KATADATA ? Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) mulai menyoroti paket kebijakan yang tengah digodok Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam rangka membangkitkan ekonomi dan industri di dalam negeri. Dalam paket itu, menurut Dewan Direksi Indonesia Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah, ada dua regulasi baru yang akan berdampak negatif terhadap sektor hulu migas. Kedua kebijakan tersebut yakni regulasi mengenai harga gas bumi dan tata kelola gas.
Dua aturan baru tersebut memang bagian dari 11 regulasi yang disiapkan Kementerian ESDM dan termasuk dalam Paket Kebijakan September I ayng diumumkan pemerintah awal September lalu. Pertama, Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Gas Bumi, yaitu membentuk badan usaha penyangga gas bumi (agregator) untuk menjamin ketersediaan gas bumi di dalam negeri. Kedua, Perpres tentang kebijakan harga gas bumi tertentu dalam kegiatan usaha hulu migas, yaitu menegaskan otoritas pemerintah sebagai kuasa penambangan dalam menetapkan harga gas bumi. Tujuannya untuk menjamin alokasi dan harga gas untuk industri.
Di satu sisi, Sammy menilai, dua regulasi itu memang sudah tepat untuk menjamin distribusi gas di dalam negeri. Namun, di sisi lain, akan berdampak negatif pada sektor hulu migas. "Itu akan melemahkan iklim investasi di sektor hulu sehingga pasokan gas khususnya dari dalam negeri akan terus berkurang," katanya kepada Katadata, beberapa hari lalu.
Tapi Presiden PT Energi Pasir Hitam Indonesia (Ephindo) ini belum mau menjelaskan lebih detail dampak negatif kebijakan tersebut. Dia hanya mengungkapkan, sudah ada beberapa pelaku usaha yang mengeluhkan kebijakan itu. "Rata-rata sudah menyatakan bahwa kebijakan itu akan berdampak negatif ke iklim investasi di sektor hulu," tandasnya.
(Baca: Penurunan Harga Gas untuk Industri Berlaku pada Kontrak Baru)
Sedangkan Menteri ESDM Sudirman Said optimistis kebijakan tersebut tidak akan berpengaruh ke para pelaku industri migas, baik hulu dan hilir. Untuk kebijakan harga gas misalnya, pemerintah tidak akan mengurangi bagian bagi hasil pengusaha meski harus menurunkan harga jual gas untuk industri. Jika harga gas untuk industri diturunkan maka bagian pemerintah yang akan berkurang.
"Tentu saja dengan keadaan ekonomi begini tidak mungkin menekan pengusaha hulu, trader dan hilir karena mereka sedang sulit. Yang paling bisa adalah pemerintah," katanya saat rapat kerja dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (17/9).
(Baca: Harga Gas Turun, Pemerintah Rela Porsi Bagi Hasil di Tiung Biru Susut)
Salah satu tujuan pemerintah menurunkan harga gas adalah untuk mendorong industri. Makanya pengurangan harga gas ini hanya untuk industri yang berbahan baku utama gas, seperti industri pupuk.
Selain itu, dengan kebijakan tersebut beberapa proyek yang tertunda bisa dapat beroperasi. Pertama, proyek Jambaran Cendana Tiung Biru di Blok Cepu, yang memasok gas untuk industri pupuk. Kedua, proyek Bontang V untuk Pupuk Kaltim.
Ketiga, proyek WK Bulu Kris Energy untuk ketenagalistrikan. Keempat, proyek Simenggaris berupa pembangunan kilang mini. Kelima, proyek Ophir Bangkanai untuk ketenagalistrikan. Keenam, proyek SS LNG di Sengkang untuk pasokan pembangkit listrik di kawasan Indonesia Timur. Ketujuh, proyek FSRU Lampung untuk pasokan bahan bakar pembangkit listrik dan industri di Jawa bagian barat.
Kebijakan penurunan harga gas untuk industri ini pun akan diterapkan mulai tahun depan. "Tapi paling tidak sekarang ancang-ancang untuk ke sana," ujar Sudirman.