Pasang Surut Kinerja
Tiga Raksasa Telekomunikasi
Nazmi Haddyat Tamara
Pasca terpukul kebijakan registrasi kartu SIM (Subscriber Identity Module) tahun lalu, kinerja semua emiten telekomunikasi mulai menunjukkan gairah pada semester pertama 2019. Sektor ini menunjukan pertumbuhan pendapatan yang tinggi secara tahunan, terutama data seluler dan kuota internet.
Tiga perusahaan telekomunikasi besar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT Indosat Tbk (ISAT), sama-sama mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan.
Pada kuartal II 2019, ISAT dan EXCL masing-masing mencatat pertumbuhan pendapatan hingga 19% dan 13,4%. Sementara itu, TLKM tumbuh di bawah dobel digit, yaitu sebesar 7,7%.
Performa emiten telekomunikasi pada dua kuartal tahun ini menjadi titik balik setelah pada periode sama tahun lalu menderita pertumbuhan minus pada pos pendapatan.
Masalah yang dihadapi tahun lalu adalah kebijakan registrasi kartu SIM. Kebijakan ini membatasi penggunaan SIM Card baru sehingga menekan pendapatan perusahaan dari pelanggan baru.
TLKM membukukan laba bersih semester I-2019 sebesar Rp 11 triliun. Kenaikan laba ini mencapai 23,6% dibandingkan periode sama tahun lalu. Selanjutnya EXCL yang mampu mencetak laba Rp 282,7 miliar setelah tahun sebelumnya harus merugi Rp 81,7 miliar.
Sementara itu, ISAT masih harus mencatatkan kerugian pada semester pertama tahun ini. Tapi, kerugian ini menurun dibandingkan periode sama tahun lalu. Pada semester I 2019, ISAT membukukan rugi tahun berjalan Rp 331,8 miliar, sedangkan tahun lalu Rp 693,7 miliar.
Membaiknya kinerja keuangan emiten telekomunikasi terkait dengan peningkatan pendapatan pada pos data dan internet. Secara umum, porsi pendapatan data lebih dari 50% dibandingkan total pendapatan seluler. Bahkan, XL dan Indosat menyentuh angka di atas 80%.
Pos pendapatan yang tumbuh paling tinggi adalah langganan data dan kuota internet. TLKM –yang direpresentasikan oleh anak usahanya yakni Telkomsel-- dan EXCL masing-masing membukukan peningkatan 33,1% dan 30,7%. Sedangkan pertumbuhan ISAT lebih rendah yakni 22,8%.
Pertumbuhan pendapatan data merupakan yang tertinggi dibandingkan pos lainnya. Di sisi lain, pendapatan non-data seperti telepon dan SMS menurun hingga lebih dari 20% di seluruh perusahaan.
Meski secara umum diterpa sentimen negatif akibat kebijakan registrasi SIM pada tahun lalu, penggunaan data seluler menjadi komoditas yang tetap konsisten dan cenderung tidak terpengaruh. Sejak akhir tahun lalu, konsumsi data seluler dari setiap operator terus meningkat.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh RHB Sekuritas, Telkomsel memimpin di bisnis data seluler. Data selama kuartal-II 2019, penggunaan data seluler dengan jaringan Telkomsel mencapai 1,6 juta TeraByte (TB).
Angka ini jauh mengungguli para pesaingnya yakni XL dan Indosat, yang masing-masing 820 ribu TB dan 755 ribu TB. Jika ditarik lebih jauh, penggunaan data terus meningkat setidaknya sejak 2017 dan pertumbuhan Telkomsel juga tercatat tercepat dibandingkan pesaingnya.
Penggunaan data seluler ini juga sejalan dengan jumlah pengguna dari masing-masing operator. Pada kuartal-II 2019, Telkomsel unggul dengan 168 juta pengguna, sedangkan pengguna XL dan Indosat, tak sampai setengahnya hanya sebanyak 57 juta pengguna.
Namun, jumlah pengguna ini menurun dibandingkan periode sama tahun-tahun sebelumnya. Lagi-lagi, ini merupakan hasil dari penertiban SIM Card yang mengharuskan pengguna terdaftar dengan KTP dan Kartu Keluarga.
Telkomsel mampu mengungguli pesaingnya karena perusahaan ekspansif mengakuisisi pengguna yang berada di luar Jawa. Sedangkan kedua pesaingnya masih befokus pada kota-kota di Jawa dan sebagian kota besar di luar Jawa.
Namun, banyaknya pengguna dan besarnya konsumsi data seluler di Telkomsel tak sejalan dengan loyalitas pengguna. Jika dilihat konsumsi data per pengguna, justru XL dan Indosat lebih tinggi dibandingkan Telkomsel. Pada kuartal-II 2019, setiap pengguna XL dan Indosat rata-rata menghabiskan 4,9 Gb dan 4,6 Gb. Sedangkan pengguna Telkomsel hanya 3,2 Gb.
Artinya, dengan jumlah pengguna lebih sedikit, pengguna XL dan Indosat sebenarnya lebih banyak menggunakan layanan internet dari operator tersebut.
