ANALISIS DATA

Menakar Daya Pikat Investasi Indonesia


Safrezi Fitra

Masalah regulasi masih menjadi penghambat utama investor asing menanamkan modal di Indonesia.

27/11/2019, 10.00 WIB


Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaruh perhatian cukup besar pada peningkatan investasi di pemerintahan periode keduanya. Dia membentuk kementerian khusus yang mengurusi soal investasi. Bahkan, dia menunjuk Luhut Binsar Panjaitan untuk mengkoordinasikan kementerian tersebut.

Bukan tanpa sebab Jokowi mengambil langkah. Dalam lima tahun pemerintahannya di periode pertama, dia belum mampu mendongkrak laju investasi. Investor sepertinya masih ragu menanamkan uangnya di Indonesia.

Awal September lalu, perwakilan Bank Dunia (World Bank) menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana. Mereka memberitahukan sebanyak 33 industri merelokasikan pabriknya dari Tiongkok. Namun, tak satu pun yang melirik Indonesia. Mereka malah merelokasikan pabriknya ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, hingga Vietnam.

Hal ini membuat Jokowi geram dan menegur para menterinya. “Tidak ada yang ke Indonesia. Tolong ini digaris bawahi. Hati-hati, berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan,” ujar Jokowi saat rapat Kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (3/9). Makanya dalam pemerintahan periode kedua ini dia ingin ada fokus pemerintah dalam meningkatkan laju investasi.

Tak hanya Tiongkok yang terkena dampak perang dagang dengan Amerika Serikat, gejolak demonstrasi di Hongkong pun membuat para investornya di lembaga keuangan mengalihkan asetnya. Sebanyak Rp 56 triliun aset investor yang awalnya ditaruh di Hongkong mulai dialihkan ke Singapura. Lagi-lagi, tak sepeser pun yang masuk ke Indonesia. Ada apa dengan Indonesia, hingga investor asing malas menanamkan uangnya di Tanah Air?

Laju Investasi Asing Lambat

Sepanjang lima tahun pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla, kinerja bidang investasi belum optimal. Berbagai perbaikan yang dilakukan pemerintah belum berdampak, laju investasi asing cenderung melambat bahkan sempat turun.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi asing yang masuk ke Indonesia bergerak lambat dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, total dana investor asing sudah mencapai US$ 28,5 miliar. Sempat mencapai US$ 32,1 miliar pada 2017, tapi kembali turun pada tahun lalu.

Minat investor asing menanamkan modalnya malah surut dengan realisasi investasi yang menurun pada 2018. Ironisnya, penurunan ini terjadi saat pemerintah meluncurkan sistem perizinan usaha secara online melalui OSS (Online Single Submision). Sistem ini dianggap mempermudah proses perizinan investor berusaha di Indonesia.

Peringkat Daya Saing Indonesia Turun

Landainya laju investasi menunjukkan minat investor menanamkan modalnya ke Indonesia masih rendah. Apalagi, peringkat daya saing Indonesia turun. Dalam laporan Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang baru dirilis World Economic Forum (WEF) turun Indonesia turun lima peringkat dari posisi 45 ke 50 dari 141 negara. Tak hanya penurunan peringkat, skor daya saing Indonesia juga turun meski tipis 0,3 poin ke posisi 64,6.

Dari sembilan negara ASEAN, hanya Indonesia dan Filipina yang skor daya saingnya turun. Delapan negara lainnya malah naik. Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia makin tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi pertama. Bahkan dari Malaysia dan Thailand yang sebenarnya juga turun masing-masing dua peringkat tetapi mash diposisi 27 dan 40.

Pada 2014, sebenarnya peringkat daya saing Indonesia sudah ada di peringkat 34. Setelah itu kembali turun hingga mencapai peringkat 50 pada tahun ini. Saat masih menjabat Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan merosotnya peringkat Indonesia perizinan investasi yang terlalu rumit. "Itu lebih karena regulasi yang terlalu rumit dan institusi yang disusun pemerintah, terutama yang masih belum terlalu ramah investasi," ujar Bambang saat ditemui di Hotel Fairmont, Rabu (9/10/2019).