Profil Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, yang Terancam Dimakzulkan

ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol berjalan menuju lokasi KTT G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022).
Penulis: Agustiyanti
4/12/2024, 11.07 WIB

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol terancam dimakzulkan usai kisruh pengumuman darurat militer yang dilakukannya pada Selasa (3/12) dan berlaku hanya beberapa jam. Koalisi anggota parlemen dari partai oposisi berencana mengusulkan RUU pemakzulan Yoon pada Rabu (4/12), yang harus diloloskan dalam waktu 72 jam.

Yoon mengumukan status darurat militer melalui siaran TV tadi malam. Ia beralasan status itu diperlukan untuk  mempertahankan negara dari Korea Utara yang bersenjata nuklir dan pasukan anti-negara pro-Utara, serta melindungi tatanan konstitusionalnya yang bebas. Namun,  ia tidak menyebutkan ada ancaman khusus.

Kekacauan terjadi saat pasukan berhelm naik ke gedung parlemen melalui jendela yang pecah dengan helikopter militer melayang di atas gedung. Para ajudan parlemen menyemprotkan alat pemadam kebakaran untuk mendorong mundur para tentara, sedangkan para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di luar.

Militer mengatakan kegiatan parlemen dan partai politik akan dilarang, dan bahwa media dan penerbit akan berada di bawah kendali komando darurat militer. Namun, dalam beberapa jam setelah deklarasi tersebut, parlemen Korea Selatan, dengan 190 dari 300 anggotanya yang hadir, memberikan suara bulat  untuk meloloskan mosi yang mengharuskan darurat militer dicabut, termasuk semua 18 anggota yang hadir dari partai Yoon.

Presiden kemudian membatalkan deklarasi tersebut. Para pengunjuk rasa di luar Majelis Nasional berteriak dan bertepuk tangan. "Kami menang!" teriak mereka, dan seorang demonstran memukul drum.

Profil Presiden Yoon Suk Yeol

Yoon Suk Yeol adalah seorang politikus, mantan jaksa agung, dan kini menjabat sebagai Presiden ke-20 Korea Selatan sejak 2022. Ia adalah kandidat calon presiden Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, partai posisi utama saat ini dalam pemilihan umum 2022. 

Ia terpilih dalam persaingan Pilpres yang ketat dan unggul dari Lee Jae-Myung dengan mengantongi 48,6% suara. 

Yoon lahir di Distrik Seodaemun, Seoul pada 1960. Ia dilahirkan oleh keluarga akademisi. Ayahnya Yoon Ki Joong, adalah profesor dan pendiri Departemen Statistik di Universits Yonsei. Sedangkan ibunya,  Choi Jeong Ja, bekerja sebagai pengajar di Ehwa Womans University dan meraih gelar profesor tetapi berhenti mengajar setelah menikah. 

Yoon Seok-yeol adalah lulusan jurusan hukum di Universitas Nasiona Seoul pada 1979. Ia mendapat gelar sarjana hukum pada 1983 dan menyelesaikan magister hukum dari universitas yang sama pada 1988.

Yooh memulai kariernya sebagai jaksa pada 1994 di Kantor Distrik Daegu, setelah lulus ujian di percobaan kesembilan. Ia mulai bekerja sebagai asisten jaksa di Divisi Investigasi Khusus yang menangani kasus-kasus korupsi. Namanya mulai terkenal karena menangani kasus-kasus korupsi yang berhubungan dengan politikus dan pengusaha. 

Ia penrah menangkap kepala dinas intelejen Badan Kepolisian Nasional di era pemerintahan Kim Dae-Jung meski ditentang atasannya.  Dia juga menangkap tokoh-tokoh politik terkenal pada masa pemerintahan Roh Moo-Hyun. P

Pada 2016, ia diminta Park Yong-so, seorang investigator independen, untuk bergabung dalam tim investigasi kasus penyalahgunaan kekuasaan oleh presiden Park Geun Hye. Investigasi ini menghasilkan skandal politik besar yang menyeret sejumlah tokoh, termasuk petinggi Samsung, Lee Jae Yong. 

Pemilihan Yoon sebagai Jaksa Agung adalah bagian dari reformasi hukum yang diterapkan Moon dan ia pun menjadi orang kepercayaan Moon. Saat menjadi Jaksa Agung, ia memerintahkan penyelidikan pada Menteri Kehakiman dan orang dekat Presiden Moon, Cho Kuk, orang dekat Presiden atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.  Hubungan Yoon dan Moon pun memburuk.

Pada Juni 2021, Yoon mengumumkan maju dalam bursa pemilihan presiden sebagai calon independen. Tak lama setelahnya ia bergabung dengan partai oposisi utama, Partai Kekuatan Rakyat pada Juli 2021 dan menjadi kandidat capres dari partai pada November 2021. Ia pun memenangkan pemilihan umum presiden yang digelar 9 Maret 2022.

Namun, ia menjadi presiden yang tidak berdaya sejak April 2024 ketika oposisi menang telak dalam pemilihan umum negara itu. Pemerintahnya sejak saat itu tidak dapat meloloskan RUU yang mereka inginkan dan malah terpaksa memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal.

Dia juga mengalami penurunan tingkat kepuasan ke level terendah sebesar 17%, karena dia terjerumus dalam beberapa skandal korupsi tahun ini, termasuk yang melibatkan Ibu Negara yang menerima tas Dior dan manipulasi saham. 

Baru bulan lalu dia terpaksa mengeluarkan permintaan maaf di TV nasional dan mengatakan bahwa telah mendirikan kantor yang mengawasi tugas-tugas Ibu Negara. Namun, dia menolak penyelidikan yang lebih luas, yang telah diminta oleh partai-partai oposisi.

Pada pekan ini, oposisi mengusulkan pemotongan RUU anggaran pemerintah yang besar - yang tidak dapat diveto. Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.