Pemugaran Candi Muaro Jambi, Mimpi Besar untuk Saingi Angkor Wat

Katadata
Kompleks Candi Muarojambi, Jambi, Rabu (5/6). Foto: (Katadata/Riyandanu)
10/6/2024, 16.41 WIB

Puluhan pekerja berpakaian biru tengah sibuk menyusun reruntuhan bata merah saat disambangi Katadata.co.id pada Rabu (5/6). Mereka adalah pekerja lapangan yang diterjunkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk proyek pemugaran Candi Koto Mahliga.

Candi yang berlokasi di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi itu merupakan satu di antara empat proyek revitalisasi KCBN Muarajambi tahun anggaran 2023.

Tiga bangunan lainnya adalah Candi Parit Duku, Candi Sialang, dan pemugaran Alun-Alun. Proyek revitalisasi empat bangunan itu sudah dimulai sejak Maret dan ditargetkan rampung September 2024.

Para pekerja yang mayoritas mengenakan helm kuning itu menyebar ke sejumlah sisi proyek pemugaran Candi Koto Mahligai yang berdiri di atas lahan seluas sekira 5.000 meter persegi atau setengah hektare.

Kemajuan pemugaran Candi Koto Mahligai pada Rabu (5/6) telah menghasilkan dua buah bangunan besar yang sedang direkonstruksi, yakni jenis bangunan Cetiyagara dan Mandapa.

Koordinator Pemugaran Candi Koto Mahligai, Kurnia Prastowo Adi mengatakan kegiatan pemugaran mengacu pada hasil kajian Kemendikbudristek pada 2022 lalu. 

Hasil kajian dua tahun lalu itu menunjukkan bahwa Candi Koto Mahligai merupakan tempat ibadah bagi umat Buddha atau Vihara di jaman antara Kerjaaan Melayu Kuno dan Kerjaan Sriwijaya pada abad ke-7 hingga abad ke-14 masehi.

Selain peruntukkannya sebagai Vihara, Candi Koto Mahligai juga pernah digunakan sebagai biara alias tempat tinggal dan pusat kehidupan bagi para biksu. Prastowo mengatakan fungsi Candi Koto Mahligai lebih luas ketimbang kuil untuk tempat ibadah dan ritual keagamaan bagi umat Buddha.

“Candi Koto Mahligai juga menjadi tempat tinggal dan tempat belajar. Kalau temple kan hanya untuk ritual saja,” kata Prastowo saat ditemui di lokasi pada Rabu (5/6).

Prastowo saat itu juga mengenakan seragam biru serupa dengan pekerja lainnya. Bedanya, dia menggunakan helm putih yang biasa dikenakan oleh supervisor alias pengawas lapangan.

Akar pohon tumbuh dan menembus bangunan Candi Koto Mahligai, Jambi, Rabu (5/6). Ini merupakan bagian dari skema konservasi dan pemugaran (Katadata/Riy (Katadata)

Selain bangunan Cetiyagara dan Mandapa, ada tiga bangunan kecil sejenis stupa berbentuk kubah yang ditengarai sebagai media penyimpan relik atau abu jenazah. Ketiga bangunan kecil itu juga dibangun menggunakan bata kemerahan yang ditemukan di sekitar kompleks candi tersebut.

Prastowo mengatakan proses penyusunan bata menjadi bangunan dilakukan dengan bahan perekat campuran tanah liat, air dan sedikit semen. Bata merah itu berasal dari reruntuhan sekitar yang ditemukan dalam kondisi terkubur tanah dan nampak seperti gundukan. Dalam pengertian masyarakat lokal, gundukan itu disebut Manapo.

Reruntuhan bata merah itu kemudian diangkat untuk selanjutnya disusun kembali menjadi bangunan sesuai hasil kajian Kemendikbudristek pada 2022 lalu.

Prastowo mengatakan proyek pemugaran Candi Koto Mahligai merujuk pada rencana konservasi dan pemugaran. Artinya, proses pemugaran tidak akan mengubah atau merusak ekosistem yang sudah terbentuk di wilayah area candi.

Kawasan Candi Koto Mahligai berada di tengah kawasan hutan dengan pohon-pohon besar menjulang tinggi seperti Pohon Kundur, Duku, Geganti dan Rengas Manuk yang mencapai 20 hingga 30 meter.

