Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menyatakan akan mundur dari posisinya sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) mengingat statusnya kini yang menjadi salah satu kontestan di Pilpres 2024.
Kendati demikian, Mahfud menyebut masih menunggu momentum yang pas untuk mundur dari Kabinet Indonesia Maju karena masih ada tugas yang harus dijaganya dalam masa transisi dan menghormati Presiden Joko Widodo yang telah mengangkatnya 4,5 tahun lalu.
Di sisi lain, Mahfud kerap melontarkan sejumlah kritik terhadap pemerintah dan sejumlah menteri menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan digelar 14 Februari 2024.
Kritik Subsidi Pupuk
Pada saat debat calon wakil presiden yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Minggu (21/1) malam, Mahfud mempertanyakan subsidi pupuk yang kian membesar meskipun lahan pertanian semakin sempit dan petani berkurang. Menurut Mahfud, terdapat suatu yang salah sehingga didapati hal semacam itu.
“Sumber daya alam kita sangat kaya tapi pangan belum berdaulat. Petani semakin sedikit, lahan pertanian semakin sedikit, tapi subsidi pupuk semakin besar, pasti ada yang salah,” kata Mahfud.
Pada pemaparan visi misinya itu, Mahfud juga menyinggung kondisi laut Indonesia yang semakin tercemar, polusi udara, serta masuknya investor yang mendorong industrialisasi namun malah memicu kerusakan lingkungan dan membuat rakyat menderita.
Mahfud mengatakan, untuk mengatasi hal itu, kuncinya yakni komitmen dan keberanian, serta memerlukan empat hal dalam mengatasi masalah tersebut.
“Bahwa sumber alam itu memihak rakyat ada empat ukurannya, pemanfaatan, pemerataan, partisipasi masyarakat, dan penghormatan terhadap hak-hak yang diwariskan leluhur kita,” katanya.
Anggap Food Estate Program Gagal Pemerintah
Masih dalam pemaparan visi misinya dalam forum debat keempat, Mahfud menyebut food estate merupakan program pemerintah yang gagal. Menurutnya, program tersebut juga merusak lingkungan dan dapat merugikan negara.
“Jangan misalnya seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan. Yang benar saja? Rugi dong kita,” kata Mahfud.
Singgung Impor Pangan era Jokowi Tinggi
Pada saat debat cawapres kedua yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Minggu (21/1) lalu, Mahfud juga mengatakan bahwa impor pangan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo terhitung tinggi, tak sesuai dengan janji saat debat capres 2019 lalu.
Kala itu, Jokowi yang merupakan lawan debat Prabowo Subianto berjanji tak akan mengimpor komoditas pangan jika terpilih, namun nyatanya pemerintah saat ini masih melakukan impor komoditas pangan seperti kedelai, susu, gula pasir, beras, daging sapi, dan sebagainya.
“Pada tanggal 17 Februari 2019 dalam sebuah debat calon presiden, itu Pak Prabowo mengatakan bahwa Pak Jokowi itu menyampaikan tidak akan mengimpor komoditas-komoditas pangan, jika nanti terpilih presiden. Ternyata, kata Pak Prabowo, empat tahun memimpin Jokowi masih mengimpor dan itu merugikan banyak petani,” ujar Mahfud.
“Pak Jokowi bilang tidak akan impor, tapi sampai sekarang kita masih mengimpor banyak, malah semakin banyak mafianya impor mengimpor bahan pangan. Nah itulah sebabnya, apa usulan anda untuk menyelesaikan masalah lima tahun lalu?,” katanya melanjutkan.
Tegaskan Bansos Bantuan dari Negara, Bukan Pemerintah
Pada Selasa (23/1) malam, Mahfud dalam forum diskusi ‘Tabrak Prof’ yang digelar di Semarang, Jawa Tengah menegaskan bahwa bantuan sosial (Bansos) merupakan bantuan dari negara, bukan pemerintah.
Hal itu disampaikan Mahfud untuk menjawab pertanyaan dari salah satu peserta yang menanyakan hal tersebut. “Bansos itu bukan bantuan dari pemerintah, tapi bantuan dari negara,” katanya.
Mahfud menjelaskan, penyaluran Bansos terdapat dalam ketentuan hukum, sehingga bukanlah merupakan atas dasar kemurahan seseorang. Ia pun menjelaskan bahwa penyelenggara negara sehari-hari adalah pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Itu kewajiban konstitusi Pasal 34 ayat (1) yang berbunyi 'fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara', lalu diturunkan dalam APBN oleh DPR bersama pemerintah. Bukan pemerintah sendiri. Jadi, itu bantuan negara,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Mahfud juga menyinggung penyaluran Bansos yang masih belum tepat sasaran. Sebab, masih ada masyarakat yang seharusnya berhak mendapatkan Bansos malah tidak mendapatkannya, begitupun sebaliknya.
"Ada orang yang sudah mati masih tercatat, dikirimi. Ada orang yang sudah bekerja, tidak lagi menjadi masyarakat miskin, sudah pergi dari desanya, masih dapat," kata Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu berpandangan tidak tepatnya penyaluran Bansos bermuara dari persoalan administrasi kependudukan yang perlu diperbaiki. "Ini soal administrasi kependudukan kita yang harus diperbaiki," katanya.
Singgung Menteri Pakai Fasilitas Negara untuk Kepentingan Pilpres 2024
Mahfud menyentil sikap menteri di Kabinet Indonesia Maju yang menjadi bagian dari tim sukses pasangan calon yang akan berlaga di Pilpres 2024. Ia menyoroti pemanfaatan fasilitas negara untuk kepentingan politik tersebut.
Menurutnya, tindakan itu merupakan dosa politik dan akan meracuni kalangan muda. Di sisi lain, Mahfud yang juga merupakan Menko Polhukam menegaskan ia tak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye yang dilakoninya.
“Saya ingin memberi contoh kalau saya ini menjadi cawapres masih merangkap jabatan, apakah saya menggunakan kedudukan saya untuk memakai fasilitas negara atau tidak?” kata Mahfud dalam acara ‘Tabrak Prof’ di Semarang Jawa Tengah, Selasa (23/1) malam.
Pada kesempatan yang sama, Mahfud mengungkapkan dirinya sudah tiga pekan tak menggunakan fasilitas negara meskipun masih berkantor di Kemenko Polhukam secara rutin. Ia pun menegaskan tugasnya sebagai Menko tak terganggu meskipun posisinya kini sebagai cawapres.
“Saya masih berkantor di Polhukam secara rutin. Semua tugas dan surat-surat masuk pasti selesai tidak sampai seminggu meskipun cawapres,” kata Mahfud.
Lebih jauh ia mengatakan situasi berbeda justru ia nilai ditunjukkan menteri yang berada di kubu paslon lainnya. Meski begitu Mahfud tak secara spesifik menyebutkan kubu yang dimaksud. Menurut Mahfud, sikap yang ditunjukkan berbeda dengan apa yang ia lakukan.
“Situasinya tidak berimbang, pihak lain menggunakan jabatan, diantar dan sebagainya, malah menteri yang tidak ada kaitannya dengan politik sudah ikut tim sukses,” kata Mahfud.
Berdasarkan hal tersebut, Mahfud merasa sudah cukup memberikan contoh. Ia kemudian memutuskan akan mundur dari posisinya sebagai Menko Polhukam. Meski begitu ia tidak langsung mundur dari Kabinet Indonesia Maju, tetapi mencari waktu yang tepat sembari menjaga tugas negara di masa transisi.