Penjualan Retail Agustus Diperkirakan Membaik Tapi Masih Terkontraksi
Survei Bank Indonesia memperkirakan penjualan retail pada Agustus membaik dibandingkan bulan sebelumnya tetapi masih terkontraksi 0,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penjualan retail anjlok pada Juli akibat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dan level 4 yang membatasi aktivitas ekonomi.
Perbaikan penjualan retail pada Agustus diperkirakan terjadi pada mayoritas kelompok. Penguatan terutama pada penjualan suku cadang dan aksesoris serta bahan bakar kendaraan bermotor, masing-masing tumbuh 24,9% dan 13,4% secara mtm, membaik dari bulan Juli yang terkontraksi dalam.
"Responden menyampaikan peningkatan tersebut diindikasikan sejalan dengan aktivitas yang mulai meningkat seiring dengan pelonggaran PPKM di beberapa wilayah," demikian tertulis dalam Survei Penjualan Eceran yang dirilis BI, Kamis (9/9).
Kelompok makanan, minuman dan tembakau diperkirakan masuk ke zona pertumbuhan positif pada periode Agustus. IPR kelompok ini diperkirakan tumbuh 2,6%, setelah terkontraksi sepanjang Juni dan Juli.
Ekspektasi adanya perbaikan penjualan retail pada Agustus sejalan dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menilai aktivitas konsumsi mulai berbalik membaik bulan lalu. Klaim ini didasarkan pada bukti mulai meningkatnya mobilitas masyarakat di tengah penurunan level PPKM di sejumlah wilayah.
"Kami melihat pada Agustus ini terjadi lagi pembalikan arah. Mobilitas masyarakat mulai meningkat dan mendorong aktivitas konsumsi," ujar Sri Mulyani dalam Kongres ISEI XXI, Selasa (31/8).
Badan Pusat Statistik melaporkan mobilitas masyarakat di berbagai tempat di luar rumah pada Agustus 2021 mulai meningkat. Hasil pemantauan BPS melalui Google Mobility sepanjang 1-26 Agustus menunjukkan, mobilitas di tempat perdagangan ritel dan rekreasi masih turun 13,2% dari tahun lalu, tetapi lebih kecil dari penurunan pada Juli yang mencapai 20%. Begitupun mobilitas di tempat belanja kebutuhan sehari-hari pada Agustus naik 15,3%, lebih tinggi dari kenaikan bulan sebelumnya 12,6%.
Survei BI menunjukkan kinerja penjualan eceran pada Juli 2021 terkontraksi cukup dalam akibat peberapan PPKM Darurat dan PPKM Level 4 sepanjang bulan tersebut. Lesunya penjualan retail terindikasi dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2021 yang terkontraksi 5% secara month-to-month (mtm), turun dari 198,5 menjadi 188,5. Namun, kontraksi pada Juli sebenarnya lebih baik dibandingkan kontraksi dalam bulan sebelumnya 12,8%.
Perbaikan terutama bersumber dari kelompok makanan, minuman dan tembakau. Responden menyampaikan permintaan untuk kelompok ini masih cukup baik didukung berbagai strategi seperti penjualan secara online dan pesan antar yang meningkat di tengah kebijakan pembatasan mobilitas.
Penjualan kelompok makanan, minuman dan tembakau menjadi satu-satunya komponen yang mengalami perbaikan. IPR kelompok ini pada Juli 2021 terkontraksi 0,2% secara mtm, lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya kontraksi dalam 15,7%.
Beberapa kelompok mencatatkan penjualan yang terkontraksi bulan Juli setelah bulan sebelumnya masih berhasil tumbuh positif. Ini diantaranya, penjualan bahan bakar kendaraan bermotor terkontraksi 22%, dari bulan sebelumnya masih mencatatkan pertumbuhan positif 9,9%. Begitu juga kelompok budaya dan rekreasi, terkontraski 2,7% dari pertumbuhan positif 0,6% pada bulan Juni.
Kemudian, jenis barang lainnya juga mengalami kontraksi yang semakin dalam setelah bulan sebelumnya tercatat tumbuh negatif. Penjualan suku cadang dan aksesoris anjlok dari kontraksi 1,5% menjadi 24,7%. Peralatan informasi dan komunikasi juga melambat dari kontraksi 0,5% menjadi 10,2%.
Selanjutnya, penjualan perlengkapan rumah tangga lainnya juga semakin terpuruk, dari kontraksi 0,8% menjadi 19,5%. Penjualan subkelompok sandang mengalami kontraksi 34,2% dari bulan sebelumnya 16,6%. Serta barang lainnya yang berubah dari kontraski 19,9% menjadi 28%.
Secara spasial, Jakarta dan Banjarmasin tampaknya paling terdampak pemberlakukan PPKM Darurat, ini terindikasi dari penjualan eceran yang melambat. Pada Juli 202, IPR Jakarta terkontraksi 11,3%, jatuh dari kontraksi 2,7% bulan sebelumnya. Begitu juga Banjarmasin yang anjlok dari kontraksi 8,9% menjadi 23,2%.
Sementara, beberapa kota lain seperti Surabaya, Medan dan Semarang menunjukkan perbaikan. Nilai IPR ketiga kota tersebut masing-masing terkontraksi 2,1%, 2,3% dan 19,9%. Capaian itu lebih baik dari kontraksi bulan sebelumnya 15,6%, 3,2% dan 26,8%.