Sultan Gustaf Al Ghozali mendadak begitu terkenal pertengahan bulan lalu. Mahasiswa tingkat akhir Universitas Dian Nuswantoro Semarang ini menjadi miliarder dalam “sekejap”.
Melalui OpenSea, dia menjual non fungible token berupa foto dirinya. Data di marketplace aset digital itu menyebutkan harga rata-rata NFT Ghozali berkisar 0,22 Ethereum. Jumlah uang kripto itu setara Rp 9 juta.
Jika dihitung berdasarkan harga rata-rata tersebut, Ghozali Everyday -demikian nama tenarnya saat ini- berpotensi meraup Rp 2,9 miliar atas penjualan 331 NFT. Namun angka tersebut mungkin lebih tinggi, mengingat sebagian NFT Ghozali ada yang dijual 1 Ethereum atau setara Rp 41 juta, berdasarkan harga acuan di Coinmarketcap.
NFT merupakan aset digital yang menggambarkan objek asli seperti karya seni, musik, atau item yang terdapat pada video dan game dalam format JPEG, PNG, MP4, dan lainnya. Aset digital ini tidak dapat digandakan atau diganti. Biasanya NFT ditransaksikan menggunkan cryptocurrency.
Lantaran Ghozali meraup duit setara miliaran rupiah dalam waktu begitu cepat itu lalu dianggap membenarkan istilah “kaya dalam semalam”, yang kali ini melalui jalan uang kripto. Padahal, foto selfie Ghozali diambil sejak dia berusia 18 hingga 22 tahun, dalam rentang 2017 – 2021. Tentu bukan periode pendek untuk memupuk investasi ini.
Memang, investasi kripto tengah digandrungi masyarakat Indonesia, termasuk milenial. Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) pada September 2021 lalu juga menunjukkan bahwa 62 % investor kripto mulai berinvestasi kurang dari setahun terakhir.
Dominasi investor kripto terbanyak datang dari Gen Y, alias mereka yang berusia 23 tahun hingga 38 tahun. Porsinya sekitar 64 % atau 281 investor, dari total investor kripto yang disurvei yakni 439 investor.
Dari total investor kripto Gen Y, mereka yang berinvestasi kripto kurang dari setahun mencapai 61,6 %, sedangkan 1-2 tahun sekitar 24,9 %. Investor jangka panjang yang di atas lima tahun porsinya hanya 5,7 % dari total investor Gen Y.
Selanjutnya, ada Gen Z atau investor kripto yang berusia 15-22 tahun, jumlahnya 23 % dari total investor kripto yang disurvei KIC. Sebanyak 68,3 % Gen Z ini merupakan investor pemula, alias kurang dari setahun berinvestasi uang kripto. Bahkan survei itu tidak menemukan investor Gen Z yang berinvestasi kripto lebih dari lima tahun.
Fakta lain bicara. Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), jumlah pelanggan aset kripto Indonesia yang diperdagangan mencapai 7,5 juta orang pada akhir tahun lalu. Angkanya melonjak hampir dua kali lipat atau 87,5 % dibandingkan catatan 2020, yakni empat juta orang.
Tak hanya jumlah pelanggan, nilai transaksi kripto bahkan meningkat 636,15 % menjadi Rp 478,5 triliun hingga Juli 2021. Nilai tersebut melesat signifikan dibandingkan 2020 yakni Rp 65 triliun.
Di samping itu, Asosiasi Blockchain Indonesia mencatat bahwa pengguna aset digital terus melonjak meskipun posisi Indonesia dari sisi jumlah penggunanya masih di peringkat 30 secara global, di bawah Malaysia dan Vietnam. “Namun, pada 2021, pemilik kripto di Indonesia meningkat 85 % dibandingkan 2020,” kata Asosiasi Blockchain Indonesia dalam keterangan resminya, Kamis (13/1).
