Dua Alasan Moody"s Pertahankan Peringkat Layak Investasi Indonesia
KATADATA - Lembaga pemeringkat internasional masih mengakui kekuatan perekonomian Indonesia di tengah ancaman terus melorotnya harga komoditas dan minyak dunia serta perlambatan ekonomi global. Buktinya, Moody’s Investors Service kembali menegaskan peringkat Indonesia pada level layak investasi (investment grade) dengan berdasarkan pada dua faktor kunci.
Dalam siaran persnya, Kamis ini (28/1), Vice President-Senior Analyst Sovereign Risk Group Moody's di Singapura, Christian de Guzman menyatakan, Moody’s menegaskan kembali peringkat kredit atau sovereign credit Indonesia pada Baa3 dengan prospek stabil. Ini merupakan derajad (notch) terendah level investment grade yang sudah disematkan Moody’s sejak 18 Januari 2012.
Ia menyebut ada dua faktor kunci yang mendasari keputusan Moody’s tersebut. Pertama, kemampuan mengelola keuangan pemerintah yang kuat di tengah peningkatan defisit fiskal. Kedua, respons pemerintah sebagai pembuat kebijakan yang efektif dalam mengelola risiko penurunan harga komoditas dan pelemahan pertumbuhan ekonomi. Dengan begitu, menjamin keamanan posisi pembayaran utang luar negeri Indonesia dalam jangka panjang.
Selain itu, prospek stabil mencerminkan tetap kuatnya ketahanan Indonesia terhadap tekanan eksternal yang bersumber dari penurunan harga komoditas dan volatilitas pasar keuangan internasional. Meskipun tekanan eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi masih berlangsung, perekonomian Indonesia tetap tumbuh lebih baik dibandingkan negara-negara lain dengan peringkat yang sama.
(Baca: Gubernur BI: Utang Luar Negeri Naik karena Ekonomi Menggeliat)
Secara lebih rinci, Moody’s melihat neraca keuangan pemerintah cukup kuat dengan mengacu pada rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun 2015 sebesar 26,8 persen. Rasio ini lebih rendah dari batasan level peringkat Baa versi Moody’s sebesar 43,8 persen. Sejak mencapai rasio utang 23 persen terhadap PDB pada tahun 2012, utang pemerintah memang naik 4 persen lantaran melebarnya defisit anggaran pada 2015 sebesar 2,8 persen terhadap PDB. Meski begitu, Moody's menilai pemerintah mampu menjaga defisit anggaran di bawah 3 persen, tingkat utang yang rendah dan mengendalikan pengeluaran lewat pencabutan subsidi harga energi.
Di sisi lain, pemangku kebijakan mampu merespons secara baik terhadap risiko turbulensi pasar keuangan dan volatilitas pasar global. Di tengah perlambatan ekonomi, pemerintah memperketat impor sehingga berhasil memperkecil defisit transaksi berjalan menjadi di bawah 2 persen dari PDB sejak kuartal III-2015. Padahal, pada pertengahan 2013, defisit transaksi berjalan masih sebesar 4 persen.
(Baca: BI Perkirakan Rupiah Menguat Mulai Pertengahan 2016)
Di saat yang sama, Bank Indonesia (BI) berhasil menjaga mata uang rupiah dengan bermodalkan cadangan devisa sebesar US$ 105,9 miliar pada akhir 2015. Ini lebih tinggi dari cadangan devisa pada Agustus 2013 sebesar US$ 93 miliar. Selain itu, memperbarui kapasitas bilateral swap arrangement dengan bank sentral negara lain demi menjaga rupiah.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menilai, penegasan peringkat oleh Moody's ini merupakan pengakuan terhadap kekuatan perekonomian Indonesia dalam menghadapi penurunan perekonomian dan volatilitas keuangan global. “Keseimbangan antara kebijakan moneter dan fiskal serta reformasi struktural yang berkelanjutan menjadi kunci keberhasilan untuk mencapai pertumbuhan yang lebih berkualitas,” katanya, dalam siaran pers BI.
Ke depan, ada sejumlah kondisi yang memungkinkan Moody’s mengerek lebih tinggi peringkat Indonesia. Pertama, peningkatan pendapatan pemerintah yang didorong oleh diversifikasi sumber pendapatan. Kedua, menyempitnya defisit transaksi berjalan dan inflasi. Ketiga, kemajuan menangani infrastruktur dan kemacetan peraturan. Keempat, pendalaman modal lokal danpasar surat utang sehingga mengurangi ketergantungan pemerintah pada pinjaman luar negeri.
(Baca: Ada 4 Stimulus, Ekonomi 2016 Diperkirakan Bisa Tumbuh 5,2 Persen)
Selain dari Moody’s, Indonesia juga sudah menyandang peringkat layak investasi dari Fitch Ratings. Awal Janauri 2012, lembaga pemeringkat internasional ini menyematkan peringkat BBB- dengan prospek stabil kepada Indonesia. Ini merupakan peringkat layak investasi pertama Indonesia dari Fitch dalam kurun 14 tahun terakhir.
Namun, hingga saat ini, Standard & Poor’s (S&P) masih menempatkan Indonesia di bawah level layak investasi dengan peringkat BB+. Pada Mei tahun lalu, lembaga pemeringkat ini sebenarnya telah mendongkrak prospek peringkat Indonesia dari "Stabil" menjadi "Positif". Dengan begitu, terbuka kemungkinan bagi S&P menaikkan peringkat tersebut ke level layak investasi dalam 12 bulan ke depan sejak Mei 2015.