Terpukul Pandemi Corona, Ekonomi Jepang Jatuh ke Jurang Resesi
Ekonomi Jepang jatuh ke dalam resesi untuk pertama kalinya sejak 2015 akibat terpukul pandemi corona. Ekonomi terbesar ketiga di dunia ini mencatatkan kontraksi sebesar 3,4% pada kuartal pertama tahun ini.
Virus corona menimbulkan kerugian pada ekonomi global yang diperkirakan mencapai US$ 8,8 triliun. Pekan lalu, Jerman juga mengumumkan ekonomi mereka terpuruk dalam resesi seiring kebijakan lockdown yang diterapkan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Jepang tidak menerapkan lockdown secara nasional, tetapi negara mengumumkan kondisi darurat pada April yang sangat mempengaruhi rantai pasokan dan bisnis di negara tersebut.
Dikutip dari BBC, ekonomi Jepang yang minus 3,4% pada tiga bulan pertama tahun ini melanjutkan kontraksi ekonomi pada kuartal terakhir tahun lalu yang mencapai 6,4%. Ini mendorong Jepang resmi mengalami resesi secara teknis.
Tingkat konsumsi di Jepang telah terkena pukulan ganda, yakni pandemi corona dan kenaikan pajak penjualan dari 8% menjadi 10% yang berlaku sejak Oktober.
Meski pemerintah Jepang telah mencopot status darurat di 39 dari 47 prefektur, ekonomi Jepang diperkirakan tetap suram pada kuartal kedua ini.
(Baca: Prediksi Pemulihan Ekonomi Pasca-Corona, dari Kurva V sampai Logo Nike)
Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan ekonomi negara itu menyusut 22% selama periode April-Juni, yang akan menjadi penurunan terbesar dalam catatan Negari Sakura.
Pemerintah Jepang telah mengumumkan paket stimulus US$ 1 triliun, dengan Bank Sentral Jepang memperluas langkah-langkah stimulusnya untuk bulan kedua berturut-turut di bulan April.
Perdana Menteri Shinzo Abe telah menjanjikan stimulus anggaran kedua akhir bulan ini untuk mendanai langkah-langkah belanja baru guna meredam pukulan ekonomi akibat pandemi tersebut.
Jepang menghadapi tantangan unik karena ekonominya stagnan selama beberapa dekade, dibandingkan dengan ekonomi saingan AS dan Tiongkok.
Negara ini juga sangat bergantung pada ekspor yang tengah terpuruk, sementara permintaan dalam negeri yang tak mendominasi tertekan oleh pembatasan akibat pandemi virus corona. Banyak merek besar asal negara itu, seperti perusahaan mobil Toyota dan Honda, mengalami penurunan penjualan di seluruh dunia.
(Baca: Nouriel Roubini Ramal 10 Kondisi Suram Greater Depression Pasca-Corona)
Pariwisata, yang telah lama menjadi pendorong perekonomian Jepang, juga sangat terpukul karena pandemi membuat pengunjung asing pergi. Jepang telah memiliki lebih dari 16.000 kasus virus corona yang dikonfirmasi dengan kematian dengan kematian mencapai 740 orang.
Selain ekonomi Jepang, para ekonom juga memperkirakan bahwa AS dapat berkontraksi lebih dari 25% pada kuartal II. Tingkat penurunan tahunan sebesar 3,4% yang dialami Jepang hampir sebandingkan dengan 4,8% yang diderita AS dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Ini adalah penurunan paling tajam untuk ekonomi AS, terbesar di dunia, sejak Depresi Hebat tahun 1930-an.
Tiongkok, ekonomi terbesar kedua di dunia juga mencatatkan ekonomi negatif 6,8% dalam tiga bulan pertama tahun 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kontraksi triwulanan pertama sejak pencatatan dimulai.
Kedua ekonomi tersebut belum dikonfirmasikan telah jatuh ke dalam resesi teknis, yang didefinisikan sebagai dua kuartal berturut-turut dari pertumbuhan negatif, tetapi sebagian besar ekonom memperkirakan resesi akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang.