Setiap tahunnya, 30 September diperingati sebagai momen untuk mengenang tragedi yang terjadi pada tahun 1965. Tepatnya penumpasan yang diduga dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap para jenderal petinggi yang menjabat di era pemerintahan Presiden Soekarno.
Banyak yang menuding operasi tersebut dilakukan atas arahan Dipa Nusantara Aidit yang kala itu menjabat sebagai Ketua PKI. Pada masa itu, Partai Komunis masih diizinkan untuk beroperasi dan berpolitik sebagaimana partai lainnya.
Bahkan D. N. Aidit juga turut berperan di pemerintahan Indonesia. Ia sempat menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun 1956-1959.
Operasi G30S PKI dilaksanakan oleh Resimen Cakrabirawa yang sebenarnya bagian dari Tentara Republik Indonesia. Pasukan ini terdiri dari gabungan TNI Angkatan Darat, Laut, Udara, hingga Kepolisian RI.
Meski begitu, kepentingan dan ambisi dari pihak luar tidak dapat dipungkiri. Resimen Cakrabirawa melangsungkan aksinya dan menghabisi sejumlah jenderal yang dianggap menghambat kepentingan PKI.
Sejumlah pihak dari kalangan tentara menilai latar belakang dari G30S PKI adalah ambisi untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno. Saat itu kondisi kesehatan Soekarno sedang memburuk seiring bertambahnya umur beliau.
PKI diduga memiliki rencana membentuk angkatan kelima dilakukan dengan mempersenjatai buruh tani yang saat itu berjumlah sekitar 15 juta orang. Keinginan tersebut ditolak oleh sejumlah petinggi militer Indonesia. Hal ini juga menjadi salah satu pemicu terjadinya peristiwa G30S PKI.
Terkait dengan itu, kali ini Katadata.co.id akan membahas tentang siapa saja korban G30S PKI. Termasuk jenderal yang menentang rencana PKI, berikut penjelasannya.
Korban G30S PKI
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani
Ahmad Yani menempuh pendidikan militer Heiho dan Pembela Tanah Air (PETA). Dari situlah, ia mengawali karirnya di bidang ini.
Sebelum G30S PKI, Ahmad Yani juga terlibat dalam pemberantasan PKI Madiun tahun 1948. Hingga akhirnya, ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
2. Mayor Jenderal Raden Soeprapto
Korban G30S PKI berikutnya adalah Mayjend Suprapto yang lahir pada 20 Juni 1920 di Purwokerto. Diketahui bahwa Suprapto berperan dalam perebutan senjata Jepang di Cilacap.
Suprapto dikabarkan telah mengetahui rencana PKI untuk membentuk angkatan baru. Ia menjadi salah satu yang menentang keinginan tersebut.
3. Mayor Jenderal S. Parman
Jenderal satu ini lahir pada 4 Agustus 1918. Ia memiliki kemampuan di bidang intelijen. Bahkan sempat menempuh pendidikan keilmuan di Kenpei Kasya Butai.
S. Parman dianggap sudah mengetahui rencana PKI yang ingin membentuk angkatan baru. Sayangnya, ia menjadi salah satu sasaran kejam yang akhirnya dihabisi pada malam itu.
4. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
M. T. Haryono merupakan pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur. Sebelum berprofesi sebagai anggota militer, ia sempat bersekolah di Ika Dai Gaku atau sekolah kedokteran.
M. T. Haryono memiliki keahlian berbagai bahasa. Di antaranya yaitu Belanda, Inggris, dan Jerman. Tak heran apabila sosoknya seringkali diandalkan pada perundingan internasional.
5. Mayor Jenderal D. I. Pandjaitan
D. I Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli pada 9 Juni 1925. Ia awalnya ditugaskan di Pekanbaru, Riau. Sebelum akhirnya berperan sebagai salah satu yang membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Ia juga sempat menempuh pendidikan di Amerika Serikat. Posisi terakhir yang didudukinya adalah Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat.
6. Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
Jenderal Sutoyo Siswomiharjo sempat menjadi pegawai negeri di Kantor Kabupaten di Purworejo. Setelah itu, ia bergabung di Kepolisian TKR dan resmi menjadi anggota Korps Polisi Militer.
Lahir di Kebumen, Sutoyo sukses menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto. Ia juga diamanahi untuk menjabat di posisi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.
7. Kapten Pierre Tendean
Pierre Tendean merupakan korban G30S PKI yang lahir pada 21 Februari 1939 di Jakarta. Ia menempuh pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik.
Sebelum resmi menjadi ajudan, Pierre sempat menjabat sebagai Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan. Sebelum tragedi G30S PKI, ia ditugaskan untuk mengawal Jenderal A. H. Nasution yang kala itu berkedudukan sebagai Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan.Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
8. Ade Irma Suryani Nasution
Ade Irma menjadi satu-satu korban G30S PKI yang merupakan warga sipil biasa. Diketahui bahwa sosoknya merupakan anak dari Jenderal A. H. Nasution.
Ade Irma lahir pada 19 Februari 1960. Pada saat operasi G30S PKI, Ade Irma berumur lima tahun. Di malam itu, ia terbangun dari tidur. Naasnya, ia juga tertembak dan tidak bisa diselamatkan.
Diketahui bahwa Ade Irma sebelum dinyatakan meninggal sempat dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta. Bertahan selama lima hari, Ade Irma akhirnya tidak tertolong untuk menjadi pelindung sang Ayah. Sebagaimana yang tertulis di batu nisannya, A. H. Nasution menuliskan, “Anak saya yang tercinta, engkau telah mendahului gugur sebagai perisai ayahmu.”
Demikian pembahasan mengenai korban G30S PKI yang patut diketahui untuk menambah pengetahuan akan sejarah Indonesia. Lebih lanjut, Anda bisa membaca referensi dari buku sejarah atau film berjudul Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI.