Credit: Katadata/Joshua Siringo Ringo

Dua dekade lalu mungkin orang tidak membayangkan membeli emas tanpa harus ke pegadaian atau toko emas. Namun perkembangan teknologi yang sangat pesat telah banyak mengubah cara orang berinvestasi. Melalui platform digital, kini orang bisa berinvestasi sambil duduk manis di rumah dengan bersenjatakan handphone.

Sebuah platform digital tidak hanya menawarkan cara berinvestasi yang lebih mudah, juga jenis instrumen yang beragam. Layanan perangkat lunak tersebut pun memungkinkan masyarakat untuk mulai berinvestasi dengan modal yang terjangkau.

Kemudahan-kemudahan itu yang menarik minat banyak orang, terutama generasi milenial, untuk berinvestasi melalui platform digital. Cukup bermodalkan Rp 10.000 dan jari, mahasiswa hingga pensiunan kini bisa menabung emas hingga saham dengan menyicil.

Amanda termasuk yang gemar memanfaatkan kemudahan berinvestasi melalui media digital. Tak hanya satu, dia menanamkan investasinya ke sejumlah platform untuk mencari yang terbaik dan cocok.

“Banyak. Dulu pernah lewat Tokopedia, Bukalapak, Bibit, Ajaib sampai GoTo. Ada yang masih bertahan, banyak yang sudah ditarik karena kurang menarik,” kata perempuan 31 tahun ini kepada Katadata, beberapa waktu lalu.



Kaum Milenial Penggerak Investasi Digital

Platform investasi digital di Indonesia mulai berkembang di pertengahan 2000-an. Salah satu yang mengawalinya yaitu PT Indo Premier Sekuritas dengan meluncurkan ekosistem keuangan berbasis teknologi, IPOT (Indo Premier Online Technology) pada 2007.

Platform lain kemudian bermunculan seperti Bareksa, Bukalapak, Bibit, Pluang, hingga Nanovest yang baru diluncurkan akhir 2021.

Dengan dominasi penduduk berusia muda dan gemar bermain ponsel, Indonesia merupakan pasar potensial bagi platform investasi digital. Chief Operating Officer (COO) Buka Investasi Bersama Dhinda Arisyiya mengatakan sepanjang 2019-2020 terdapat pertumbuhan investor milenial 26 % di aplikasi mereka.

“Angka tersebut pasti lebih meningkat lagi dengan semakin banyaknya investor milenial yang terdaftar selama pandemi Covid-19,” tutur Dhinda, kepada Katadata. Buka Investasi merupakan penyelenggara teknologi finansial dan Agen Penjual Efek Reksa Dana milik Bukalapak yang diluncurkan pada Oktober 2020.

Senada dengan Dhinda, Head of Investment and Insurance Tokopedia Marissa Dewi mengatakan antusiasme masyarakat berinvestasi lewat platform digital terus meningkat. “Data internal Tokopedia mencatat bahwa selama tiga tahun belakangan, jumlah pengguna terdaftar di Tokopedia Reksa Dana bertumbuh menjadi hampir lima kali,” kata Marissa.

Sementara itu, selama lebih dari dua tahun ke belakang, jumlah pengguna yang terdaftar di Tokopedia Emas tumbuh dengan fantastis, lebih dari 25 kali lipat.

Pertumbuhan jumlah investasi yang besar juga dinikmati Pluang. VP External Affairs Pluang Wilson Andrew mengatakan pengguna platformnya saat ini lebih dari empat juta. Lebih lebih dari setengahnya merupakan pengguna dengan rentang usia 25 - 40 tahun.

Data Ototritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan setidaknya ada 77 portal transaksi online yang disediakan puluhan pelaku industri keuangan baik e-commerce, bank, ataupun sekuritas.

Survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) terhadap 1.939 responden pun menunjukkan beragam alasan mengapa kaum milenial getol berinvestasi. Mempersiapkan masa depan dan mengelola uang "nganggur" menjadi alasan terbanyak responden berumur 15 - 38 tahun. Sementara generasi X atau yang berusaia 39 - 54 tahun menjadikan persiapan dana pensiun sebagai alasan utama berinvestasi.

Lima alasan anak muda memilih investasi
 

 

 

Platform Investasi Berfitur Lengkap dan Praktis Jadi Pilihan

Survei KIC juga menunjukan emas masih menjadi instrumen favorit di hampir semua kalangan. Untuk kelompok investasi digital, reksa dana dan saham menjadi pilihan utama.

Mayoritas responden bahkan membeli reksadana melalui aplikasi online dan hanya 10,3 % yang melalui bank. Bibit menjadi aplikasi online yang paling banyak dipilih untuk membeli reksa dana sementara untuk bank adalah BCA.

