produk halal adalah produk-produk yang dinyatakan halal sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Industri produk halal merupakan bagian dari ekonomi syariah yang dikembangkan pemerintah sejak sekitar tiga dasawarsa terakhir. Di dalam perkembangannya, ekonomi syariah terlebih dulu menyentuh sektor jasa, yakni jasa keuangan.

Perbankan syariah mulai menggeliat sejak 1990-an. Tepatnya pada 1992, industri ini memasuki babak awal perjalanan ditandai berdirinya bank umum syariah pertama di Indonesia, yakni Bank Muamalat. Sampai dengan Januari 2019, jasa keuangan syariah bisa meraup pangsa 6,8 persen. Angka ini mungkin tampak kecil, tetapi sebetulnya terus menunjukkan pertumbuhan yang konsisten.

Indonesia berhasil menempati peringkat satu dunia dalam pengembangan keuangan syariah, dengan skor 81,93. Berdasarkan Global Islamic Finance Report 2019, Indonesia berhasil naik lima peringkat dan menggeser Malaysia yang mengisi posisi tersebut selama tiga tahun terakhir. Laporan ini menyebutkan, naiknya peringkat Indonesia pada Islamic Finance Country Index (IFCI) 2019 berkat dukungan pemerintah maupun pihak swasta.

Mengutip Majalah Media Keuangan Kemenkeu edisi Mei 2019, ekonomi syariah menyumbang US$ 3,8 miliar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Tak hanya itu, ekonomi syariah juga mampu menarik US$ 1 miliar investasi asing secara langsung, serta membuka 127 ribu lapangan kerja baru setiap tahun.

Ekonomi syariah tentu tak terbatas pada industri keuangan syariah saja, seperti bank, pasar modal, dan industri keuangan nonbank syariah. Sektor riil atau bidang produksi barang juga tercakup di dalamnya.

“Sekarang yang tercakup bisnis halal enggak hanya makanan dan minuman halal, tapi sudah meluas. Ada kosmetik, farmasi, dan pakaian sampai ke sektor jasa seperti keuangan, pariwisata, dan media,” tutur Direktur Esekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal kepada Katadata.co.id.

Pemerintah juga mendirikan otoritas khusus salah satunya Badan Penyelenggara Penjaminan Produk Halal. Kehadiran BPJPH bertujuan mengakomodasi potensi pasar produk halal domestik yang terbilang besar, sejalan dengan menguatnya kecenderungan beragama penduduk Indonesia.

Berapa Jumlah Penduduk Muslim Indonesia?

Potensi perkembangan ekonomi syariah terutama didukung kesadaran masyarakat muslim Indonesia terhadap konsumsi barang dan jasa halal. Halal Economy and Strategy Roadmap 2018 menyebutkan, total konsumsi barang dan jasa halal Indonesia pada 2017 sekitar US$ 218,8 miliar. Jumlah ini diperkirakan terus tumbuh rata-rata sebesar 5,3 persen dan mencapai US$ 330,5 miliar pada 2025 mendatang.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas periode 2016-2019, Bambang Brodjonegoro, menuturkan, potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai Global Halal Economy Production Engine. “Dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, menjadikan negara ini berpotensi naik kelas menjadi negara maju pada 2040,” ujarnya mengutip Majalah Media Keuangan edisi Mei 2019.

Pada 2017, Indonesia menduduki peringkat pertama Muslim Food Expenditure dengan nilai US$ 170 miliar. Berdasarkan data yang dipublikasikan Statista.com, angka ini diproyeksikan meningkat menjadi US$ 247,8 miliar pada 2025.

grafik bagian 3

Persaingan Antarnegara

Industri produk halal global tidak hanya dikerubuti negara dengan mayoritas penduduk muslim seperti Indonesia dan Malaysia. Perusahaan-perusahaan dari China, Thailand, Filipina, Inggris, dan Luksemburg juga ikut berebut memproduksi barang-barang halal.

Pengamat Ekonomi Syariah dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menyayangkan posisi Indonesia sebagai produsen barang halal masih di bawah Australia dan Singapura yang notabene negara nonmuslim. Dengan kata lain, menurutnya, Indonesia belum bisa menangkap potensi pasar industri halal, terutama di dalam negeri.