Ramalan Investasi Kripto 2022
Beragam sentimen dan momentum kripto tahun lalu kian menggiring arah harga uang digital di masa depan, termasuk di tahun Macan Air sekarang. Mengacu pada siklus salah satu koin kripto, Co-Founder CryptoWatch, Christopher Tahir memprediksi Bitcoin di 2022 seharusnya bergerak di area bearish alias menurun sementara.
Dia menjelaskan, siklus pergerakan harga Bitcoin menjadi salah satu acuan investor kripto dalam meramal prospek pasar ke depan. Potensi bearish harga Bitcoin dapat membuat para pemain besar keluar dari pasar kripto untuk jangka pendek.
“Lesunya pergerakan harga Bitcoin saat ini membuat banyak orang pesimistis. Jangka panjang 5-10 tahun lagi, potensi kenaikannya akan tetap menanjak lantaran kelangkaan Bitcoin,” ujar Chris kepada Katadata.co.id akhir Desember lalu.
Pria yang juga pengelola channel Youtube Duit Pintar ini memprediksi tren bearish sementara tersebut mampu mendongkrak harga koin ke level US$ 100 ribu per Bitcoin, berdasarkan perhitungan Stock to Flow Model. “Namun bisa saja skema yang sudah ada berubah, karena keberadaan institusi. Kemarin belum ada institusi,” katanya.
Product Innovation Bursa Berjangka Komoditi & Derivatif alias ICDX, Revandra Aritama menyampaikan koin kripto dengan kapitalisasi pasar besar cenderung mendominasi transaksi bursa kripto tahun lalu. Beberapa koin tersebut seperti Bitcoin, Ethereum, Binance Coin, Thether dan Solana.
Revandra menjelaskan, Bitcoin masih menjadi koin dengan kapitalisasi pasar terbesar dan diakui banyak investor global. Selanjutnya, ada Ethereum yang pamornya semakin menanjak karena NFT di blockchain, dan itu diyakini masih akan berkembang ke depan.
Di samping itu, ada BNB alias Binance Coin yang masuk jajaran koin kripto dengan kapitalisasi pasar raksasa, lantaran pemanfaatannya di bursa kripto yang semakin beragam. Diikuti Tehther sebagai stable coin yang dapat mempermudah proses swap koin.
Ada juga Solana yang sering disebut sebagai Ethereum killer, karena menawarkan solusi dengan biaya lebih rendah dari Ethereum. “Untuk 2022 investor masih mengincar koin-koin dengan market cap besar. Mungkin Ethereum akan diuntungkan dengan pemanfaatan blockchain-nya untuk NFT,” ujar Revandra kepada Katadata.co.id, Kamis (6/1).
Sejumlah pedagang kripto di Indonesia memperkirakan bahwa jumlah pengguna aset digital ini akan terus melonjak pada 2022. “Kami berharap pada 2022 ini akan semakin banyak masyarakat Indonesia yang paham dengan kripto dan teknologi blockchain,” kata CEO Indodax Oscar Darmawan dalam keterangan pers, awal tahun ini.
Menurut dia, peningkatan jumlah pengguna tahun ini terdorong oleh semakin matangnya ekosistem blockchain, seperti DeFi alias bursa desentralisasi dan NFT. Apalagi, metaverse akan semakin booming pada 2022.
COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda juga memprediksi NFT semakin menjadi tren tahun ini. “Seiring dengan pengetahuan masyarakat soal manfaat dan peluang pertumbuhan ekonomi kreatif dan digital,” kata Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia itu dalam keterangan resminya.
Sektor perusahaan maupun tokoh yang menjual aset kripto NFT, Teguh melanjutkan, semakin beragam, termasuk metaverse dan platform investasi digital lainnya. “Pasar akan semakin dewasa dengan banyaknya marketplace NFT yang bermunculan,” katanya.
Bitcoin dan Para Kripto Pesaingnya
Pengujung 2021, bursa kripto Tanah Air diramaikan oleh kemunculan koin kripto lokal yang semakin beragam. Alternatif koin alias altcoin di bursa kripto juga mewarnai tren pergerakan harga uang digital sepanjang tahun lalu, seperti Doge Coin, Shiba Inu, bahkan Meong Token dari Indonesia.
