Ikatan Dokter Anak Peringatkan Bahaya Covid-19 Klaster Sekolah

ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/agr/hp.
Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah Mabdail Falah, Desa Sumurbandung, Lebak, Banten, Selasa (4/8/2020).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Yuliawati
24/8/2020, 20.08 WIB

Kasus Covid-19 yang dialami para guru di sekolah mendapat perhatian di tengah dibukanya kembali sekolah. Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Yogi Prawira, mengatakan pembelajaran tatap muka di sekolah sangat berisiko menularkan virus corona

IDAI menyarankan sekolah jarak jauh perlu diterapkan hingga Desember 2020. Setelah itu, pemerintah dapat mengevaluasi kembali."Nanti dilihat kembali kasus Covid-19 dan kurvanya," kata Yogi saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (24/8).

Menurutnya, ada sejumlah syarat untuk melakukan pembelajaran secara tatap muka. Beberapa di antaranya ialah memenuhi ketentuan kapasitas tes dan rasio kasus positif Covid-19 (positivity rate).

Kapasitas tes, lanjut dia, perlu memenuhi standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 1 tes PCR per 1.000 penduduk per minggu. Namun, Yogi mengatakan kapasitas tes di Indonesia yang memenuhi standar WHO hanya terjadi di satu daerah.

Artinya, kasus Covid-19 yang terdata hanya sebagian kecil. Sehingga ia menilai, penetapan zonasi Covid-19 tidak mencerminkan jumlah kasus Covid-19 yang sesungguhnya lantaran kapasitas tes tidak sesuai standar WHO. "Penetapan zonasi ini bisa misleading," ujar dia.

Oleh karenanya, ia menilai perlunya pengkajian ulang pembukaan sekolah berdasarkan zonasi Covid-19. Terlebih lagi, sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka berpotensi memaparkan Covid-19 hingga lintas zona.

Sebagai contoh, guru yang tinggal di daerah berzona merah harus ke sekolah yang berada di zona hijau. Hal ini dapat menimbulkan paparan virus corona lintas zona.

Selain itu, pembukaan sekolah bisa dilakukan bila positivity rate di suatu daerah kurang dari 5% selama dua pekan berturut-turut. Sebagai informasi, positivity rate nasional sebesar 13,3% pada Sabtu (22/8). Angka tersebut meningkat 0,2% dibandingkan pekan sebelumnya.

Yogi mengatakan, syarat positivity rate dan kapasitas tes tersebut perlu dipenuhi. "Jangan seperti di beberapa daerah yang berada di zona hijau, tapi positivity rate-nya di atas 20%," katanya.

Sementara itu Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Marta Tanjung mengatakan, guru berpotensi terpapar Covid-19 dengan adanya pembukaan sekolah tersebut. "Sangat berisiko bagi kami karena guru harus hadir ke sekolah, terutama di zona merah seperti di Surabaya," kata Riza.

Berdasarkan data Satgas Covid-19 Pemkot Surabaya, guru yang terpapar virus corona di Surabaya mencapai 137 guru, 4 orang di antaranya meninggal dunia.

FSGI pun meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan pemerintah daerah untuk menunda kebijakan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sebab, klaster penularan Covid-19 di sekolah telah terbentuk, seperti di Surabaya.

Ia berpendapat, bila pembelajaran secara daring tidak efektif, pemerintah tidak perlu mengorbankan nyawa guru. Oleh karenanya, sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) perlu diperbaiki.

Riza mengatakan, kemampuan guru dalam mengajar daring semakin meningkat. "Kalau dulu hanya menggunakan Google Classroom, sekarang sudah menggunakan video conference," ujar dia. Namun, hal ini tidak diikuti dengan peningkatan kuantitas pendampingan orang tua.

Berkaca dari survei oleh National Institutes of Health di teluk San Fransisco, pembukaan kembali sekolah pada musim gugur 2020 diperkirakan akan meningkatkan gejala penyakit Covid-19 di antara guru sekolah menengah.

Dengan asumsi penularan sedang, pembukaan sekolah pada musim gugur 2020 dapat menambah gejala infeksi Covid-19 sebesar 40,7% pada guru SMA, 37,2% pada guru SMP, dan 4,1% pada guru SD. Namun, hasil tersebut juga bergantung pada kerentanan anak-anak dan tingkat penularan komunitas selama pembukaan sekolah.

Adapun, survei tersebut dilakukan di daerah teluk San Fransisco pada 17 Maret-1 Juni 2020.

Oleh karena itu, pengurangan transmisi masyarakat diperlukan untuk menghindari risiko berlebih terkait dengan pembukaan sekolah. Pembuat kebijakan dinilai harus memberlakukan kebijakan yang membatasi penularan Covid-19 dan menerapkan langkah-langkah pengendalian di dalam sekolah.

Reporter: Rizky Alika