Peluang Asing di Perbankan Indonesia

Arief Kamaludin|KATADATA
KATADATA | Dok. KATADATA
Penulis:
Editor: Arsip
15/5/2013, 00.00 WIB

KATADATA ? Kabar mengejutkan datang dari Menteri Keuangan Agus Martowardojo saat baru saja terpilih sebagai Gubernur Bank Indonesia pada awal April 2013. Agus mengungkapkan pemerintah menyambut baik dan merestui investor asing yang ingin memiliki saham di perbankan nasional.

Pernyataan ini bersebarangan saat awal Agus menjabat posisi Menteri Keuangan, atau ketika dirinya memegang posisi Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk. Dia menyampaikan kritikan pedas terhadap kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada bank-bank asing untuk berbisnis di Indonesia, termasuk mengakuisisi perbankan nasional. Padahal, bank-bank asal Indonesia menghadapi kesulitan saat ingin ekspansi di negara-negara lain.

"Kita sambut baik. Jadi, kalau dari waktu ke waktu, ada investor yang berminat masuk Indonesia, membeli bank atau asuransi, itu sangat dimungkinkan," kata Agus seperti dikutip VIVAnews.com pada Selasa, 9 April 2013, tak lama setelah DPR memilihnya sebagai Gubernur BI menggantikan Darmin Nasution.

Menurut dia, kemungkinan perbankan asing memiliki saham mayoritas di Indonesia ditujukan untuk mendorong pertumbuhan bisnis perbankan di negeri ini. "Saya ingat itu, angka yang kita tawarkan adalah sampai 51 persen boleh dimiliki asing."

Bila mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum, bank sentral memberi batasan kepemilikan saham bank. Aturan tersebut menyebutkan bahwa lembaga keuangan baik berupa bank maupun non bank diizinkan memiliki saham hingga maksimal 40 persen dari modal bank.

Sejauh ini, minat perbankan asing terhadap perbankan nasional Indonesia masih sangat tinggi. Pada Jumat, 10 Mei 2013, Sumitomo Mitsui Banking Corporation membeli 24,3 persen saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) senilai Rp 9,2 triliun. Bahkan, Sumitomo akan menambah kepemilikan hingga 40 persen.

Selain Sumitomo, sejumlah bank asing malah sudah mengajukan proposal untuk mengakuisisi mayoritas saham beberapa bank lokal. Namun, hingga saat ini, rencana akuisisi tersebut masih terkendala oleh persetujuan Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas perbankan.

Proposal tersebut diajukan oleh Affin Holdings terhadap Bank Ina Perdana, RHB Capital terhadap Bank Mestika Dharma, dan China Construction Bank yang berminat mengakuisisi Bank Maspion.

Salah satu proposal akuisisi yang cukup kontroversial dan menyedot perhatian publik adalah minat DBS Group Holdings Ltd untuk mengakuisisi mayoritas saham Temasek Holdings Pte Ltd di PT Bank Danamon Tbk. Proposal akuisisi 67,4 persen saham dengan nilai transaksi sekitar Rp 45,2 triliun ini sudah disampaikan sejak lebih dari setahun lalu, pada 12 April 2012.

Rencana akuisisi ini menuai protes dari berbagai kalangan, termasuk DPR, karena otoritas Singapura, Monetary Authority of Singapore, tidak memberikan perlakuan setara terhadap perbankan asal Indonesia. MAS dianggap mempersulit perbankan Indonesia yang ingin membuka cabang di negeri tersebut.

Karena itu, BI dituntut menunda putusan akuisisi tersebut dengan beberapa persyaratan, seperti penerapan azas resiprokal, terkait pembukaan cabang, ATM dan lainnya. Saat proposal akuisisi diajukan, BI juga dalam proses perubahan peraturan mengenai batasan kepemilikan saham bank, serta penerapan izin operasi berjenjang atau multiple licence.  

Mengingat proses perubahan dan penegakan aturan ini membutuhkan waktu, bank sentral pun belum segera memberikan lampu hijau. Pada awal April 2013, DBS Group memperpanjang batas akhir perjanjian pembelian saham Danamon selama dua bulan hingga 2 Juni 2013.

Pergeseran Kepemilikan Bank Nasional kepada Investor Asing (1998 - 2012)

Reporter: Redaksi