Saham aplikasi pemesanan kendaraan (ride hailing), Uber, mencapai level tertinggi baru dalam 52 minggu terakhir pada pekan lalu. Perusahaan yang berbasis di San Francisco ini memulai debutnya di S&P 500 pada perdagangan Senin (18/12).
"Sangat bangga dengan tim Uber atas masuknya mereka ke dalam S&P 500," tulis CEO Uber Dara Khosrowshahi di X, seperti dikutip CNN.com.
Masuknya Uber ke dalam Indeks S&P 500 bukanlah sebuah kejutan besar. Perusahaan yang memiliki valuasi US$127 miliar ini sebelumnya merupakan perusahaan AS terbesar yang tidak masuk dalam indeks tersebut.
Bergabungnya Uber ke dalam S&P 500 merupakan tonggak bersejarah bagi perusahaan layanan transportasi dan pengantaran makanan yang telah berusia 14 tahun ini. Perusahaan juga telah membukukan keuntungan pada kuartal pertama tahun ini.
Uber telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. "Ini merupakan kisah sukses besar yang keluar dari pandemi," kata Dan Ives, seorang analis saham teknologi di Wedbush Securities, seperti dikutip Marketplace.org.
Bisnis pemesanan kendaraan Uber kembali pulih karena orang-orang mulai bepergian dan kembali ke kantor. Bisnis pengantaran makanan Uber Eats yang melejit selama pandemi juga tetap kuat.
"Saya rasa ini menunjukkan bahwa banyak konsumen yang sudah terbiasa dengan layanan pesan-antar makanan. Kami telah melihat hal itu pada Uber, DoorDash, dan lainnya," kata Ives.
Namun, tidak semua usaha Uber berhasil. Misalnya, perusahaan ini juga menjalankan bisnis pengangkutan. Sektor angkutan truk secara umum telah mengalami kesulitan selama beberapa tahun terakhir. Selain itu, muncul masalah mengenai pengemudi Uber, apakah harus dianggap sebagai kontraktor independen atau karyawan yang sebenarnya.
Analis saham senior Morningstar Research Services Ali Mogharabi mengatakan perusahaan-perusahaan transportasi online telah membuat kesepakatan dengan pemerintah untuk tetap mengklasifikasikan pengemudi sebagai kontraktor sembari meningkatkan tunjangan mereka.
Uber juga telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. "Mereka menghentikan ATG, bisnis mobil tanpa pengemudi yang kehilangan banyak uang. Mereka menaikkan tarif kepada konsumen dan menemukan skala ekonomi dengan bisnis global mereka," kata Evan Rawley, seorang profesor manajemen dan kewirausahaan dari University of Connecticut.
Semua itu telah membantu perusahaan menghasilkan laba tahun ini. Hal itu membuat Uber memenuhi syarat untuk masuk dalam keanggotaan S&P 500. "Sekarang reksa dana pasif, reksa dana, dan exchange traded fund (ETF) harus memiliki saham Uber," kata Rawley.
Keanggotaan Uber dalam indeks ini mencerminkan seberapa jauh perusahaan ini telah berkembang selama 14 tahun terakhir.