Aksi 'Perantara 8' Rolls-Royce yang Diduga Suap Petinggi Garuda

Maria Yuniar Ardhiati
21 Januari 2017, 12:00
Emirsyah Garuda
ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris David Cameron menyaksikan penandatanganan kerja sama pembelian pesawat Airbus oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar di Istana Merdeka, Jakarta, 11 April 2012.

Penetapan status tersangka mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dalam kasus dugaan korupsi pembelian mesin pesawat Airbus A330, Kamis (19/1) lalu, melibatkan badan antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO). Dalam investigasinya, SFO menemukan praktik suap oleh produsen mesin dan otomotif asal Inggris, Rolls-Royce, terhadap para petinggi Garuda melalui perantara orang-orang penting di Pemerintah Indonesia sejak Orde Baru hingga tahun 2012.

Hasil investigasi itu dituangkan SFO dalam dokumen fakta setebal 53 halaman di situs resminya, Selasa (17/1) lalu. Selain di Indonesia, praktik suap tersebut dilakukan Rolls-Royce di enam negara lain. “Praktik pelanggaran hukum ini berlangsung di tujuh yurisdiksi yang melibatkan tiga sektor bisnis,” tulis SFO dalam situsnya.

Advertisement

Di Indonesia, salah satunya di sektor penerbangan komersial. Pada periode 1980-an hingga 1990-an, Rolls-Royce menggunakan seorang perantara, yang disebut SFO sebagai Perantara 1, demi melapangkan jalannya menjual mesin untuk pesawat-pesawat pesanan Garuda.

Perantara ini memiliki kedekatan dengan lingkungan Presiden Indonesia dan petinggi militer pada zaman Orde Baru. Setelah Orde Baru tumbang dan Presiden Soeharto lengser, Rolls-Royce tetap menjalankan praktik suap selama periode 1999 hingga 2012. (Baca: Kasus Emirsyah, Puncak Gunung Es Praktik Suap Rolls-Royce)

Tapi, perusahaan ini menunjuk perantara lain, yang disebut SFO sebagai "Perantara 8", untuk melicinkan bisnisnya di Indonesia. Dengan begitu, Rolls-Royce dapat terus menjual mesin Trent 700 untuk pesawat A330 Garuda. Alhasil, pada Oktober 2008, Rolls-Royce menandatangani kontrak dengan Garuda untuk pengadaan mesin Trent 700.

Emirsyah Garuda
Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar memberi penjelasan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono saat mencoba fasilitas pesawat baru Airbus A330-200 di Bandara Soekarno Hatta, Banten, 23 Juli 2009. ( ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Kontrak bisnis itu diraih setelah Perantara 8 mampu menjalin kedekatan dengan sejumlah pegawai senior Garuda. Mereka sudah menempati posisi senior di berbagai divisi, termasuk pada level direksi, sehingga merupakan pembuat kebijakan di Garuda sejak pertengahan 2007. Kala itu, Emirsyah sudah menjadi Direktur Utama Garuda sejak tahun 2005.

Berkat kesuksesannya menautkan hubungan Rolls-Royce dengan para petinggi Garuda tersebut, Perantara 8 melalui perusahaannya (Perantara 8 Perusahaan B) mengajukan pembaruan kontrak kesepakatan jasa penasihat perdagangan atau Commercial Adviser Agreement (CAA).

Kontrak ini sebelumnya mengatur penjualan suku cadang Trent 700 kepada Garuda. Namun, kontraknya direvisi pada tahun 2008, dengan memasukkan poin-poin mengenai komisi atas kontrak perawatan mesin atau Total Care Agreement (TCA) yang sudah dimenangkan.

Pada 8 September 2008, Rolls-Royce memutuskan memberikan komisi sebesar 2,6 persen dari nilai kontrak TCA, yang ditandatangani pada 29 Oktober 2008. Selanjutnya, pada 16 Januari 2009, Rolls-Royce membayarkan US$ 1,23 juta kepada Perantara 8.

Seorang pegawai Rolls-Royce kemudian melakukan pertemuan dengan Perantara 8 di Indonesia.  Dalam pertemuan ini, Perantara 8 meminta tambahan komisi sebesar US$ 500 ribu untuk kontrak TCA. “Saya harus mengurus orang-orang ini, seperti dalam kontrak TCA terdahulu. Saya harus memberikan uang muka juga untuk mereka,” kata Perantara 8.

(Baca: Soetikno Soedarjo di Antara Kasus Emirsyah dan Offshore Leaks)

Setelah menerima lebih dari US$ 1,2 juta untuk kontrak TCA pertama, serta tambahan US$ 500 ribu pada 24 Juni 2009, Perantara 8 mentransfer US$ 500 ribu ke rekening salah satu perusahaan miliknya. Dari rekening inilah kemudian pembayaran komisi dilakukan untuk seorang pegawai senior Garuda.

Meski seorang pegawai Rolls-Royce menyebut pembayaran tersebut tidak etis, praktik itu tetap dijalankan perusahaan untuk menjaga kelangsungan usahanya. Bahkan, sekitar Agustus 2009, seorang pegawai Rolls-Royce meminta kepada Perantara 8 agar membayarkan komisi sebesar US$ 500 ribu untuk mengamankan kontrak pembelian mesin untuk enam pesawat baru A330 yang dipesan Garuda.

Perantara 8 menyetujuinya. Kontrak CAA pun diteken Rolls-Royce dengan perusahaan milik Perantara 8 (Perantara 8 Perusahaan C) pada 1 November 2009.  Perusahaan ini terdaftar di Singapura, tapi beroperasi di Indonesia. Dana sebesar US$ 200 ribu kemudian ditransfer ke rekening di Singapura.

Emirsyah Garuda
Emirsyah Garuda (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

Selama rentang tahun 2009-2011, Garuda menandatangani beberapa kontrak TCA untuk delapan pesawat yang disewa. Pada 23 Juli 2010, uang muka sebesar US$ 293.910 diberikan kepada Perantara 8.

Pada 11 Oktober 2010, uang sebesar US$ 100 ribu ditransfer dari rekening perusahaan Perantara 8 ke rekening dengan nama seorang pegawai senior Garuda. Empat hari berselang, US$ 10 ribu dibayarkan ke rekening yang sama.

Kontrak CAA dengan Perantara 8 berakhir pada 31 Oktober 2010. Perpanjangan kontraknya ditunda karena Departemen Kepatuhan Rolls-Royce mengkategorikan Perantara 8 berisiko tinggi. Namun, belakangan, pegawai senior Rolls-Royce menyetujui perpanjangan kontrak dengan Perantara 8 tersebut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement