Soenarko, Eks Danjen Kopassus yang Terseret Kepemilikan Senjata Ilegal

Sejumlah masa yang tergabung dalam Gerakan Kedaulatan Rakyat melakukan aksi di depan Kantor Bawaslu RI,  Jakarta Pusat (22/5). Sejumlah purnawirawan TNI terseret kasus dugaan makar pasca kerusuhan 22 Mei.
Penulis: Dwi Hadya Jayani
31/5/2019, 16.13 WIB

Mayjen (Purn) Soenarko, namanya muncul baru-baru ini sebagai tersangka kasus kepemilikan senjata api ilegal dan dugaan makar. Lulusan Akabri 1978 ini pun harus mendekam di Rutan POM Guntur.

Kasusnya belum terang benar. Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto, Soenarko ditahan atas dugaan memiliki senjata ilegal. Namun, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu meyakini senjata api yang dimiliki Soenarko adalah hasil rampasan perang saat masih aktif bertugas di TNI.

Ryamizard juga tak berpikir senjata tersebut akan digunakan untuk membunuh empat pejabat negara, sebagaimana kabar yang tengah beredar. “Senjata itu sudah ada dari dulu. Dia (Soenarko) memang perang terus di Timor Timur, di Aceh. Jadi, mungkin senjata rampasannya dahulu,” ujar Ryamizard di Komplek Istana Negara, Rabu (29/5).

Kisah hidup Soenarko memang tak bisa dipisahkan dari perang. Pria kelahiran Medan, 1 Desember 1953 ini bukan orang asing bagi rakyat Aceh. Soenarko pernah menjadi asisten operasi Kasdam Iskandar Muda di awal pembentukan Kodam Iskandar Muda Aceh pada 2002. Pada saat itu, Aceh masih masuk wilayah operasi militer yang dilakukan TNI dan Polri (2003-2004) karena Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

(Baca: Polisi Duga Pendana Kelompok Penunggang Kerusuhan 22 Mei Seorang Elite)

Selanjutnya, Soenarko berhasil meraih pangkat Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus pada 2007 hingga 2008. Ia menggantikan Danjen Kopassus sebelumnya, Mayjen TNI Rasyid Qurnuen Aquary. Setelah selesai masa tugasnya, Soenarko digantikan oleh Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo, yang merupakan ipar Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Mayjen (Purn) Soenarko (ANTARA FOTO/PRASETYO UTOMO)

Pada 2008, Soenarko diangkat sebagai Panglima Daerah Militer (Pangdam) Iskandar Muda menggantikan Mayjen TNI Hambali Hanafia. Saat mengemban amanah ini, kehidupan Soenarko diuji. Putra sulungnya, Lettu Penerbangan Yudho Pramono, tewas dalam kecelakaan pesawat Fokker-27 milik TNI-AU di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat pada 6 April 2009.

Soenarko menghadapi musibah ini dengan tegar, ia menyatakan bangga karena Yudho gugur dalam menjalankan tugas negara sebagai prajurit TNI. Setelah selesai menjadi Pangdam Iskandar Muda, Soenarko mendapatkan tugas baru sekaligus jabatan terakhir sebagai Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri (Danpussenif).

Sebelumnya Soenarko juga tercatat sebagai Komandan Distrik Militer (Dandim) di Dili, ibu kota Timor Timur (Timtim) yang juga merupakan daerah operasi militer. Atas jasanya selama bertugas di Dili, Soenarko menerima tanda jasa Satyalencana Seroja.

(Baca: Wiranto: Mantan Danjen Kopasus Tersangka Senjata Ilegal)

Pendukung Prabowo yang Dituduh Makar

Alumni Seskoad 1995 dan Lemhannas 2005 ini memilih melanjutkan karirnya di bidang politik setelah pensiun dari militer. Soenarko bergabung dengan Partai Aceh di 2012.

Selepas dari Partai Aceh, Soenarko lompat ke Partai Gerindra besutan seniornya, Prabowo Subianto hingga 2016. Di Gerindra ia menjabat sebagai Ketua Bidang Ketahanan Nasional. Sejak 2017 hingga sekarang, ia tercatat sebagai Ketua Komisi Pengawas Partai Nanggroe Aceh (PNA), dan Anggota Majelis Tinggi Partai Nanggroe Aceh (PNA).

Dalam Pilpres 2019, Soenarko masuk dalam barisan pengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-Sandiaga Uno. Ia tergabung dalam Front Kedaulatan Bangsa (FKB) yang dinahkodai oleh Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto.

Salah satu aksinya adalah merencanakan pengepungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Istana Presiden pada 22 Mei 2019. Namun, belakangan beredar video rekaman percakapan Soenarko dengan beberapa orang tersebut dan kemudian viral. Ia dilaporkan oleh seorang pengacara bernama Humisar Sahala ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dengan tuduhan makar.

(Baca: Para Jenderal dan Pro ISIS di Pusaran Aksi 22 Mei)

Reporter: Dwi Hadya Jayani