"Apalagi kita bicara lingkup pasar di luar negeri. Karena, lingkup pasar di luar negeri tujuh kali lipat dibandingkan pasar di dalam negeri," kata Abra mengutip BBC Indonesia dalam artikel berjudul “Industri Halal: Sekadar Label atau Gaya Hidup?”.

Desainer Syafira Desi dari L'mira Ethnique berharap ekonomi syariah yang mencakup industri produk halal betul-betul dikembangkan dengan serius, alias tak hanya ajang untuk ‘mempolitisasi’ pasar muslim.

"Sebenarnya halal itu kebalikan dari harm, harm itu berbahaya, sebenarnya halal itu gaya hidup. Menurut saya, kenapa (halal) dianggap sebagai lifestyle karena memang bukan hanya label untuk orang muslim. (Halal) untuk manusia pada umumnya," tutur Syafira.

Menurut Masterplan Ekonomi Syariah, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi sentra ekonomi syariah dunia. Kesiapan Indonesia bisa dilihat dari adanya sertifikasi halal, kepedulian terhadap produk ramah muslim, pelayanan yang memudahkan muslim menjalankan keyakinannya, dan lain-lain.

Strategi untuk mencapai visi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah terkemuka dunia ialah dengan memperkuat rantai nilai halal (halal value chain). Di dalamnya terdapat sejumlah industri yang berkaitan dengan kebutuhan produk dan jasa halal, seperti makanan dan minuman alias kuliner, pariwisata, serta gaya busana sopan (modest fashion).

Kuliner Halal untuk Semua Kalangan

Merujuk data dari State of the Global Islamic Report pada 2018, Indonesia menempati urutan pertama negara dengan pengeluaran untuk makanan halal terbanyak senilai US$ 170 miliar. Angka fantastis ini memperkuat potensi pasar kuliner halal di Tanah Air sebagai gaya hidup yang diterima masyarakat secara luas.

Data tersebut menunjukkan besarnya potensi pasar halal di Indonesia. Angka-angka itu membuktikan bahwa masyarakat Indonesia tak hanya menjadi pasar makanan halal, tapi juga sebagai produsen. Namun, peluang sebagai produsen belum dimanfaatkan secara maksimal.

"Kami melihat berbagai potensi di Indonesia seperti wisata halal. Salah satu yang mau kami dorong adalah makanan dan minuman," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengutip Katadata.co.id.

Masterplan Ekonomi Syariah 2019 – 2024 menyatakan pula, makna halal ditafsirkan secara luas. Tidak hanya diperbolehkan tetapi juga sehat sehingga layak dikonsumsi. Bagi konsumen muslim, makanan halal adalah produk yang telah melalui proses sertifikasi halal. Hal itu ditandai dengan pencantuman lambang halal pada kemasan. Bagi muslim, lambang halal menandakan produk tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh hukum syariah sehingga layak dikonsumsi.

Sementara itu, bagi konsumen nonmuslim, logo halal mewakili simbol kebersihan, kualitas, kemurnian, dan keamanan. Lambang ini menjadi standar dan barometer dunia yang menentukan kualitas produk.

Sayang, mengutip halalmui.org, dikemukakan bahwa UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal hingga sekarang belum terasa pengaruhnya secara signifikan terhadap pertumbuhan dan percepatan industri produk halal termasuk makanan dan minuman. Kondisi ini terpengaruh sukarnya pelaku industri produk halal skala UMKM untuk membuka akses pasar secara luas.

Jumlah umat muslim Indonesia dan dunia terus meningkat dari waktu ke waktu. Masterplan Ekonomi Syariah mencatat, pertumbuhan masyarakat kelas menengah meningkat 7 persen – 8 persen per tahun, sehingga daya beli meningkat. Fakta ini merupakan target pasar yang sangat besar, khususnya bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Lebih dari itu, kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi makanan halal pun turut meningkat.

Namun, sampai saat ini akses pelaku usaha di Indonesia, khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ke pasar internasional terbatas. Padahal, untuk membuka pasar halal internasional, LPPOM MUI telah meraih standar UAE 2055:2-2016 dari Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA), sehingga sertifikat halal MUI sebetulnya sudah bisa diterima pasar global, dalam hal ini adalah Uni Emirat Arab.

