Lonjakan Kasus Covid-19 di Sejumlah Negara Ancam Pasokan Vaksin ke RI
Kasus Covid-19 yang melonjak di beberapa negara membuat pasokan vaksin ke Indonesia terancam. Ini lantaran negara produsen seperti India, memerlukan vaksin untuk memutus rantai penularan penyakit tersebut.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa India ingin mengalokasikan vaksinnya untuk kebutuhan domestik. Keputusan diambil saat Negeri Bollywood itu mengalami peningkatan kasus virus corona.
"Mulai terjadi embargo vaksin. Ini bisa mengganggu kedatangan vaksin beberapa bulan ke depan," kata Budi di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (26/3).
Untuk itu, pemerintah akan melanjutkan vaksinasi secara hati-hati agar bisa berjalan tanpa ada kekosongan stok. Namun Budi memperkirakan pasokan vaksin akan bertambah mulai April, sehingga total suntikan yang bisa dilakukan mencapai 15 juta dosis per bulan.
Sebelumnya produsen vaksin terbesar di India, Serum Institute of India (SII) telah menunda pengiriman serum kekebalan merek AstraZeneca ke Inggris, Brasil, Arab Saudi, dan Maroko dalam beberapa hari terakhir.
Otoritas setempat beralasan, peningkatan kasus akan berdampak pada kenaikan permintaan vaksin dalam beberapa minggu mendatang. Pada Rabu (24/3) tercatat kenaikan kasus harian di India menjadi yang tertinggi pada tahun ini, yaitu lebih dari 47 ribu kasus baru dan 275 kematian.
"(Penangguhan ekspor) adalah tindakan sementara. Permintaan domestik harus didahulukan," kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri India pada Kamis (25/3) dikutip dari BBC.
Langkah tersebut diperkirakan bakal mempengaruhi pasokan vaksin di berbagai negara hingga akhir April. Sekitar 190 negara di bawah skema Covax kemungkinan besar akan terpengaruh. Adapun, India telah mengekspor lebih dari 60 juta dosis vaksin ke 76 negara, sebagian besar vaksin merek AstraZeneca.
Tak hanya India, Uni Eropa juga sempat mengencangkan ekspor vaksin AstraZeneca ke luar wilayah tersebut. Ini lantaran beberapa negara di sana mulai mengalami gelombang tiga Covid-19.
Bukan tanpa sebab, perusahaan Inggris-Swedia tersebut hanya menyanggupi pengiriman 100 juta dosis dari total 300 juta dosis vaksin yang akan dikirim ke negara Uni Eropa hingga akhir Juni.
“Perusahaan harus menghormati kontrak yang dimilikinya dengan negara-negara anggota Eropa, sebelum dapat mengekspor vaksin lagi,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen Kamis (25/3) dikutip dari Reuters.