KawalCOVID-19.id menilai bahwa jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa yang menghubungkan Surabaya dan Semarang berisiko tinggi penularan virus corona. Hal tersebut terlihat dari data Indeks Kewaspadaan Kota/Kabupaten yang mereka luncurkan pekan lalu.
Mereka menggunakan beberapa indikator untuk dalam indeks kewaspadaan corona ini. Faktor yang masuk adalah jumlah kasus positif, angka pasien dalam pengawasan (PDP), tingkat kematian kasus terkonfirmasi, angka kematian PDP, serta jumlah orang yang dites.
Selain itu ada tingkat kesembuhan pasien positif dan PDP, jumlah orang tanpa gejala (OTG) dan orang dalam pemantauan (ODP), serta banyaknya penduduk di suatu kawasan. Berdasarkan indeks tersebut, beberapa wilayah seperti Gresik, Lamongan, Tuban, Rembang, Kudus, dan Demak merupakan wilayah berisiko tinggi penularan.
Demikian pula kabupaten yang bersebelahan dengan jalur Pantura seperti Bojonegoro, Blora, dan Grobogan memiliki risiko yang relatif sama. Mereka memperkirakan zona merah ini terbentuk karena interaksi warga lokal dengan penduduk kabupaten di sebelahnya.
“Tren penularan via Pantura antara Surabaya-Semarang semakin jelas selama dua minggu ini,” kata Koordinator Data KawalCOVID-19 Roland Bessie dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/6).
(Baca: Daftar 57 Wilayah Zona Merah Corona RI, Terbanyak Berada di Jawa Timur)
Berdasarkan peta yang dikeluarkan KawalCOVID-19, baik Kota Surabaya maupun Kabupaten Gresik memiliki indeks kewaspadaan tingkat 6 atau tertinggi. Sedangkan Kota Semarang dan Kabupaten Demak berada pada tingkat kewaspadaan nomor 5. Adapun angka kewaspadaan corona di Kabupaten Bojonegoro, Rembang, dan Lamongan ada di nomor 4.
Namun hal yang sama tidak terlihat pada rute Pantura antara Semarang dengan Jakarta. Hampir 12 kabupaten dan kotamadya yang dilalui jalur ini tidak berwarna merah gelap.
“Ini karena wilayah antara Semarang dan Jakarta memiliki rasio lacak-isolasi dan tes lebih baik daripada Surabaya-Semarang,” kata Roland.
Sekretaris Masyarakat Transportasi Indonesia Harya S. Dillon mengatakan sebaran indeks ini menunjukkan risiko infeksi berkorelasi dengan simpul transportasi. Makanya ia meminta tes dan pelacakan kontak di jalur ini dilakukan masif. “Tidak hanya penumpang pesawat atau bus tapi pengguna mobil pribadi,” kata Harya.
Sedangkan epidemiolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Bayu Satria Wiratama meminta pemerintah kota atau kabupaten menerapkan protokol ketat di setiap pintu masuk wilayahnya.
Protokol ini meliputi pemisahan tempat makan atau singgah bagi orang luar kota dengan warga lokal, pemantauan identitas masyarakat yang transit, serta menutup jalan tius antar wilayah.
“Adanya catatan identitas memudahkan pemerintah kota/kabupaten melakukan pelacakan apabila ada kasus yang diduga dari pelaku perjalanan,” kata Bayu.
(Baca: Positif Corona RI Naik 1.082 Kasus, Terbanyak dari Jatim dan Jateng)