Credit: FPS Merlung Renah Mendaluh

Sungai Pengabuan membentang di sepanjang lima desa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Sungai ini merupakan ekosistem berbagai hewan dan tumbuhan, serta sumber penghidupan bagi warga sekitar.

Peran penting Sungai Pengabuan menjadikannya sebagai aset yang harus dijaga kelestariannya. Upaya inilah yang dilakukan oleh Forum Petani Swadaya (FPS) Merlung Renah Mendaluh, perkumpulan petani sawit swadaya kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Keterlibatan FPS Merlung Renah Mendaluh dalam upaya konservasi sungai Pengabuan tidak terlepas dari adanya aktivitas perkebunan sawit di wilayah ini.

Praktik sawit berkelanjutan yang dijalankan FPS Merlung Renah Mendaluh merupakan contoh nyata peningkatan perekonomian sawit yang dapat selaras dengan upaya menjaga lingkungan.

Untuk menjaga kondisi sungai, para petani sawit swadaya menggagas program Lubuk Larangan. Lubuk Larangan adalah sejenis tempat berkembang biak ikan dan ekosistem air lainnya. Daerah tersebut ditetapkan sebagai area terlarang untuk diambil hasilnya dalam periode waktu tertentu dengan cara apapun, apalagi dengan cara yang dapat merusak lingkungan.

Tim Katadata menemui M. Suhaili, Manager FPS Merlung Renah Mendaluh beberapa waktu lalu. Ia menceritakan perjalanan kelompoknya menggagas program Lubuk Larangan dalam beberapa tahun terakhir.

Kelompok petani sawit swadaya ini memulai konservasi dengan pembibitan ikan di Sungai Pengabuan. Berbagai stakeholder dan masyarakat setempat mendukung kegiatan tersebut.

Terkait dengan konservasi sungai, Suhaili menyebutkan forum petani bekerja sama dengan Yayasan Setara Jambi dengan mencegah kebiasaan lama petani yang gemar menangkap ikan di sungai dengan tubo (racun). Kebiasaan tersebut berdampak pada rusaknya ekosistem sungai.

“Kami melatih masyarakat memanfaatkan sungai secara bertanggung jawab. Ini dibuktikan dengan adanya jerambah gantung untuk melihat ikan-ikan yang hidup di sungai,” kata Suhaili.

Ahmad Dedi Asri, selaku Manager Program Sustainability, Yayasan Setara Jambi menuturkan lembaganya berupaya meyakinkan masyarakat mengenai pentingnya Lubuk Larangan bagi sungai di masa depan.

“Kami tidak langsung berbicara tentang lingkungan dengan masyarakat. Tapi kami mencoba pelan-pelan dulu di satu desa selama dua tahun. Setelah berhasil barulah banyak yang tertarik,” ujar Dedi.

Adapun desa yang dibina oleh Yayasan Setara Jambi sudah merasakan manfaat Lubuk Larangan meskipun tidak tergabung dengan FPS. Setiap dua tahun sekali, masyarakat bersama-sama memanen ikan, dan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas.

Anggota kelompok FPS Merlung Renah Mendaluh di area konservasi sungai. Credit: FPS Merlung Renah Mendaluh

Untuk menjaga lingkungan, para petani sawit swadaya yang tergabung di dalam kelompok ini telah bertahun-tahun menerapkan praktik sawit berkelanjutan. FPS Merlung Renah Mendaluh merupakan salah satu kelompok tani yang mendapatkan sertifikasi dan insentif dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Pengawasan yang dilakukan RSPO sebagai upaya mencegah dampak industri kelapa sawit terhadap lingkungan yang bertumbuh kian pesat. Mulai dari terancamnya keanekaragaman hayati, peningkatan gas rumah kaca (GRK), hingga berbagai permasalahan sosial.

Muhammad Nizam, selaku pendamping petani sawit swadaya dari Yayasan Setara Jambi menuturkan, salah satu syarat sertifikasi RSPO antara lain menilai dampak perkebunan sawit terhadap lingkungan di sekitarnya, termasuk bagi Sungai Pengabuan.

