Budidaya Gabus
Untuk Menjaga Gambut
Dan Meningkatkan Ekonomi
Warga Siak
Ekosistem gambut berperan penting dalam pengendalian iklim. Menurut data yang dipublikasikan Pantau Gambut, seluruh lahan gambut di Indonesia mampu menyimpan emisi setara dengan 17 miliar-33 miliar mobil. Namun, aktivitas perkebunan, illegal logging, dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyebabkan kerusakan ekosistem gambut di Tanah Air.
Salah satu inisiatif pengembangan ekonomi sekaligus menjaga lingkungan dilakukan melalui budidaya ikan gabus di Riau, provinsi pemilik lahan gambut terluas di Indonesia. Budidaya gabus dilakukan di Kabupaten Siak, wilayah yang sebelumnya kerap mengalami karhutla.
Praktik budidaya ikan gabus membuat masyarakat menjaga kelestarian gambut, dengan menjaganya tetap basah sehingga terhindar dari karhutla. Ikan gabus sendiri adalah penghasil albumin. Zat tersebut yang dikenal baik karena mampu mempercepat regenerasi sel, sehingga banyak dibutuhkan industri kesehatan, pangan, dan kecantikan.
Kajian ‘Roadmap Kabupaten Siak Hijau’ dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), menyebut ekstraksi kandungan albumin gabus dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat. Estimasi pasar global albumin pada 2026 disebut bisa mencapai US$ 6,7 miliar.
“Itu yang kita harapkan bagaimana masyarakat itu bisa berbudidaya ikan gabus di lahan gambut sehingga gambutnya terjaga, tetap basah, tidak terjadi karhutla, dan ada pendapatan baru untuk masyarakat, jadi tidak terfokus mesti menanam sawit saja,” terang Asisten 1 Setda Siak Budhi Yuwono di webinar Katadata pada sesi bertajuk ‘Peatland Conservation Through Sustainable Fisheries’, Senin (25/10).
LTKL dan Dinas Perikanan Kabupaten Siak menjadi inisiator program ini. Mereka bertanggung jawab dalam kegiatan bimbingan, penyuluhan, dan pelatihan serta pematangan model bisnis.
Pemda Kabupaten Siak berperan menyalurkan modal ke desa-desa yang menjalankan program melalui skema Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE). Sementara pemerintah mengelola kelompok budidaya dan kegiatan teknis dengan memanfaatkan dana desa.
Pihak lain yang turut berperan adalah PT Alam Siak Lestari (ASL) yang mengelola proses riset dan produksi ekstrak albumin. “ASL posisinya berada di riset dan pengembangan produk, jadi kita membeli ikan yang dibudidayakan masyarakat, kita sediakan pasarnya. Kita yang mengubah ikan gabus itu menjadi albumin yang berguna bagi masyarakat,” terang Direktur PT Alam Siak Lestari (ASL) Musrahmad Igun masih di sesi diskusi yang masuk rangkain Katadata & Landscape Indonesia - Road to COP26.
Igun, yang juga merupakan pemuda setempat, menjelaskan PT ASL adalah badan usaha milik masyarakat, sehingga manfaat dari budidaya tentu diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat. Sejauh ini ekstrak albumin yang dihasilkan PT ASL digunakan untuk memasok kebutuhan lokal, seperti rumah sakit dan apotek di Siak.
Selanjutnya, PT ASL diproyeksikan akan sepenuhnya menjadi perusahaan milik masyarakat. Hal ini menjadi komitmen para pemegang saham untuk perlahan mundur seiring semakin mandirinya PT ASL.
Kolaborasi multipihak pengembangan budidaya ikan gabus di Kabupaten Siak juga melibatkan pihak swasta. Dalam hal ini ada Agrapana Bio Indonesia, mitra riset PT ASL dalam ekstraksi albumin ikan gabus yang sekaligus menjadi investor dan pemegang saham.
“Kita ingin menjaga kelestarian alam secara berkelanjutan, bagaimana kita bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat daerah berbasiskan ekosistem. Dan ini kita awali dengan albumin dari ikan gabus. Sambil menjaga lahan gambut, kita juga melakukan budidaya,” terang Direktur Agrapana Bio, Dicky Asmoro yang turut hadir dalam sesi diskusi.
Pada praktiknya, penghasilan masyarakat yang terlibat dalam budidaya gabus dua kali lipat lebih tinggi dibanding penghasilan saat menjadi petani sawit. Tidak hanya itu, selain ekstraksi albumin, bagian ikan gabus lain juga dapat dimanfaatkan. Dagingnya diproduksi juga menjadi tepung ikan dan selebihnya dijadikan pupuk cair.
Pemanfaatan secara maksimal ini juga dapat mendorong produksi secara zero waste. Budidaya gabus terbukti membuat masyarakat semakin peduli dengan lingkungan. Mereka berusaha menjaga agar lahan gambut yang merupakan sumber ekonomi mereka saat ini tetap basah dan terhindar dari karhutla.
Koordinator | Jeany Hartriani |
Editor | Heri Susanto, Adek Media Roza, Padjar Iswara, Jeany Hartriani |
Penulis Artikel & Infografik | Alfons Yoshio Hartanto, Arofatin Maulina Ulfa, Fitria Nurhayati, Hanna Farah Vania, Melati Kristina Andriarsi |
Penulis Whitepaper | Jamalianuri, Lulu Mahdiyah Sandjadirja, Risanti Delphia, Stevanny Limuria |
Desain Grafis | Muhamad Yana, Cicilia Sri Bintang Lestari, Dani Nurbiantoro, Nunik Septiyanti, Very Anggar Kusuma |
Foto | Muhammad Zaenuddin |
Teknologi Informasi | Satria Dewo, Zaki Achsan |