Turut memanfaatkan momentum mencari cuan, beberapa selebritas Indonesia masuk ke bursa kripto. Sebut saja pasangan Anang Hermansyah dan Ashanty, Syahrini, Luna Maya, Chef Arnold, hingga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Tak hanya bertransaksi kripto, sebagian dari selebritas tersebut juga menerbitkan NFT.
Berdasarkan data DappRadar, penjualan NFT meningkat 10 kali lipat tahun lalu. Selama kuartal satu, dua, dan tiga 2021, nilainya mencapai US$ 1,2 miliar (Rp 17 triliun), US$ 1,3 miliar (Rp 18,5 triliun), dan US$ 10,7 miliar (Rp 152 triliun).
Christopher dari CryptoWatch mengatakan, pihaknya masih mencermati perkembangan aset kripto lokal. Beberapa aset kripto lokal yang dijual saat ini cenderung hanya berdasarkan popularitas penerbit aset. “Bukan pesimis, namun hingga hari ini belum ada proyek lokal yang berhasil membuktikan use case dari yang dijanjikan mereka,” kata Chris kepada Katadata.co.id.
Selain itu, Chris menilai investor kripto Tanah Air lebih banyak yang terjun ke bursa kripto dengan alasan hype alias sedang tren. Hal tersebut membuat kondisi pasar kripto menjadi kurang sehat dan sering termakan oleh berita-berita.
Untuk itu, Chris mengingatkan kepada investor aset kripto lokal untuk terus belajar dan menggali informasi secara akurat. “Belajar, maka kamu akan memiliki kepercayaan sendiri,” ujarnya.
Adapun Bos Indodax, Oscar mengingatkan kepada investor yang tertarik berinvestasi aset kripto lokal sebaiknya memiliki pikiran terbuka dengan informasi-informasi baru. Investor perlu melihat potensi aset kripto dalam negeri dalam jangka panjang, sehingga tidak salah berinvestasi.
“Perlu mempelajari buku putihnya, siapa orang-orang di balik pembuatan aset kripto tersebut, kapan dibuatnya, apa tujuannya, bagaimana potensi dan prospek ke depannya,” ujar Oscar. Tak cukup di situ, investor perlu memperhatikan potensi penipuan atau scam. “Perlu memastikan likuiditas kripto tersebut sehingga mudah untuk diperjualbelikan.”
Menurutnya, aset kripto yang baik dapat dilihat dari kapitalisasi pasarnya. Sebab, jumlah kapitalisasi pasar menunjukkan jumlah investor. Dia meramalkan tidak semua aset kripto lokal akan bertahan di perdagangan.
Aset kripto yang mampu bertahan adalah aset kripto dengan beberapa kriteria, di antaranya memiliki jumlah pengguna yang banyak, komunitas yang solid dan kuat, volume transaksi yang besar, ekosistem yang baik, serta memiliki kegunaan.
Di sisi lain, para pengembang aset kripto lokal bakal menghadapi persaingan ketat, tidak hanya di pasar lokal juga di luar negeri. “Ini menjadi pekerjaan besar bagi para pengembang yang mungkin akan terjun untuk membuat token kripto lokal,” ujarnya.
Indodax sendiri memperkirakan bahwa aset kripto lokal akan terus bertumbuh tahun ini. Apalagi, tahun lalu sejumlah pengembang lokal mampu mengembangkan aset kripto mereka sendiri. PinkSale misalnya mengembangkan tokenoid pada 2021. “Pengembang kripto dalam negeri tidak kalah inovatif dengan pengembang luar,” kata Oscar.
Namun potensi altcoin hingga koin lokal untuk meredupkan pamor Bitcoin masih cukup berat. Hal itu dilihat dari skala berbagai koin tersebut berbeda dengan Bitcoin, dari sisi skillset yang memiliki gap jauh, juga adopsi koin yang jauh berbeda. “Ada banyak PR yang wajib dilakukan oleh developer lokal apabila ingin naik kelas,” ujar Christopher.
