Jakarta - Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian terus menargetkan kenaikan produksi padi, jagung dan kedelai (Pajale). Target itu diupayakan melalui penambahan luas tanam dengan berbagai terobosan. Dirjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Sumardjo Gatot Irianto mengatakan beberapa program terobosan untuk mencapai sasaran produksi antara lain pengembangan pola tanam tumpangsari padi, jagung dan kedelai sistem tanam rapat.
Pola tumpangsari, menurut Gatot dikembangkan agar tidak terjadi persaingan penggunaaan lahan antara komoditas padi, jagung dan kedelai. Dengan sistem tumpangsari diharapkan akan menambah populasi ketiga tanaman tersebut. “Selama ini yang terjadi di daerah, jika harga jagung naik, maka akan kesulitan tanam padi dan kedelai. Dengan tumpangsari persaingan penggunaan lahan antara padi, jagung dan kedelai bisa diminimalisir,” jelasnya.
Pola tumpangsari juga bisa menjadi salah satu mitigasi risiko gagal panen. Misalnya, jika tanaman padi terserang hama, maka petani masih ada penyangganya yakni dari tanaman jagung atau kedelai. Kelebihan tumpangsari (padi-kedelai) lainnya adalah tanaman kedelai bisa menjadi refugia atau tanaman tempat bersarangnya musuh hama wereng yang selama ini menyerang tanaman padi.
Pola tumpangsari dapat dilakukan pada musim kemarau (MK I atau MK II). Ada beberapa rekomendasi pola tanam pada akhir musim hujan di lahan sawah. Jika sebelumnya padi-palawija dapat ditingkatkan menjadi padi-padi gogo, dan jagung (tumpangsari). Bisa juga padi-padi gogo, dan kedelai (tumpangsari) atau padi-kedelai, dan jagung (tumpangsari).
Sementara di lahan yang sudah terbiasa dengan pola tanam padi-padi-palawija dapat ditingkatkan menjadi padi-padi-padi gogo, dan jagung (tumpangsari) atau padi-padi-padi gogo, dan kedelai (tumpangsari). Bisa juga dengan pola tanam padi-padi-kedelai, dan jagung (tumpangsari).
Adapun di lahan kering, pola tumpangsari dapat dilakukan pada musim hujan. Pada awal musim hujan, jika lahan kering dengan pola tanam padi/palawija-palawija dapat ditingkatkan menjadi padi gogo dan jagung (tumpang sari), palawija. Bisa dengan pola padi gogo dan kedelai (tumpang sari), palawija atau kedelai dan jagung (tumpangsari), palawija.
Gatot menegaskan, pola tumpangsari ini sudah diujicobakan di beberapa lokasi dan terbukti efektif. Indonesia masih punya peluang untuk menggenjot produksi dengan pola tersebut sampai lima tahun ke depan, sehingga dapat memitigasi alih fungsi lahan, terutama akibat pembangunan infrastruktur.
“Pengembangannya kami akan arahkan untuk lahan sawah pada musim kemarau dan pada lahan kering pada musim hujan. Kami ingin padi, jagung dan kedelai berdampingan secara damai tidak rebutan areal,” katanya.
Salah satu yang telah menerapkan pola tumpangsari yakni, Provinsi DI Yogyakarta. Kepala Dinas Pertanian DIY, Sasongko menjelaskan, tumpangsari merupakan cara memanfaatkan persaingan lahan antar komoditas. Bahkan penanaman tanaman kedelai sebagai tumpangsari pada tanaman jagung dapat memperbaiki kesuburan lahan.
Provinsi DIY tahun ini ditarget mencapai penanaman tumpangsari seluas lima ribu hektar. Untuk Kabupaten Kulon Progo seluas 391 hektar (jagung dan kedelai), Kabupaten Gunung Kidul 1.346 hektar namun baru terlaksana 586 hetar (padi dan kedelai ). Sedangkan Kabupaten Bantul dari 914 hektar baru terealisasi 727 hektar. Untuk Kabupaten Sleman seluas 150 hektar (jagung dan kedelai).