KATADATA ? Tekanan depresiasi rupiah sejak awal tahun mulai mereda seiring membaiknya indikator perekonomian Indonesia. Pada Januari 2014, rata-rata pelemahan nilai rupiah sebesar 0,8 persen, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata pada Desember 2013 yang melemah sebesar 4,1 persen.
Bahkan hingga pertengahan Februari, rupiah justru menunjukkan penguatan rata-rata sebesar 0,3 persen, merupakan penguatan terbesar dalam setahun terakhir. Pada perdagangan Jumat (14/2), rupiah kembali mengalami penguatan. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah berada di level Rp 11.886 per dolar Amerika Serikat (AS) atau menguat 1,5 persen dari penutupan hari sebelumnya.
Berdasarkan data, rata-rata tekanan terhadap rupiah pada dua bulan terakhir ini jauh lebih rendah dari situasi pada Agustus dan September 2013. Pada dua bulan tersebut rata-rata nilai rupiah melemah 5 persen dan 7 persen.
Meski begitu, rupiah belum berada dalam posisi yang stabil. Ini terlihat dari tingkat kurs harian yang masih tinggi yang sudah terjadi sejak semester II-2013. Dengan kondisi ini, BI berupaya untuk menjaga nilai tukar sehingga memutuskan mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate), meskipun sejumlah data fundamental menunjukkan perbaikan.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter BI Hendy Sulistiowaty mengatakan, kenaikan suku bunga acuan mampu mendorong arus masuk SUN Rupiah yang meningkat dibanding kuartal sebelumnya. ?Paling banyak itu dari SUN (surat utang negara), karena naik imbal hasil SUN-nya,? kata dia di Jakarta, Jumat (14/2).
Bank Indonesia mencatat sejumlah indikator yang mendukung penguatan rupiah dalam dua bulan terakhir. Di antaranya neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal IV-2013 yang mencatatkan surplus US$ 4,4 miliar. Pada tiga kuartal sebelumnya, NPI tercatat mengalami defisit.
Perbaikan NPI tersebut ditopang defisit transaksi berjalan yang berkurang drastis dari US$ 8,5 miliar atau 3,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi US$ 4,0 miliar atau 1,98 persen terhadap PDB. ?Defisit transaksi berjalan yang berkurang, membuat NPI dapat dibiayai surplus transaksi modal dan finansial,? kata Hendy.
Dalam catatan BI, surplus transaksi modal dan finansial meningkat dari US$ 5,6 miliar pada kuartal III menjadi US$ 9,2 miliar. Menurut Hendy, kenaikan surplus transaksi modal dan finansial terutama didorong meningkatnya penarikan pinjaman luar negeri swasta dan penarikan simpanan bank domestik di luar negeri. ?Sebagian ditempatkan pada beberapa instrumen yang disediakan BI,? kata dia.
Surplus NPI tersebut kemudian mendorong kenaikan cadangan devisa dari US$ 95,7 miliar pada kuartal III menjadi US$ 99,4 miliar pada akhir Desember 2013 atau setara 5,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa kembali meningkat pada akhir Januari 2014 menjadi US$ 100,7 miliar atau 5,6 bulan impor dan pembayaran utang pemerintah.