Meskipun begitu, dia melihat peluang pada Ethereum untuk mendekati pergerakan Bitcoin di masa mendatang. Namun volatilitas altcoin akan cenderung lebih tinggi dibandingkan Bitcoin. Lantaran itu potensi Ethereum membalap Bitcoin belum bisa di tahun ini mengingat jaraknya cukup jauh. Pasokan dari Bitcoin juga sudah mendekati maximum supply.
Platform Kripto Favorit Milenial
Platform perdagangan kripto di Tanah Air juga mencatatkan tren pertumbuhan pengguna. Tokocrypto misalnya, mencatatkan lebih dari dua juta pengguna terdaftar atau naik delapan kali lipat dibandingkan 2020 sebanyak 250 ribu.
Tokocrypto mencatat nilai perdagangan harian aset kripto di platform tumbuh delapan kali atau 754 % tahun lalu. Nilainya mencapai lebih dari US$ 191 juta atau Rp 2,7 triliun. Sedangkan pada 2020 hanya US$ 2,5 juta atau Rp 35,9 miliar.
Adapun startup kripto asal Singapura, Luno mencatatkan peningkatan transaksi aset kripto empat kali di Indonesia. Jumlah penggunanya juga melonjak 75 %. Investor aset kripto yang aktif di Indonesia tumbuh hampir lima kali. Sepertiga di antaranya didominasi oleh investor Bitcoin.
Sedangkan Indodax mencatatkan 4,8 juta member pada tahun lalu. Sebagai informasi, 99 % anggota Indodax merupakan orang Indonesia. Angka member Indodax itu meningkat pesat jika dibandingkan 2020 yang hanya mencapai 2,3 juta orang.
Tips Investasi Kripto
Kunci utama investasi kripto adalah belajar, sebagaimana ditekankan Christopher. Menurut dia, banyak dari investor kripto Tanah Air yang enggan belajar dan lebih mempercayai pernyataan influencers. Kondisi tersebut membuat ekosistem koin kripto Tanah Air sulit untuk menyaingi Bitcoin.
“Ini yang enggak dilakukan. Alasannya rumit, diminta untuk baca dan diskusi agak enggan, malah lebih percaya dengan influencers,” ujarnya.
Langkah lain yang perlu dilakukan calon investor kripto adalah mengetahui profil risiko investasi masing-masing. Selain itu, investor perlu mempelajari besaran volatiltas harga koin yang akan diinvestasikan. Aktivitas monitor setiap hari juga perlu dihindari, termasuk untuk day trading.
Hal penting lain yaitu jangan berinvestasi ke koin yang tidak bisa dimengerti, sehingga penting untuk membaca dan mempelajari koin secara mendalam. Di samping itu, konten media sosial yang bersifat edukatif perlu mendukung perkembangan investasi kripto Tanah Air. Media perlu memberikan kesempatan untuk belajar, sehingga konten yang dihasilkan lebih terarah dan baik dalam mendorong literasi kripto.
Sementara itu Revandra merekomendasikan investor kripto untuk lebih banyak memerhatikan isu-isu terkait NFT dan metaverse di tahun ini. Kedua hal tersebut diyakini bakal menjadi faktor penggerak harga cryptocurrency, selain perkembangan blockchain itu sendiri.
“Bagi yang baru mau memulai, harus diketahui bahwa volatility dari aset kripto ini sangat luar biasa, jadi harus paham selain potensi keuntungan, ada juga potensi kerugian yang luar biasa,” kata Revandra.
Tim produksi
Koordinator:Sorta Tobing
Penulis:Amal Ihsan Hadian, Intan Nirmala Sari, Happy Fajrian, Maesaroh, Sorta Tobing
Editor:Muchamad Nafi, Yura Syahrul
Desain Grafis:Pretty J. Zulkarnain
Ilustrasi:Joshua Siringo-ringo
Video:Dini Apriliana
Teknologi Informasi:Firman Firdaus, Aditya Nugroho, Mohammad Afandi, Maulana