Credit: Katadata/Joshua Siringo Ringo

Semarak investasi, khususnya di pasar modal, diprediksi terus berlanjut tahun ini sejalan dengan meluasnya teknologi digital. Meski kilau sejumlah instrumen  investasi masih dibayang-bayangi oleh pandemi Covid-19 yang belum berlalu dan lambannya laju pemulihan ekonomi.  

Gelembung investasi di pasar modal juga bakal terus dipompa oleh kehadiran para investor retail, khususnya investor muda, yang jumlahnya meningkat pesat. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, per 17 Desember 2021 jumlah investor menembus angka 7,3 juta orang. Jumlahnya melonjak 89,6% dari total investor pada 2020.

Kalangan muda mendominasi para investor baru tersebut. Mereka adalah generasi milenial, yang lahir pada awal 1980-an hingga 2000, dan angkatan sesudahnya, alias generasi Z. 

Angka tersebut kemungkinan akan terus bertambah tahun ini seiring dengan pemulihan ekonomi nasional. Dalam proyeksinya, Bursa Efek Indonesia memperkirakan jumlah investornya akan mencapai 10 juta single investor identification (SID) pada 2022. 

Seorang investor bernama Ivan Giovani bercerita, sejak pandemi Covid-19, ia semakin rajin berinvetasi. Warga Jambi berusia 29 tahun itu menyisihkan 40% sampai 50% pendapatannya per bulan untuk berinvestasi. Dalam sebulan, pemasukannya sekitar Rp 18 juta hingga Rp 20 juta.

Alokasi dana tersebut ia tanamkan ke berbagai investasi. Dari mulai bisnis perikanan, saham, dan emas. “Kalau lagi dipelototin istri, biasanya lebih banyak ke emas,” kata pegawai swasta itu kepada Katadata.co.id, awal Januari lalu.

Khusus untuk saham, ia melihat sepanjang 2021 terjadi peningkatan signifikan. Emiten pilihannya PT Multipolar Tbk, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk.

Dari ketiganya, Multipolar alias MLPL memang mengalami kenaikan fantastis tahun lalu. Secara persentase, harga sahamnya melonjak lebih 300%. Sedangkan Elang Mahkota Teknologi alias EMTK dan Indo Tambangraya Megah (ITMG), kenaikannya sekitar 50%.

Seperti banyak investor lain yang kerap disebut "investor pandemi", Ivan kian agresif menggeluti investasi saham ketika pandemi Covid-19 melanda dunia. Kala itu, ia merasa khawatir bakal dirumahkan dari tempat kerjanya. Kondisi perekonomian domestik dan dunia yang sedang gonjang-ganjing membuat Ivan putar otak agar tetap dapat menafkahi istri dan anaknya.

Pandemi juga mendorong Monik, warga Jakarta Utara berusia 24 tahun, untuk mulai berinvestasi. Tujuannya adalah memperoleh passive income dan tabungan masa depan.

Beberapa portofolio investasinya adalah saham, reksadana, dan peer-to-peer (P2P) lending. Khusus saham, Monik fokus pada saham yang kinerja keuangannya sudah prima. 

Ia menanamkan uangnya di PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Telkom Indonesia Tbk, dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. “Semua sudah bluechip, sudah jelas perusahaannya,” ucapnya. 

Untuk mendapatkan informasi terkait investasi, Monik kerap mencari referensi dan informasi di YouTube. Tak jarang, pegawai swasta ini juga berdiskusi dengan rekan-rekannya yang sudah lebih berpengalaman.

Dengan pemasukan per bulan sekitar Rp 5 juta hingga Rp 8 juta, ia tidak mematok persentase investasi setiap bulan. “Biasanya saya sisihkan dulu buat tabungan. Kalau masih ada, baru ke investasi,” katanya. 

SEKOLAH PASAR MODAL DARING
Sekolah pasar modal daring. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/hp.)

Tren Investasi di Kalangan Milenial

Dalam survei Katadata Insight Center (KIC) berjudul "Investasi Pilihan Generasi Muda", 66,1% dari 1.939 responden menganggap investasi saham saat ini yang paling praktis. Sedangkan yang kekinian dan modern adalah mata uang kripto atau cryptocurrency

Untuk kelompok investasi digital, para investor tersebut mayoritas memilih reksadana dan saham. Sedangkan emas menjadi pilihan umum untuk menanamkan modal. Lebih dari 60% responden mengaku memilikinya. 

