Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno akan merekomendasikan spa dikecualikan dari aturan pajak hiburan yang baru. Dalam regulasi ini, pajak hiburan tertentu di daerah naik menjadi 40% - 75% sejak awal tahun.
Aturan yang dimaksud yakni UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Industri hiburan tertentu dalam UU ini adalah diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Menurut Sandiaga, spa merupakan bagian dari usaha kebugaran dan pariwisata kesehatan.
"Kami baru menerima surat dari Presiden yang nanti mewakili pemerintah saat sidang di Mahkamah Konstitusi," kata Sandiaga dalam konferensi pers di kantornya, Senin (5/2).
Kementeriannya telah menerbitkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2019 tentang Standar Usaha Spa. Menurut dia, bisnis spa tidak masuk dalam kategori industri hiburan, melainkan kesehatan.
Sandiaga juga mengingatkan bahwa tiap pemerintah daerah memberikan insentif maksimal 40% bagi pelaku industri hiburan tertentu. Insentif ini membuat pajak yang dibayarkan menjadi sama dengan tahun lalu yakni rata-rata nasional 15%.
“Itu rekomendasi kami ke pemerintah daerah. Pemda di Bali sudah ada yang menerapkan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menginstruksikan pemda memberikan insentif pajak hiburan. Ia juga menyampaikan, besaran pajak hiburan menjadi hak prerogatif setiap kepala daerah.
Tito mengarahkan pemda memberikan insentif pajak hiburan hingga 40%. Dengan demikian, besaran pajak hiburan tahun ini sama dengan 2023.
"Tapi ada juga poin dalam penetapan besaran pajak hiburan untuk mendorong pembangunan program daerah. Artinya, bisa langsung dari pemda memberikan pajak hiburan," kata Tito di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pekan lalu (29/1).
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Haryadi Sukamdani menilai pajak hiburan tidak bisa disamakan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah atau PPnBM. Menurut dia, industri hiburan bukan sesuatu yang bisa dipersonalisasi kepada setiap konsumen.
Oleh karena itu, Haryadi menyarankan pemerintah langsung menutup industri hiburan secara tegas daripada menggunakan aturan pajak.
"Jangan main pajak, tidak bagus. Kami tahu persis justifikasi Kementerian Keuangan sangat lemah. Lebih banyak pada faktor-faktor 'ideologis', bukan ekonomi riil," ujarnya.