Luhut: Uni Emirat Arab Tertarik Investasi di Ibu Kota Baru dan Aceh

Dokumentasi Sekretariat Kabinet
Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed bin Zayed. Luhut menyebut kesepakatan yang ditandatangani antara Indonesia dan Uni Emirat Arab dari kunjungan Presiden Jokowi pada 11-13 Januari 2020 merupakan yang terbesar dan tercepat sepanjang sejarah Indonesia.
Penulis: Agustiyanti
13/1/2020, 10.36 WIB

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut kesepakatan investasi dengan Uni Emirat Arab merupakan terbesar dan tercepat sepanjang sejarah Indonesia. Luhut menyebut Uni Emirat Arab antara lain tertarik untuk berinvestasi di Ibu Kota Baru dan mengembangkan pariwisata di Aceh.

Dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed, Uni Emirat Arab sepakat untuk berinvestasi pada proyek senilai US$ 22,98 miliar atau sekitar Rp 315 triliun.

"Ini adalah deal terbesar mungkin dalam sejarah Indonesia yang disepakati, yaitu dengan Uni Emirat Arab. Hanya dalam waktu enam bulan," ujar Luhut dalam keterangan resmi yang diterima katadata.co.id, Senin (13/1).

Luhut menjelaskan, UEA akan mendanai sejumlah proyek Indonesia bersama dengan Softbank dan lembaga pembiayaan AS, International Development Finance Corporation atau IDFC. Ia juga membuka kemungkinan terdapat pihak lain yang akan berpartisipasi. Adapun lembaga penampung dana investasi ini tengah difinalisasi oleh Menteri BUMN Erick Thohir.

"Pak Erick bersama mereka akan membicarakan hal yang menyangkut hukumnya agar lebih matang lagi. Indonesia tetap yang menjadi leader dalam SWF ini," jelas dia.

(Baca: Kunjungi Abu Dhabi, Jokowi Borong 16 Komitmen Investasi Rp 319 Triliun)

Ia melanjutkan, melalui Sovereign Wealth Fund tersebut, UEA juga berminat berinvestasi dalam pembangunan Ibu Kota Baru di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Presiden Jokowi, menurut Luhut, bahkan meminta agar Pangeran Sheikh Mohammed Bin Zayed menjadi Dewan Pengarah di pembangunan Ibu Kota Baru itu.

Selain itu, UEA juga ingin berminat berinvestasi dalam pembangunan di Aceh. "Pekan depan pihak UEA dan pemerintah provinsi akan membicarakan ini, alasan mereka ingin berinvestasi di Aceh karena jarak terbang dari Abu Dhabi kira-kira hanya 5 jam," terang dia.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan, kerja sama ini berawal dari pertemuan antara Sheikh Mohamed bin Zayed dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada bulan Juli lalu. Kerja sama tersebut dilakukan antar-pemerintah dan business to business, di berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan, pendidikan agama, investasi, dan lain-lain. 

"Kerja sama ekonomi Indonesia-UEA dilakukan dalam proyek senilai US$ 22,89 miliar. Partisipasi UEA di dalamnya sebesar 33% yang bernilai US$ 6,8 miliar, antara lain terdiri dari lima proyek goverment to goverment dan 11 proyek business to business," terang Retno.

(Baca: Video: 5 Proyek Investasi Besar dari UEA Menanti Jokowi)

Jokowi dan Sheikh Mohamed bin Zayed dalam pertemuan di Uni Emirat Arab juga meneken 16 kesepakatan kerja sama tersebut. Salah satu proyek yang disepakati adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS Terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat dengan nilai investasi Rp 1,8 triliun

"Investor pembangkit ini adalah Masdara perusahaan energi baru terbarukan terbesar di kawasan teluk. Kepala BKPM mengatakan pemerintah akan mempercepat perizinan investasi ke depan, apalagi terkait dengan pengembangan EBT," ujar Direktur Promosi Sektoral BKPM Imam Soejoedi dalam keterangan resmi.

Masdar merupakan perusahaan energi baru terbarukan atau EBT berbasis di Abu Dhabi, UEA. Masdar akan bermitra dengan cucu usaha PT PLN yakni PJB dalam membangun PLTS Terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat. Pembangkit ini akan menjadi PLTS terbesar di Asia Tenggara.