Budidaya ikan gabus di Kabupaten Siak dapat menjadi percontohan bagaimana kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan. Masyarakat Desa Buantan Besar dan Dayun melakukan praktik budidaya di wilayah lahan gambut.
Upaya ini membuat lahan gambut tetap basah, sehingga memperkecil potensi kebakaran lahan akibat kekeringan, di sisi lain memberi kesempatan masyarakat mendapat sumber penghasilan baru.
“Itu yang kita harapkan bagaimana masyarakat itu bisa memiliki pemikiran, mereka berbudidaya ikan gabus di lahan gambut sehingga gambutnya terjaga, tetap basah, tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dan ada pendapatan baru untuk masyarakat, jadi tidak terfokus mesti menanam sawit saja,” terang Asisten 1 Setda Siak Budhi Yuwono, dalam webinar The Road to COP26, Senin (25/10/2021).
Dalam sesi diskusi virtual bertajuk ‘Peatland Conservation Through Sustainable Fisheries’, yang diselenggarakan Katadata tersebut, Budhi menyampaikan inisiatif ini awalnya muncul akibat keresahan masyarakat terhadap karhutla yang datang setiap tahunnya.
Pemerintah Kabupaten Siak awalnya coba melakukan penanganan dengan rajin melakukan pemadaman karhutla yang terus berulang sejak tahun 1990-an. Mereka lantas menganalisis sebab kebakaran dan mendapatkan, lahan gambut kering akibat ditanami kelapa sawit menjadi akar masalah yang perlu mereka selesaikan.
Beragam inovasi seperti paludikultur atau pemanfaatan lahan rawa dan gambut yang dibasahi kembali secara produktif sudah sempat diterapkan sampai akhirnya sampai pada solusi lewat budidaya ikan gabus.
“Ikan gabus ini adanya di rawa-rawa gambut. Jadi kita melihat adanya potensi ikan gabus terhadap ekonomi, lewat ekstrak albumin dan lain sebagianya,” cerita Budhi.
Besarnya potensi dari ikan gabus sebagai komoditas ini kemudian memacu lahirnya PT Alam Siak Lestari (ASL), perusahaan yang fokus melakukan riset dan pengembangan produk. “Kita membeli ikan yang dibudidayakan masyarakat, kita sediakan pasarnya. Kita yang mengubah ikan gabus itu menjadi albumin yang bermanfaat untuk masyarakat,” terang Direktur PT Alam Siak Lestari (ASL) Musrahmad Igun dalam kesempatan yang sama.
ASL sendiri adalah perusahaan yang pemegang sahamnya adalah Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dari Buantan Besar dan Dayun. ASL dikelola sekumpulan anak muda setempat sehingga masyarakat dapat merasakan langsung manfaat budidaya. Mereka juga bertanggung jawab dalam menjamin kualitas albumin yang dihasilkan dari proses ekstraksi.
Dampak dari budidaya ikan gabus juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Penghasilan masyarakat yang terlibat dalam budidaya gabus bahkan dua kali lipat lebih tinggi dibanding penghasilan saat menjadi petani sawit. Perhitungan kasarnya, 1 kg ikan gabus dijual Rp 45.000. Sementara 1 kg gabus dapat menghasilkan 10 gram ekstrak albumin yang dapat dijual hingga Rp 70.000 . Artinya ada nilai tambah sampai 56 persen.
Hasil ekstrak albumin yang dihasilkan diprioritaskan untuk memasok kebutuhan lokal, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan apotek di Kabupaten Siak. “Saat ini produk kita dalam proses izin BPOM, jadi produknya sudah siap, jadi sebenarnya tinggal satu langkah lagi, sebelum produknya dilepas ke pasar,” tambah Musrahmad.
Selain ekstraksi albumin, bagian ikan gabus yang lain juga tetap dimanfaatkan secara maksimal. Dagingnya diproduksi juga menjadi tepung ikan, dan selebihnya dijadikan pupuk cair. Pemanfaatan secara maksimal ini juga dapat mendorong produksi secara zero waste. Budidaya gabus ini juga membuat masyarakat semakin peduli dengan kondisi gambut. Mereka berusaha menjaga agar lahan gambut tetap basah, sehingga kolam gabus—yang merupakan sumber mata pencaharian—terhindar dari kekeringan.
Praktik budidaya ikan gabus di Kabupaten Siak ini juga menjadi salah satu contoh kolaborasi yang melibatkan berbagai stakeholder. Pemerintah desa mengambil peran dalam pembuatan aturan dan persiapan kolam, pembelian pakan dan bibit, serta operasional. Sementara Pemerintah Kabupaten Siak menyalurkan anggaran lewat program dana Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE).
Aktivitas ekstraksi dan pengembangan seperti yang sudah dijelaskan menjadi tanggung jawab ASL yang merupakan perusahaan milik masyarakat. Ada juga dukungan dari Agrapana Bio Indonesia mitra riset dan investor dari program ini.
Direktur Agrapana Bio, Dicky Asmoro yang turut hadir dalam sesi diskusi, menekankan upaya yang mereka lakukan ini dapat menjadi contoh baik dalam peningkatan ekonomi masyarakat berlandaskan pelestarian lingkungan.
“Kita ingin menjaga kelestarian alam secara berkelanjutan, bagaimana kita bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat daerah berbasiskan ekosistem. Dan ini kita awali dengan albumin dari ikan gabus (di Siak) jadi kita sambil menjaga lahan gambutnya, kita budidayakan,” tuturnya.
Laporan Khusus | Katadata Events and Conferences