Terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) dapat memicu ketidakstabilan harga minyak dunia. Bahkan, dalam jangka pendek, dapat membawa dampak negatif pada harga minyak.
Dewan Penasihat Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, harga minyak bisa turun karena Trump identik dengan ketidakpastian. "Kalau tidak pasti, sentimennya negatif sehingga turun tapi itu jangka pendek," kata dia kepada Katadata, Rabu (9/11) lalu. (Baca: Kebijakan Ekonomi Trump: Proteksionisme, Pemangkasan Pajak, Keuangan)
Pada Jumat (11/11) ini, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Desember 2016, turun 0,49 persen menjadi US$ 44,44 per barel. Harga jenis Brent juga menurun 0,37 persen menjadi US$ 45,67 per barel.
Menurut Pri, kebijakan Trump menggenjot produksi minyak dan gas bumi serpih di Amerika akan membuat harga minyak sulit naik. Hal ini akan memunculkan kembali perang pasokan, sehingga pasar akan banjir minyak. Apalagi, di negara-negara Timur Tengah dan OPEC masih belum mau mengerem produksinya.
Berbeda dengan prinsip Hillary Clinton, pesaingnya dalam perebutan kursi orang nomor satu di Amerika Serikat. Hillary akan mengerem produksi minyak atau gas serpih, demi mengatur stabilitas lingkungan. "Kalau Trump ini tidak. Dia berusaha mendorong produksi naik," ujar dia.
Selain pasokan, permintaan akan turun sehingga menekan harga minyak. Alhasil, terjadi perang pasokan yang tidak diimbangi dengan permintaan yang masif. (Baca: Darmin Lihat Kebijakan Proteksionisme Trump Retorika Belaka)
Di sisi lain, kebijakan Trump juga dapat meningkatkan harga minyak. Salah satunya adalah faktor geopolitik, khususnya kebijakan luar negeri Amerika. Jika Trump mengambil kebijakan geopolitik yang membuat ketegangan politik di berbagai negara, seperti perang maka hal tersebut juga ikut mempengaruhi fluktuasi harga minyak dunia, di mana harga minyak berpotensi naik.
Pri mencontohkan, kemenangan presiden Amerika era sebelumnya dari partai Republik, George Walker Bush. Usai peristiwa 11 September 2001, harga minyak dunia mulai naik. Faktornya disebabkan oleh invasi ke Irak yang dilakukan Amerika. "Semua itu bisa terjadi di Trump," kata dia. (Baca: Cemas Kebijakan Trump, Rupiah dan Mata Uang Asia Berguguran)
Dengan mempertimbangkan semua faktor tersebut, Pri memperkirakan, harga minyak pada masa Trump akan merosot di bawah US$ 50 per barel. "Jadi kalau saya bisa tarik antara dua ini Hillary itu bisa diprediksi sehingga ada kestabilan, kalau Trump ini lebih tidak pasti lebih bergejolak," ujar dia.