Bareksa ada di urutan kedua sebagai aplikasi online yang menjadi pilihan untuk membeli reksa dana disusul dengan IpotFund. Posisi 3-10 besar diisi oleh TanamDuit, Raiz Ajaib, POEMS, ProFund, Invisee, Pluang, XDana, dan BIONS.

Dari 1.939 responden, terdapat 15,8 % responden yang membeli reksa dana melalui e-wallet, di mana OVO menjadi e-wallet favorit disusul Dana. Lalu, 14,7 % responden pembeli reksa dana melalui marketplace, yang paling banyak dipilih adalah Tokopedia disusul dengan Bukalapak.

Platform digital favorit untuk membeli reksadana



 

Per Juli lalu, Bibit menggaet lebih dari satu juta pengguna dan mencatatkan dana kelolaan atau assets under management (AUM) di atas Rp 5 triliun. CEO Bibit Sigit Kouwagam mengatakan peningkatan pesat investor terjadi pada 2020, salah satunya karena pandemi Covid-19 yang membatasi interaksi fisik dalam aktivitas ekonomi.

Bibit menggandeng sekitar 24 mitra untuk memudahkan investor dalam membeli reksa dana, mulai dari Gopay, Mandiri Investasi, hingga Schroders. Selain menggandeng mitra, menurut Sigit, salah satu keunggulan Bibit yakni penggunaan teknologi seperti robo advisor.

Robo advisor bertugas menganalisis portofolio aset dan menyesuaikan dengan profil pengguna. Ini karena setiap pengguna mempunyai kondisi keuangan dan tujuan investasi yang berbeda. Bibit juga dilengkapi kalkulator investasi serta grafis untuk mengajak investor mensimulasi investasi hingga 24 tahun mendatang.

Amanda merupakan salah satu pengguna aplikasi Bibit sejak 2020. Dari empat aplikasi online yang pernah dia gunakan, menurutnya, Bibit menjadi yang paling unggul.

Selain mudah dan menawarkan banyak fitur menarik, Bibit membantu dalam memperhitungkan investasi karena dilengkapi robo advisor. Layanan customer care Bibit juga tanggap ketika dia menghadapi kendala dalam berinvestasi, seperti meng-upload identitas diri.

“Setelah dihitung-hitung, Bibit juga memberi keuntungan paling lumayan. Selisihnya cukup besar dengan aplikasi lain,” ujarnya.

Simulasi perhitungan return investasi di platform Bibit
Simulasi perhitungan return investasi di platform Bibit (Bibit.id)



 

Blockchain dan kripto enthusiast sekaligus entreprneur Muhammad Adriansa, akrab disapa Rian, memilih platform tergantung pada tujuan investasinya. Dia mulai berinvestasi di usia 19 tahun saat masih kuliah.

Platform yang pernah dipakainya sangat beragam mulai dari konvesional seperti tabungan hingga platform online seperti Bibit. “Investasi kan ada hitung-hitungannya. Kalau lebih ke trading mungkin dibutuhkan aplikasi dengan fitur lengkap. Kalau tabungan biasa, saya pilhi aplikasi yang memudahkan transaksi,” ujarnya.

Sejak 2018, Rian sudah menjajal berinvestasi di kripto. Tokocrypto dan Luno menjadi pilihannya. Kelengkapan fitur dan kemudahan menjadi alasan memilih kedua platform tersebut.

Dalam survei KIC, Tokocrypto ada di urutan kedua sebagai platform investasi yang paling banyak digunakan investor. Sementara separuh investor kripto yang disurvei membeli kripto di platform Indodax Nasional Indonesia. Platform lain yang diminati yaitu Binance, Pintu, Rekeningku, dan Zipmex.

“Saya berinvestasi di kripto itu tidak hanya melihat return, juga mempelajari teknologinya. Bagaimana kegunaan blockhain dan ke depan seperti apa trennya,” ujar Rian.

Satu Aplikasi untuk Semua

Tuntutan konsumen serta persaingan platform investasi online mendorong perusahaan aplikasi berlomba menghadirkan layanan terbaik. Mudah, cepat, dan murah kini tidak lagi cukup menarik investor. 

VP External Affairs Pluang Wilson Andrew mengatakan investasi di 2022 sudah mulai memasuki ranah super apps, di mana satu aplikasi menyediakan berbagai layanan. Karena itu, Pluang telah mengantisipasinya, termasuk dengan memperbanyak produk dan menggandeng lebih banyak e-commerce atau marketplace.