Para investor tersebut, umumnya memakai gaji bulanan dan hasil usaha untuk berinvestasi. Responden yang sudah menikah dan memiliki anak, cenderung memilih investasi tradisional dengan risiko kecil. Contohnya adalah emas, tanah, properti, dan bisnis).

Sebaliknya, investor yang masih melajang dan belum punya anak lebih banyak menanamkan uangnya di investasi digial. Persepsi mereka yang memilik risiko sedang hingga tinggi adalah saham dan reksadana. 

Para investor tersebut memilih berinvestasi dengan alasan kemudahan penjualan kembali. Di bawahnya baru keamanan, keuntungan, dan pertambahan nilainya.

Pengumpulan data survei KIC dilakukan pada 6 sampai 12 September 2021 di 33 provinsi Indonesia. Mayoritas atau 57,2% responden adalah laki-laki dan berada dalam kelompok usia 23 hingga 38 tahun, serta berstatus karyawan swasta. 

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyebut ada dua penyebab semakin bergairahnya investasi saat virus corona menginfeksi dunia. Pertama, kemudahan informasi dan peningkatan teknologi. Kedua, masyarakat cenderung tinggal di rumah agar terhindar dari Covid-19.

Kedua faktor itu membuat orang tertarik berinvestasi. “Tadinya mereka bisa nongkrong, sekarang tidak. Mereka terdorong mencari aktivitas alternatif,” ucap Hans. 

Minigrafik 5 Alasan Anak Muda Memilih Investasi
Minigrafik 5 Alasan Anak Muda Memilih Investasi (Katadata/Pretty Juliasari)

 

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual pun menyebut teknologi, melalui aplikasi investasi dan digitalisasi perbankan, sangat mendorong kenaikan investasi di generasi milenial.

Generasi tersebut dapat menciptakan investment society dalam satu dekade ke depan. Artinya, alih-alih menabung ke bank, mereka akan cenderung berinvestasi. 

Untuk tahun ini, investasi diperkirakan semakin bergairah seiring pemulihan ekonomi. Prediksinya, ekonomi Indonesia pada 2022 akan tumbuh 5,2%. Sama seperti tahun sebelumnya, angka ini disokong konsumsi domestik. 

Tren kenaikan konsumsi sudah terlihat sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM mulai longgar pada September 2021. “Masyarakat mulai percaya diri (mengeluarkan uang), terutama di durable goods (produk tahan lama), seperti motor, mobil, dan peralatan rumah tangga,” ujar David.  

Apabila pemerintah dapat mempertahankan kondisi itu dan mendorong masyarakat kelas atas melakukan hal serupa, maka perekonomian akan lebih berkelanjutan. 

Hans menyebut dengan penangan pandemi yang lebih baik, ekonomi pun akan mengalami hal serupa. Sektor-sektor yang anjlok karen Covid-19, seperti perhotelan, pariwisata, dan transportasi, akan kembali lagi berkontribusi terhadap perkonomian nasional.

Sedangkan sektor yang bersinar saat pandemi, seperti kesehatan dan teknologi, pelan-pelan akan mulai relaks dan turun. “Kemungkinan akan terjadi pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini,” ucapnya. 

Penelitian
Penelitian (pixabay.com)

Tiga Sektor Utama

Perusahaan investasi asal Amerika Serikat, JP Morgan, dalam risetnya berjudul Outlook 2022, Preparing for a Vibrant Cycle menuliskan perekonomian global terus pulih dari pandemi virus corona. Investor pada tahun ini akan fokus pada pemulihan dan pertumbuhan.

Di saat yang sama, krisis global telah menggeser prioritas pembuat kebijakan, memperkuat neraca rumah tangga dan perusahaan, serta mempercepat inovasi. “Realitas baru ini meletakkan dasar bagi lingkungan ekonomi yang jauh lebih hidup daripada pertumbuhan lamban dan produktivitas lemah yang menjadi ciri sebagian besar 2010-an,” tulis JP Morgan. 

Tiga isu yang akan menjadi pendorong pasar, menurut riset itu, adalah perubahan prioritas kebijakan dari kesehatan ke ekonomi, bisnis dan konsumen yang sehat, serta inovasi berkelanjutan. 

