Strategi Unik Menuju Swasembada Bawang Putih

Kementerian Pertanian
Penulis: - Tim Publikasi Katadata
Editor: Arsip
21/5/2019, 10.30 WIB

Jakarta - Di tengah pro kontra Indonesia yang masih impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bawang putih, Ditjen Hortikultura memastikan pertanaman bawang putih lokal menuju swasembada pada 2021, on the track.

 

“Konsep (bawang putih) beda dengan yang lain. Kalau yang lain kan produksi dalam negeri naik, impornya dikurangi setiap tahunnya. Kalau bawang putih, impor sesuai kebutuhan konsumsi semua. Karena yang diproduksi dalam negeri diproses menjadi benih sampai nanti di tahun 2021. Sehingga tidak ada kompetisi segmen bawang putih,” kata Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi di Jakarta.

 

Suwandi menuturkan swasembada bawang putih bukan hanya mengembalikan kejayaan bawang putih. Tetapi juga menghilangkan ketergantungan dengan negara lain, baik dari segi pasokan maupun harga yang merugikan rakyat Indonesia.

 

Hingga 2021, Indonesia akan memperbanyak benih untuk luasan 100 ribu hektar, baik untuk benih maupun konsumsi. “Kurang lebih 60 ribu hektar saja untuk kebutuhan konsumsi," kata Suwandi.

 

Langkah menuju angka tersebut sudah dilakukan dengan baik melalui bebeberapa tahap,  dan melibatkan berbagai pihak. Mulai dari pemerintah pusat hingga daerah. Setelah dimulai dari Temanggung Jawa Tengah dan Sembalun NTB,  saat ini sudah tersebar 110 kabupaten se- Indonesia.

 

Suwandi mengungkapkan, rintisan swasembada tersebut dimulai pada 2017 dengan luas pertanaman 1.900-an hektar. Semua hasil panen dijadikan benih untuk ditanam  pada 2018. Sedangkan tahun 2018, ditargetkan pertanaman di 11 ribu hektar yang hasilanya akan dijadikan benih untuk 2019 di lahan seluas 20-30 ribu hektar. Pada 2020 dengan menggunakan benih hasil tanam 2019 akan dibudidayakan di lahan 60-80 ribu hektar. Semua yang dihasilkan merupakan benih lokal dengan varietas Sangga Sembalun, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, Tawangmangu. Kelebihan benih dalam negeri dibandingkan benih impor, aroma bawang putih lokal lebih kuat.

 

Kalkulasi pemerintah  pada 2021 dengan luasan mencapai 100 ribu hektar dan produktivitas rata-rata nasional mencapai enam ton/hektar maka kebutuhan benih dan bawang putih konsumsi sudah bisa dipenuhi di dalam negeri.

“Di tahun 2021 nanti swasembada, importir nanti statusnya menjadi pelaku usaha yang bermitra dengan petani sehingga ada keberlanjutan usaha. Nanti impor ditutup, setiap yang ditanam pastinya akan habis diserap pasar,” lanjutnya.

 

Untuk mendorong pertanaman bawang putih, Suwandi mengakui, pemerintah memang mengajak pelaku usaha, khususnya Importir bawang putih untuk ikut membudiayakan bawang putih sebagai konsekuensi dan prasyarat terbitnya Rekomendasi Importasi Produk Hortikultura (RIPH).

 

Dengan berbagai strategi itu, dalam setahun bawang putih yang ditanam pelaku usaha harus semakin bertambah, baik dari luasan maupun lokasi pertanaman. Importir menurut Suwandi, bisa bertanam di lahan sendiri, bermitra dengan petani atau sewa lahan. “Tapi importir wajib tanam dan berproduksi minimal 5 persen dari volume pengajuan RIPH," tegasnya.

 

Pelaku usaha penerima RIPH yang tidak melaksanakan komitmen kesanggupan pengembangan bawang putih dalam negeri sesuai ketentuan akan diberikan Surat Peringatan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura. Bagi Pelaku Usaha yang tidak memenuhi ketentuan sesuai isi dari surat peringatan tersebut akan ditindak lanjuti dengan penerapan sanksi dalam Pasal 37 Ayat 3 Permentan Nomor 38 tahun 2017 dan Perubahannya. "Yang nakal-nakal, importir ya di-blacklist, melanggar aturan ditutup enggak dilayani (RIPH)-nya," tegas Suwandi.