“Terutama penggunaan pestisida apakah mencemari sungai atau tidak. Jadi kondisi ekosistem sungai itu sebagai indikator apakah tercemar kegiatan sawit atau tidak,” ujarnya.

Oleh karenanya, kredit RSPO ini berperan penting bagi terjaganya ekosistem sungai Pengabuan dari pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Kredit RSPO selama ini sudah dibeli oleh beberapa perusahaan besar pengguna produk turunan kelapa sawit. Sederet nama perusahaan besar seperti Unilever, The Body Shop, hingga Johnson & Johnson menjadi pembeli utama produk-produk sawit berkelanjutan para petani swadaya ini.

Pelatihan sertifikasi sawit swadaya oleh RSPO. Credit: FPS Merlung Renah Mendaluh

Suhaili mengakui, dulu banyak petani sawit swadaya menerapkan tata kelola perkebunan sawit yang buruk. Mulai dari pembibitan hingga pemupukan yang kurang berdampak baik bagi produktivitas tanaman maupun lingkungan.

Yayasan Setara Jambi akhirnya memberi pendampingan. Alhasil kelompoknya dapat memberdayakan petani sawit swadaya melalui pelatihan. Bekerja sama dengan perusahaan terkait Standard Operational Procedure (SOP) dan Good Agricultural Practice (GAP).

Suhaili menambahkan, saat ini para petani sawit swadaya yang tergabung dalam kelompoknya telah meminimalisir penggunaan pestisida. Ia berupaya mengajak para petani ini untuk menghindari penggunaan pestisida dan menggunakan mesin rumput.

“Karena dapat pelatihan, sekarang pengetahuan pemupukan sesuai dengan takarannya supaya ramah lingkungan dan tidak mencemari tanah agar tidak tandus,” ujarnya.

Praktik GAP yang dijalankan para petani sawit swadaya ini ternyata berdampak baik bagi peningkatan produktivitas panen.

“Setelah kami terapkan cara pemupukan yang bagus sesuai SOP, ada peningkatan panen yang biasanya hanya dapat 1 ton, sekarang bisa sampai 1,5 ton,” ujarnya.

Dampak ekonomi berganda juga dirasakan oleh masyarakat sekitar aliran sungai dengan menerapkan GAP sawit. Saat ini, kelompok Suhaili dapat membantu memberdayakan masyarakat kurang mampu, bahkan termasuk masyarakat yang tidak tergabung dalam kelompok petani.

Suhaili kini mengaku cukup bersyukur, saat ini banyak petani swadaya yang mulai tertarik mengembangkan praktik sawit berkelanjutan demi memperoleh sertifikasi RSPO.

Selain itu, kelembagaan petani juga memberikan keuntungan yang lebih banyak bagi petani sawit swadaya ini. Suhaili mencontohkan kemudahan akses pupuk ketika petani sedang membutuhkan. Dengan bergabung dalam kelembagaan, petani sawit swadaya tak kesulitan lagi mendapatkan pupuk.

Yayasan Setara Jambi, dalam kesempatan yang sama, juga berbagi pengalaman mereka mendampingi petani sawit di wilayah ini. Menurut Nizam, mendorong petani agar mau melakukan praktik perkebunan sawit berkelanjutan memiliki tantangan tersendiri.

“Kami harus meyakinkan masyarakat kalau program yang kami jalankan ini menguntungkan dari segi produktivitas kebun maupun ekonomi,” kata Nizam.

Berdasarkan pantauan Yayasan Setara Jambi, sebanyak 1.577 petani kelapa sawit swadaya dengan lahan seluas 2.688 ha di Jambi mendapatkan sertifikasi RSPO sepanjang 2015-2019. Kisah FPS Merlung Renah Mendaluh menjadi inspirasi pentingnya sertifikasi untuk mendukung praktik perkebunan sawit berkelanjutan dan upaya peningkatan kesejahteraan petani sawit swadaya di Tanah Air.