Minigrafik Investasi Favorit Masyarakat Indonesia
Minigrafik Investasi Favorit Masyarakat Indonesia (Katadata/Pretty Juliasari)

 

Untuk tiga hal yang harus menjadi perhatian investor adalah kebijakan moneter dan inflasi, langkah pemerintah Cina untuk menyeimbangkan perekonomian, serta transisi dari pandemi ke endemi. 

Riset itu menuliskan, pandemi telah membuka tren besar dunia ke tiga sektor utama, yaitu transformasi digital, inovasi di bidang kesehatan, dan produk berkelanjutan. Inovasi di bidang kesehatan terlihat dari cepatnya dunia menghasilkan vaksin Covid-19 dalam hitungan kebijakan.

Lalu, produk berkelanjutan terlihat dari aksi para pembuat kebijakan dan pengusaha dunia yang terus berkomitmen untuk berinvestasi dalam mitigasi perubahan iklim. Terakhir, inovasi teknologi muncul dengan semakin berkembangnya e-commerce, perangkat keras, dan komputasi awan. 

Pengeluaran belanja secara daring atau online naik 20% lebih tinggi daripada sebelum pandemi. Sedangkan pengeluaran global untuk keamanan siber komputasi awan tumbuh 40% pada 2021. Semua terjadi karena sebagian besar masyarakat menghabiskan waktu lebih banyak di rumah, bekerja dan beraktivitas secara online, karena pandemi. 

Di tahun-tahun mendatang, JP Morgan memperkirakan transformasi digital ekonomi akan terus berlanjut. Otomatisasi, baik di industri penghasil barang maupun jasa, akan meningkat karena didorong kelangkaan pasar tenaga kerja. Kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin akan terus tumbuh. 

Perdagangan Saham Awal Tahun 2022
Perdagangan saham awal 2022. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.)

Tips Berinvestasi untuk Pemula

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pemulihan ekonomi akan semakin kuat pada 2022. Tak hanya berkaca pada data-data perekonomian yang semakin membaik pada tahun depan, ekonomi domestik juga akan terdongkrak kinerja global yang diperkirakan semakin membaik.  

Perekonomian dunia relatif pulih. “Beberapa negara mitra dagang kita sudah memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi. Efek kasus Omicron terhadap yang sudah divaksinasi dua kali relatif lebih ringan meski tingkat penularannya tinggi,” ujar Airlangga pada akhir Desember lalu.

Pemerintah berharap perekonomian pada 2022 semakin kuat dan tumbuh 5,2%. Ramalan tak jauh berbeda juga diberikan sejumlah lembaga internasional. Bank Dunia memproyeksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2%.

IMF memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi di 5,9%.  Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memproyeksi di atas 5%. 

Minigrafik Demografi Investor Pasar Modal di Indonesia
Minigrafik Demografi Investor Pasar Modal di Indonesia (Katadata/Pretty Juliasari)

Bagi investor pemula, David merekomendasikan agar berinvestasi dengan dana yang menganggur. Jangan menaruh semua uang dalam satu instrumen investasi. “Don’t put all your eggs in one basket. Belajar diversifikasi. Tidak usah berspekulasi. Pelan-pelan saja ditingkatkan," katanya.

Kedua, rencanakan target yang ingin dicapai sehingga perencanaan dan instrumen investasinya jelas. Ketiga, berinvestasi pada aset yang dapat dipahami, terutama tingkat risikonya. Investor harus paham fundamentalnya terlebih dulu. 

Terakhir, jangan cepat merasa merasa tertinggal atau fear of missing out (FOMO) hanya karena informasi dari media sosial. Fenomena ini akan terus terjadi pada 2022. 

Investor harus pandai memilah informasi yang benar dan bukan sekadar promosi. “FOMO itu temporer, berinvestasi karena ikut-ikutan.Yang penting itu fundamental dan dengarkan analis yang kompeten di bidangnya,” ucap David.

  • 1 of 6
  • Next

Tim produksi

Koordinator:

Sorta Tobing

Penulis:

Amal Ihsan Hadian, Intan Nirmala Sari, Happy Fajrian, Maesaroh, Sorta Tobing

Editor:

Muchamad Nafi, Yura Syahrul

Desain Grafis:

Pretty J. Zulkarnain

Ilustrasi:

Joshua Siringo-ringo

Video:

Dini Apriliana

Teknologi Informasi:

Firman Firdaus, Aditya Nugroho, Mohammad Afandi, Maulana