Kiblat Modest Fesyen Dunia

Beralih ke industri fesyen, Badan Pusat Statistik (BPS) melansir bahwa fesyen merupakan salah satu kontributor utama PDB ekonomi kreatif dengan sumbangsih 18,01 persen, setara Rp 166 triliun pada 2016. Pada tahun yang sama subsektor fesyen menyumbang 56 persen terhadap total ekspor ekonomi kreatif. Selama tiga tahun terakhir, ekspor produk fesyen Indonesia terus meningkat. Bahkan pada 2019, produk pakaian menjadi penyumbang devisa negara sebanyak US$ 4,48 miliar. Tapi, produk fesyen Indonesia baru menguasai sekitar 1,9 persen pasar dunia.

Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan bisnis fesyen di segmen modest. Modest fashion merupakan istilah yang merujuk kepada tren fesyen dengan konsep busana lebih tertutup alias tampak lebih sopan. Seseorang memilih busana sopan bisa karena alasan agama maupun budaya. Tapi lambat laun gaya ini menjadi tren gaya hidup.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sempat mengutarakan, konsumsi fesyen muslim Indonesia sekarang ini berkisar Rp 280 triliun dengan laju pertumbuhan 18,2 persen per tahun. “Peluang pasar fesyen muslim sangat besar, tentunya harus didukung baik online maupun offline,” katanya.

Mengutip CNBC, Kementerian Perindustrian mempublikasikan bahwa konsumsi fesyen muslim Indonesia senilai US$ 20 miliar (Rp 280 triliun dengan kurs Rp 14.000/US$) dengan laju pertumbuhan 18,2 persen per tahun. Melihat besarnya peluang ekonomi dari industri ini, pemerintah optimistis bahwa Indonesia mampu menjadi kiblat fesyen muslim dunia pada 2020.

Salah satu upaya yang dilakukan menuju cita-cita tersebut, misalnya dengan mengadakan program Modest Fashion Project (MFOP) yang diinisiasi Kementerian Perindustrian. Program ini membekali para desainer dengan pengetahuan lebih dalam terkait pembiayaan, produksi, dan pemasaran. Ada pula Modest Fashion Founders Fund (MFFF) sebagai program akselerasi pelaku usaha fesyen sopan Indonesia dari segi permodalan dengan melibatkan perbankan syariah. Melalui program ini, pelaku usaha modest fesyen Indonesia dipacu untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup halal yang berkembang pesat di dunia.

Para desainer sendiri turut mendukung fesyen modest dengan mengenalkan busana muslim rancangan mereka melalui berbagai ajang peragaan busana di kancah dunia. Seperti desainer modest fesyen ternama, Dian Pelangi, yang sudah melenggang ke ajang fashion week di Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Australia, dan negara-negara Timur Tengah.

Desainer berprestasi lainnya, Vivi Zubedi menjadi satu-satunya wanita yang memamerkan busana muslim di panggung The New York Fashion Week 2018 lalu. Pelanggannya kini tersebar di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, bahkan Afrika.

Menurut hasil riset The State of Global Islamic Economy Report 2018/2019 yang dilakukan Dubai International Financial Centre bersama Thomson Reuters dan Dinar Standard, dipublikasikan detik.com, busana sopan akan menjadi arus utama di dunia. Hal ini ditandai beberapa jenama fesyen internasional membuat lini khusus modest fashion, seperti Nike, Uniqlo, hingga Marc Jacobs yang kini menjual hijab untuk seragam sekolah.

Kabar baik, Indonesia menjadi negara yang memiliki andil terbesar kedua dalam industri modest fashion setelah Arab Saudi. Menurut The State of Global Islamic Economy Report 2018/2019, Indonesia memiliki nilai perputaran uang sekitar US$ 20 miliar untuk industri modest fashion.

Penyedia Wisata Halal Terbaik

Sektor unggulan lain di dalam ekosistem ekonomi syariah adalah pariwisata halal. Pada 2019, bidang ini sukses menyabet titel destinasi wisata halal terbaik dunia menurut Global Muslim Travel Index (GMTI). Skor Indonesia dalam wisata halal kian meningkat dalam lima tahun terakhir. Beberapa tahun belakangan, beberapa daerah wisata Indonesia juga dianugerahi penghargaan dari World Halal Tourism Award.

Penghargaan tersebut diberikan kepada Lembah Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, yang memperoleh penghargaan destinasi bulan madu halal terbaik di dunia. Ada pula Kota Padang yang mendapat predikat destinasi halal terbaik di dunia, serta Provinsi Aceh sebagai destinasi budaya halal terbaik di dunia.