Konsumsi data yang besar dari setiap pengguna membuat rata-rata pendapatan per pengguna juga tinggi. XL masih memimpin dengan pendapatan Rp 27 ribu per pengguna, menyusul di belakangnya Telkomsel sebesar Rp 24,8 ribu dan Indosat Rp 23,3 ribu per pengguna.
Meski konsumsi data per pengguna di Telkomsel tercatat minim, pendapatan ini ditopang oleh harga Telkomsel yang juga lebih tinggi dibandingkan dua pesaingnya.
Data terakhir pada Mei 2019, rata-rata harga paket data yang ditawarkan Telkomsel relatif lebih tinggi yakni Rp 11,5 ribu per GB. Sedangkan XL dan Indosat rata-rata harga paket datanya Rp 9,8 ribu per GB.
Sejak akhir tahun lalu, rata-rata harga paket data internet yang ditawarkan relatif stabil. Bahkan, Indosat menurunkan harganya dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Skema harga yang ditawarkan berbeda-beda setiap operator, umumnya mereka menawarkan harga yang berbeda pada setiap paketnya. Dimulai dari paket 1-5 GB, 5-10 GB, 10-15GB, dan di atas 15 GB.
Semakin besar jumlah data yang dibeli, semakin murah harga yang ditawarkan. Penurunan harga pada setiap paket ini disesuaikan dengan strategi masing-masing operator.
Persoalan harga ini menjadi sangat penting mengingat hal ini menjadi salah satu alasan utama pengguna dalam memilih operator. Promosi dan bonus-bonus lain juga ditawarkan demi mengakuisisi pengguna menjadi pelanggan tetap.
Meski begitu, selain skema harga yang ditawarkan, hal lain yang menjadi pertimbangan konsumen adalah kualitas jaringan yang dihasilkan.
Jika menggunakan acuan 4G sebagai teknologi paling mutakhir yang ditawarkan di Indonesia, Telkomsel kembali unggul jauh dibanding para pesaingnya. Data terakhir menunjukkan, 46% Base Transceiver Station (BTS) yang dimiliki Telkomsel sudah memancarkan sinyal 4G. Di sisi lain, BTS 4G milik XL dan Indosat masih di bawah 30%.
Secara umum, semua operator berlomba-lomba meningkatkan kualitas dengan memperbanyak menara BTS 4G. Langkah besar Telkomsel terlihat pada kuartal-IV 2018 yang menaikkan porsi BTS 4G mereka dari 27% menjadi 42%. Hal ini yang tidak diikuti oleh para pesaing di belakangnya.
Manisnya bisnis telekomunikasi bukan tanpa tantangan. Tahun 2019, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membuat terobosan untuk menekan ponsel ilegal (black market). Nantinya, pemerintah bakal memberlakukan aturan tentang International Mobile Equipment Identity (IMEI).
Pemerintah berencana menerbitkan aturan IMEI pada Agustus 2019. Adapun berdasarkan data sementara Kemenperin, sejak 2016 terdapat 1,6 miliar IMEI yang beredar di Indonesia dari produk ponsel hingga tablet.
Nomor IMEI akan dipasangkan dengan nomor mobile subscriber integrated services digital network number (MSISDN) yang terdapat pada kartu ponsel (SIM card). Ke depan, ponsel dengan nomor IMEI ilegal bisa diblokir dari layanan seluruh operator di Indonesia. Dengan begitu, ponsel tersebut tidak bisa digunakan meskipun sudah berganti kartu telepon.
Di sisi lain, investasi untuk pemblokiran akses seluler dibebankan pada masing-masing operator. Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Indonesia (ATSI) memprediksi biaya investasi yang harus dikeluarkan dalam membangun sistem untuk pemblokiran International Mobile Equipment Identity (IMEI) mencapai Rp 200 miliar per operator.
Nantinya, sistem yang bernama Equipment Identity Registration (EIR) itu memungkinkan operator untuk mengontrol akses ke jaringan seluler dalam mencegah pencurian maupun penipuan telepon seluler (ponsel).
Operator perlu membuat sistem tambahan untuk urusan blokir dan membuka blokir tersebut melalui sistem EIR. Apabila IMEI ponsel tidak terdaftar, maka layanan seluler untuk perangkat tersebut akan diblokir.
Jika melihat kinerja keuangan dari masing-masing emiten, hanya TLKM yang memiliki laba bersih di atas Rp 200 miliar. EXCL juga mencetak laba, namun hanya sebesar Rp 226,6 miliar di kuartal II 2019. Terakhir, ISAT masih merugi di 2019. Alhasil, EXCL dan ISAT menjadi operator yang memiliki beban lebih besar dalam implementasi kebijakan IMEI ini.
Ketua ATSI Ririek Adriansyah berharap regulasi ini tidak merugikan operator. Karena itu, ia meminta pemerintah mengkaji dampak dari aturan IMEI secara komprehensif. “Itu (investasi alat untuk memblokir IMEI) juga harus dilihat, karena jangan sampai membebani industri (telekomunikasi) secara berlebihan," kata Ririek.
***