Gubernur BI: Kebijakan The Fed, Rupiah Masih Akan Melemah
KATADATA ? Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan rupiah kembali melemah ke level Rp 12.000 dikarenakan kebijakan normalisasi dari Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed). Selain itu kondisi neraca transaksi berjalan yang defisit juga menjadi penyebab melemahnya rupiah.
"Selama neraca transaksi berjalan masih defisit, jangan harap rupiah menguat," ujar Agus di BI, Kamis (30/10).
The Fed mengumumkan mengakhiri program quantitative easing (QE) atau program stimulus melalui pembelian obligasi bulanan. The Fed juga mempertimbangkan kenaikan suku bunga setelah mengakhiri program QE. (Baca: The Fed Hentikan Program Quantitative Easing)
Agus mengatakan dengan kebijakan Bank Sentral AS itu akan membuat dolar akan kembali ke negeri asalnya sehingga pasokan dolar mengetat. BI bertekad menjaga fluktuasi rupiah tak sampai 10 persen. Angka itu lebih kecil dibading volatilitas di Brazil dan Afrika Selatan sebesar 15 persen.
Pada hari ini rupiah melemah 36 poin di pasar spot, ke level Rp 12.118 per dolar AS. Menurut kurs tengah BI, rupiah berasa di kisaran Rp 12.165 per dolar AS, melemah tipis 2 poin dibanding hari sebelumnya.
Perbaikan neraca transaksi berjalan akan terjadi jika pemerintah melakukan reformasi struktural. Salah satunya adalah mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) dengan menaikkan harga BBM.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, pasar akan menanggapi positif upaya pemerintah untuk mengurangi beban anggaran. Dengan menaikkan harga BBM, risiko investasi Indonesia menjadi berkurang karena ada penyehatan dari sisi fiskal. Defisit transaksi berjalan akan membaik. Hal itu akan membuat rupiah menguat.
"Yang penting ada sinyal dari kebijakan pemerintah. Karena itu akan membuat nilai tukar rupiah menguat," kata Perry.