Katadata.co.id menyebutkan, pengembangan wisata halal dapat menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi, jumlah wisatawan muslim diproyeksi mencapai 158 juta orang pada 2020. Pada 2026, jumlah pelancong muslim diramalkan mencapai 230 juta orang.

Dalam memaknai wisata halal, perlu diperhatikan adanya klasifikasi pelancong muslim yang jumlahnya kian bertambah setiap tahun. CrescentRating juga mengeluarkan beberapa sasaran pembangunan atau development goals wisata muslim yang berisikan nilai-nilai penting dalam pengembangan wisata halal. Development goals tidak hanya memperhatikan sisi ekonomi tetapi juga sosial budaya hingga spiritual dalam perjalanan wisatawan.

Menurut laporan GMTI 2019, wisata dapat dikategorikan halal saat memiliki ekosistem layanan berbasis agama seperti makanan halal, fasilitas ibadah, kamar kecil yang memiliki air untuk berwudu, dan bukan lingkungan yang islamofobia. Poin penting dalam wisata halal ialah bagaimana wisata dapat meningkatkan kenyamanan tanpa melupakan kewajiban keimanan dan meningkatkan pemahaman melalui perjalanan warisan sejarah dan budaya. Indonesia yang memiliki pasar ekonomi syariah terbesar sadar betul akan potensi wisata halal. Bahkan, Indonesia sudah mempersiapkan Masterplan Ekonomi Syariah 2019 - 2024 yang dikembangkan Bappenas. Adanya pariwisata ramah muslim, diharapkan dapat menopang neraca perdagangan jasa dan menghidupkan dampak berganda pada sektor lain, di antaranya bisnis penerbangan, perhotelan, dan kuliner.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menjelaskan, Indonesia bersama Malaysia saat ini menempat posisi teratas untuk destinasi wisata halal terbaik. Adapun jumlah wisatawan muslim global tahun lalu mencapai 140 juta orang dengan nilai belanja mencapai US$ 35 miliar. "Pengembangan wisata halal sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia," ujar Dody.

grafik bagian 3

Di sektor pariwisata secara umum, Indonesia punya sepuluh destinasi unggulan sejak 2018. Tidak hanya itu, Kemenparekraf bekerja sama dengan GMTI menggodok sepuluh destinasi wisata ramah muslim di Indonesia, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi Selatan.

Sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman budaya dan hayati, Indonesia punya nilai lebih mengembangkan pariwisata. Meningkatnya wisatawan muslim tiap tahun dan pertumbuhan pendapatan kelas menengah muslim dapat menjadi potensi emas bagi Indonesia. Tren kesadaran masyarakat dalam menerapkan gaya hidup halal pun menjadi kesempatan besar untuk wisata ramah muslim berkembang pesat di Indonesia.

Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas periode 2014 – 2019 Bambang Brodjonegoro, Indonesia akan mendorong penyusunan strategi wisata halal, misalnya dengan memperkuat integrasi paket wisata, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan memberi dukungan regulasi serta fasilitas teknologi. Soal perlunya payung regulasi pariwisata halal ini juga disinggung dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024.

Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Ekonomi dan Kawasan Kreatif Anang Sutono sempat mengutarakan, pihaknya kini sedang menyusun strategi pengembangan industri pariwisata halal di Indonesia. Pengembangan wisata halal dilakukan untuk memberi kenyamanan wisatawan muslim beribadah, bukan membatasi wisatawan nonmuslim. "Bagi wisatawan nonmuslim, wisata halal diharapkan tetap memberikan layanan yang aman dan nyaman," tuturnya.

Koordinator

Dini Hariyanti

Editor

Sapto Pradityo, Dini Hariyanti

Penulis

Anshar Dwi Wibowo, Hanna Farah Vania, Arofatin Maulina Ulfa, Melati Kristina Andriarsi, Alfons Hartanto K

Konten Kreatif

Muhammad Yana, Cicilia Sri Bintang Lestari, Aris Luhur Setiawan

Executive Producer

Desi Dwi Jayanti

Produser

Richard Lioe

Editor Foto

Arief Kamaludin

Desain Web

Firman Firdaus, Christine Sani

Programmer

Donny Faturrachman, Maulana, Heri Nurwanto