Wacana Kewarganegaraan Ganda, Bagaimana Aturannya?

Katadata/Desy Setyowati
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara Microsoft Build: AI Day di JCC. Dalam pidatonya di acara tersebut, Luhut Luhut mewacanakan pemberian kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia bertalenta.
Penulis: Safrezi Fitra
2/5/2024, 15.12 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan mewacanakan Indonesia memperbolehkan kewarganegaraan ganda. Wacana ini disampaikan Luhut saat memberikan pidato pembukaan acara Microsoft Build: AI Day di JCC, Jakarta, Selasa (30/4).

Dalam pidato tersebut, Luhut menawarkan kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia bertalenta. Dia menyinggung soal banyaknya warga negara Indonesia (WNI) yang sudah menjadi warga negara Amerika Serikat (AS).

Tak hanya di AS, berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, hampir 4.000 orang Indonesia pindah menjadi warga negara Singapura antara tahun 2019 hingga 2022.

Menurut luhut, dengan memperbolehkan kewarganegaraan ganda bagi diaspora, Indonesia bakal punya sumber daya manusia unggul ke depannya. Dia mengatakan pada 2029, Indonesia bakal punya hampir 3.000 anak muda yang siap untuk bekerja sebagai pengembang perangkat lunak (software developer). Indonesia tidak akan kekurangan sumber daya manusia untuk mengerjakan perkara software.

Membolehkan diaspora memiliki kewarganegaraan ganda bakal berdampak besar untuk ekonomi Indonesia. Cara tersebut dapat membawa sumber daya manusia dengan kemampuan yang mumpuni kembali ke Indonesia. Mereka akan mengajarkan orang-orang di dalam negeri sehingga keahliannya meningkat.

Lantas, bagaimana aturan kewarganegaraan ganda di Indonesia?

Aturan Tentang Kewarganegaraan Ganda

Masalah kewarganegaraan ganda sempat menimbulkan kontroversi pada tahun 2016. Saat itu, Presiden Joko Widodo mencopot Arcandra Tahar dari jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) setelah kurang dari sebulan menjabat. Pencopotan ini karena adanya laporan bahwa Arcandra memegang paspor AS dan Indonesia.

Indonesia menerapkan prinsip kewarganegaraan tunggal dan kewarganegaraan ganda terbatas. Hal ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI.

WNI yang memiliki kewarganegaraan ganda terbatas adalah anak hasil perkawinan campuran antara WNI dan Warga Negara Asing (WNA). Namun di usia 18 tahun, atau paling lambat 21 tahun, anak yang memiliki kewarganegaraan ganda terbatas tersebut harus memilih apakah akan menjadi WNI atau WNA.

Selain anak, WNI tidak bisa memiliki kewarganegaraan ganda. WNI yang kedapatan memliki paspor atau identitas tanda kewarganegaraan asing akan dicabut status kewarganegaraannya sebagai WNI. Artinya, setiap orang harus memilih apakah ingin menjadi WNI atau WNA.

Seseorang yang telah kehilangan status WNI dan mengucapkan janji setia kepada negara asing, tidak bisa begitu saja memperoleh kembali status WNI dengan membuang status kewarganegaraannya yang lama.

Berdasarkan Pasal 9 UU 12 tahun 2006, seseorang harus mengajukan permohonan kembali sebagai WNI pada saat sudah bertempat tinggal di Indonesia selama lima tahun tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.

DPR Wacanakan Aturan Kewarganegaraan Ganda

Wacana yang dilempar Luhut untuk memberikan kewarganegaraan ganda bagi diaspora disambut baik beberapa orang di parlemen, salah satunya Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Christina Aryani. Untuk mewujudkannya, Christina pun mendorong revisi UU Kewarganegaraan.

Christina meyakini negara banyak kehilangan para diaspora berbakat. Mereka berkarya di luar negeri sebagai ilmuwan, akademisi, profesional ataupun anak hasil perkawinan lintas negara, karena memilih melepaskan kewarganegaraan Indonesianya.

Dia mengatakan revisi UU Kewarganegaraan sebenarnya telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024. Dibutuhkan political will keinginan politik dari pemerintah agar penyusunan dan pembahasan revisi UU Kewarganegaraan ini bisa didorong di DPR.

Menurutnya, kewarganegaraan ganda untuk para diaspora dapat membuka peluang Indonesia memilki sumber daya manusia bertalenta yang dibutuhkan untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

"Walau masih membutuhkan kajian lebih lanjut, kontribusi diaspora dengan kewarganegaraan ganda terhadap pertumbuhan ekonomi, melalui investasi dan lain-lain, juga berpeluang meningkat sebagaimana terjadi di beberapa negara yang telah menerapkan kewarganegaraan ganda," ujar Christina dalam keterangannya, Kamis (2/5).

Pemerintah Masih Kaji Revisi UU Kewarganegaraan

Beberapa waktu lalu, Jokowi pernah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk membuat kajian mengenai status kewarganegaraan. Yasonna mengatakan kebijakan ini akan ditujukan kepada diaspora atau warga negara Indonesia yang tersebar di luar negeri.

Sempat ada rencana soal kewarganegaraan ganda ini dibahas dalam rapat terbatas kabinet pada 7 Maret lalu. Namun, rencana tersebut batal dan Jokowi menugaskan beberapa menteri melakukan kajian terlebih dahulu.