Pemerintah Ingin Dua Kapal Ilegal Fishing Diubah jadi Kapal Logistik

ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/YU
Sejumlah personel Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berada di kapal ikan asing (KIA) saat diamankan di Pelabuhan Pangkalan PSDKP Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (4/5/2024).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
11/6/2024, 17.09 WIB

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berencana menggunakan Kapal Run Zheng 03 dan Run Zheng 05 sebagai kapal logistik khusus produk ikan. Kedua kapal tersebut merupakan kapal penangkap ikan ilegal yang kini disita oleh Kejaksaan Agung.

Trenggono mengaku sedang bernegosiasi dengan penegak hukum agar kedua kapal tersebut digunakan sebagai barang milik negara untuk kapal logistik ikan. Menurutnya, langkah tersebut akan meningkatkan efisiensi industri perikanan nasional.

"Kalau permintaan disetujui, kapalnya harus dimodifikasi dulu. Mudah-mudahan secepatnya tahun depan dapat beroperasi sebagai kapal logistik ikan," kata Trenggono di Gedung DPR, Selasa (11/6).

Ia mencatat, masing-masing kapal tersebut berkapasitas 870 gross ton. Kapal tersebut rencananya akan digunakan untuk memperlancar logistik ikan dari bagian timur Indonesia ke Pulau Jawa.

Menurut Trenggono, penggunaan Run Zheng sebagai kapal logistik dalam program Tol Laut akan menciptakan permintaan logistik di wilayah timur Indonesia. "Tantangan industri perikanan di bagian timur Indonesia saat ini adalah logistik," katanya.

Di sisi lain, ia menjelaskan Run Zheng 03 dan 05 merupakan kapal asal Cina yang berbendera Rusia. Namun Trenggono menemukan sebagian Anak Buah Kapal dalam kapal tersebut berasal dari dalam negeri yang melakukan praktek transhipment hingga perbudakan.

Adapun Trenggono menemukan indikasi praktek perbudakan di wilayah laut nasional. Secara rinci, praktek tersebut diindikasi dilakukan di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.

Trenggono menjelaskan, indikasi perbudakan tersebut ditengarai dari ditemukannya setidaknya 10 mayat per bulan Kota Dobo, Pulau Wamar. Terbaru, Trenggono menyampaikan 10 mayat yang ditemukan di Dobo merupakan Anak Buah Kapal dari kapal penangkap cumi.

"Dari informasi yang saya dapatkan, perbudakan di atas kapal yang berlayar di dalam negeri masih berlangsung. Tidak hanya di atas kapal asing, tapi juga di atas kapal-kapal kita," ujarnya.

Trenggono menyampaikan perbudakan tersebut disimpulkan berasal dari praktek transhipment produk ikan di dalam negeri. Sebab, ABK kapal transhipment kerap melarikan diri saat berlabuh di Kota Dobo.

Oleh karena itu, Trenggono mengaku telah meminta Kepolisian Daerah Maluku untuk mengusut indikasi tersebut. Pada saat yang sama, pemerintah kini mengevaluasi kebijakan terkait praktek transhipment produk ikan di dalam negeri.

"Kebijakan-kebijakannya harus kami evaluasi supaya tidak terjadi lagi praktek perbudakan seperti itu," katanya.


Reporter: Andi M. Arief