Serang Kamp Pengungsi di Rafah, Netanyahu Akui Israel Bikin Kesalahan

ANTARA FOTO/REUTERS/Ronen Zvul
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tiba untuk upacara nominasi di kediaman presiden di Yerusalem, Rabu (25/9/2019).
28/5/2024, 11.41 WIB

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan penyerangan pengungsi di Rafah pada Minggu (26/5) adalah sebuah kecelakaan tragis. Netanyahu menegaskan pihaknya tidak bermaksud menjadikan warga sipil sebagai korban.

“Meskipun kami berupaya semaksimal mungkin untuk tidak menyakiti warga non-kombatan, sayangnya ada sesuatu yang tidak beres secara tragis,” katanya dalam pidatonya di parlemen, dilansir dari Reuters, Selasa (28/5).

Pernyataan ini direspon riuh oleh teriakan anggota parlemen oposisi. Netanyahu kemudian menjelaskan Israel menganggap perlindungan warga sipil itu penting, sehingga harus mengambil tindakan pencegahan dalam pertempuran.

Ia juga bersikeras Pasukan Pertahanan Israel atau IDF menggunakan upaya terbaik agar tidak merugikan pihak tak terlibat sembari terus berperang melawan Hamas.

“Kami tengah menyelidiki insiden tersebut dan akan mengambil kesimpulan, karena ini adalah kebijakan kami,” katanya.

Serangan Israel di kamp pengungsi mengakibatkan 45 orang meninggal dunia. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.

Sejumlah organisasi internasional sudah mengutuk penyerangan Israel tersebut. Uni Eropa bahkan menegaskan Israel menghormati keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) pekan lalu untuk menghentikan serangan di Rafah.

Terlepas dari keputusan ICJ, Israel tetap melanjutkan invasi ke Rafah dan para pejabat bersikeras bahwa keputusan tersebut memberi ruang agar serangan mematuhi hukum internasional.

Sementara itu, kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk, mengatakan serangan itu menunjukkan tidak ada perubahan nyata dalam metode dan sarana peperangan yang digunakan oleh Israel.

Uni Eropa juga telah sepakat menghidupkan kembali misi sipil Uni Eropa di Rafah. Kendati demikian, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell bilang pihaknya masih butuh kesepakatan dari seluruh pihak untuk melaksanakan ini.

Reporter: Amelia Yesidora