Karena itu, pada 2019, Pluang memulai tawaran berinvestasi emas. Kini penggunanya bisa berinvestasi emas, indeks saham AS, reksa dana, dan aset kripto di dalam satu aplikasi.

Menurut wilson, diversifikasi portfolio menjadi penting karena prinsip “don’t put your eggs in one basket” diperlukan untuk membagi risiko. Lantaran itu, Pluang menggandeng banyak mitra mulai dari e-commerce seperti Tokopedia hingga penyedia e-wallet semisal GoPay, LinkAja, dan Dana.

Dia menambahkan, platform investasi juga dituntut mampu memberikan nilai tambah berupa pengetahuan kepada investor. “Mulai dari edukasi hingga eksekusi yang mudah, terjangkau serta terpercaya menjadi yang paling dicari oleh para pengguna,” katanya.

Senada dengan Wilson, Dhinda Arisyiya mengatakan pengguna masih tertarik dengan platform yang memiliki pilihan produk lengkap serta penggunaan aplikasi yang mudah. Untuk itu, Bukalapak dan PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk melalui PT Buka Investasi Bersama meluncurkan Bmoney pada pertengahan tahun lalu.

Di BMoney, pengguna dapat membeli produk dengan mudah dan cepat. Proses registrasinya hanya lima menit. Saat bertransaksi pun mudah, cukup 3 - 4 klik saja.

Ada pula fitur untuk memudahkan investor pemula dengan modal mulai dari Rp 1.000. “Pengguna BMoney juga dapat membeli produk investasi tanpa tambahan biaya apapun,” tutur Dhinda.

Tips Berinvestasi: Jangan Hanya Asal Ikut Tren, Pahami Risikonya

Ada kemudahan yang ditawarkan melalui platform digital. Namun masyarakat perlu cermat dan hati-hati mengingat instrumen investasi apapun mengandung risiko.

Co-founder dan Chief of Product Officer Ternak Uang, Felicia Putri Tjiasaka, mengingatkan masyarakat untuk memilih investasi berdasarkan instrumen yang paling mereka pahami. “Kalau tidak mengerti, pilih jenis investasi dengan tingkat risiko yang rendah,” kata Felicia dalam keterangan resminya, beberapa waktu lalu.

Dia juga meminta masyarakat tidak mudah tergiur dengan keuntungan tinggi yang ditawarkan instrumen investasi tanpa peduli risikonya. “Sedikit tips, fokusnya bukan mengejar return paling tinggi, tapi yang paling optimal. Perbesar aset sampai saatnya kita bisa membangun passive income,” tambah Felicia.

Sebagai milenial yang memulai investasi di usia remaja, Rian juga mengingatkan masyarakat tidak berinvestasi hanya karena ikut-ikutan atau takut dianggap ketinggalan tren, fear of missing out (FOMO). Tiap investor memiliki sisi psikologis yang berbeda sehingga penting untuk memilih jenis investasi berdasarkan kesiapan mental mereka.

Pasalnya, dalam waktu singkat, mereka bisa merugi besar jika terjadi perkembangan global yang tidak terduga seperti pandemi Covid-19 pada 2020 ataupun sentimen lainnya.

Pria 23 tahun ini pun mengingatkan calon investor untuk tidak memilih investasi hanya karena dipopulerkan selebritas. Sekarang memang banyak artis, olah ragawan, hingga komedian mengiklankan instrumen atau aplikasi investasi. “Aku suka gemes. Banyak yang tak tahu Bitcoin tapi investasi di sana karena banyak iklan. Padahal mereka tidak mempelajari risikonya,” ujar dia.

Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing meminta masyarakat selalu menerapkan prinsip legal dan logis dalam berinvestasi. “Cek apakah kegiatan atau produknya sudah memiliki izin usaha. Jika sudah, apakah sesuai dengan izin usaha yang dimiliki,” kata Tongam kepada Katadata.

Dia juga meminta masyarakat untuk berpikir logis atau memahami apakah proses bisnis yang ditawarkan masuk akal dan sesuai dengan kewajaran penawaran imbal hasil yang ditawarkan.

Tim produksi

Koordinator:

Sorta Tobing

Penulis:

Amal Ihsan Hadian, Intan Nirmala Sari, Happy Fajrian, Maesaroh, Sorta Tobing

Editor:

Muchamad Nafi, Yura Syahrul

Desain Grafis:

Pretty J. Zulkarnain

Ilustrasi:

Joshua Siringo-ringo

Video:

Dini Apriliana

Teknologi Informasi:

Firman Firdaus, Aditya Nugroho, Mohammad Afandi, Maulana