Pengadilan Pajak Tolak Banding Dua Anak Perusahaan Asian Agri
KATADATA ? Pengadilan pajak memutuskan usulan banding dua anak perusahaan Asian Agri Group (AAG) tidak dapat diterima. Dua perusahaan tersebut adalah PT Rigunas Agri Utama dan PT Raja Garuda Mas Sejati.
Mejelis hakim XV A dan XV B pengadilan pajak menilai sengketa pajak antara AAG dan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, tidak termasuk dalam wilayah peradilan tata usaha negara. Sehingga pengadilan pajak tidak berwewenang mengadili sengketa tersebut. (Baca: Banding yang Diajukan Asian Agri Dinilai Cacat Hukum)
"Majelis memutuskan usulan banding PT Rigunas Agri Utama tidak dapat diterima," tutur Hakim Ketua Didi Hardiman, Majelis XV A, dalam Sidang Pengucapan Putusan di Pengadilan Pajak, Jakarta, Rabu (5/11). Putusan serupa dibacakan juga oleh Hakim Ketua Tonggo Aritonang, Majelis XV B, terhadap usulan banding PT Raja Garuda Mas.
Selain itu, permohonan banding kedua perusahaan tidak memiliki dasar hukum. Permohonan banding tersebut tidak memenuhi ketentuan formal, seperti yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan UU Pengadilan Pajak.
Sehingga pengadilan merasa pemeriksaan ketentuan formal terkait surat banding, surat keberatan, surat keputusan keberatan, surat ketetapan pajak kurang bayar, serta materi sengketa tidak perlu dilakukan lebih lanjut.
Meski demikian, kedua majelis tidak memutuskan secara sempurna penolakan banding tersebut. Salah satu hakim anggota memiliki pendapat berbeda terhadap usulan banding kedua perusahaan. (Baca: Adu Dalil Asian Agri dan Ditjen Pajak)
Hakim Anggota Djangkung Sudjarwadi menilai usulan banding AAG mempunyai dasar hukum dan telah memenuhi ketentuan formal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Menurut dia, berdasarkan pasal 9 a UU Peradilan Tata Usaha Negara pengadilan pajak termasuk dalam lingkungan peradilan tata usaha negara. Sehingga UU Pengadilan Pajak merupakan lex specialis sedangkan UU Tata Usaha Negara adalah lex generalis. (Baca: Pertaruhan Akhir Kasus Asian Agri)
"Kalau ada aturan yang belum cukup atau tidak diatur dalam Undang-Undang Pengadilan Pajak maka bisa gunakan Undang-Undang Pengadilan tata usaha negara," ujarnya.
Dengan putusan ini, kedua anak usaha Asian Agri tersebut harus menyetor pajak sebesar Rp 78,5 miliar ke negara. Rinciannya terdiri dari Rigunas Agri senilai Rp 60 miliar, dan Raja Garuda Mas Rp 15,8 miliar. (Baca: Saksi Ahli: Ditjen Pajak Berhak Tagih Utang Asian Agri)
Setelah putusan dua perusahaan ini, pengadilan pajak masih harus mengeluarkan putusan permohonan banding bagi 12 perusahaan AAG lainnya. (Baca: Pengadilan Pajak Selesaikan Sidang Banding 9 Perusahaan AAG)