Sebagaian akar-akar pohon dibiarkan tetap tumbuh dan menembus bangunan candi. Menurut Prastowo, ekosistem tersebut sengaja dipertahankan untuk mempertahankan kelembaban yang dipercaya mampu membuat bata candi lebih awet dan tahan lama.

Suasana kompleks Candi Koto Mahligai berbeda dengan atmosfer di kawasan di area Candi Borobudur atau Prambanan yang berdiri di area terbuka sengatan terik matahari.

“Bata ini dari abad ke-9 sampai abad ke-11, untuk memperpanjang usia pemugaran maka pohonnya tidak ditebang,” ujar Prastowo.

Gelontorkan Ratusan Miliar

Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan bahwa kementeriannya mengucurkan biaya Rp 600 miliar untuk pemugaran KCBN Muarajambi tahun 2024.

Selain dialokasikan untuk revitalisasi Candi Koto Mahligai, Parit Duku, Sialang, dan pemugaran Alun-Alun, anggaran tersebut juga ditujukan untuk pembangunan Museum KCBN Muarajambi yang dimulai pada 5 Juni lalu.

Peresmian peletakan batu pertama dilakukan di kawasan yang berada di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi. Seremoni groundbreaking diramaikan oleh upacara adat Tegak Sako yang dikomandoi oleh delapan kepala desa. Pemerintah menargetkan pembangunan kompleks museum dapat dibuka untuk umum pada Oktober tahun ini.

Para pekerja sedang menyusun rekonstruksi Candi Koto Mahligai dengan batu bata reruntuhan di sekitar lokasi, Rabu (5/6). (Katadata/Riyandanu). (Katadata)

KCBN Muarajambi terletak di delapan desa di sekitar Sungai Batanghari yang menjadi desa penyangga kompleks situs tersebut. Kedelapan desa itu adalah Muaro Jambi, Danau Lamo, Kemingkir Luar, Kemingkir Dalam, Dusun Baru, Tebat Patah, Dusun Mudo dan teluk Jambi.

Hilmar Farid mengatakan KCBN Muarajambi merupakan situs dari era Buddha terbesar di Asia Tenggara dengan luas total 3.981 hektare. Proyek peremajaan ini merupakan yang paling besar setelah revitalisasi Candi Borobudur pada 1973.

KCBN Muarajambi ditetapkan sebagai warisan budaya melalui penetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 259 Tahun 2013 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis, Muarajambi sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional.

Saingi Angkor Wat

Proyek pemugaran KCBN Muarajambi secara besar-besaran baru dilakukan seusai kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2022 lalu. Saat ini kawasan KCBN Muarajambi terdiri dari 82 struktur dari tumpukan batubata merah, termasuk candi utama seperti Candi Tinggi, Candi Kedaton, dan Candi Gumpung.

Candi Tinggi sudah direvitalisasi sejak tahun 1980. Sementara Candi Kedaton telah mengalami pemugaran pada 2002 lalu. Candi kedaton berjarak 2 kilometer (km) dari proyek revitalisasi Candi Kato Mahligai.

Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Muaro Jambi menyediakan jasa penyewaan sepeda listrik seharga Rp 50.000 bagi para pengunjung yang ingin mengelilingi seluruh wilayah  KCBN Muarajambi.

Pengunjung direkomendasikan untuk menyewa sepeda listrik karena jarak antara satu candi ke candi lain berjarak 2-3 km. Adapun pihak pengelola mematok tarif tiket masuk seharga Rp 15.000 per orang.  

Jalan menuju antar komplek candi di kawasan KCBN Muarajambi masih dipenuhi hutan dan pepohonan besar, seperi Pohon Bambu, Pohon Duku dan Pohon Durian.

Para pengunjung yang menggunakan sepeda listrik akan melintasi rute jembatan yang melintang di atas kanal saat berpindah dari satu kompleks candi ke kompleks candi lainnya.

Para pengunjung menggunakan sepeda listrik untuk berpindah dari satu kompleks candi ke kompleks candi lainnya di kawasan KCBN Muarajambi, Rabu (5/6). (Katadata)

Tidak seperti Candi Koto Mahligai yang masih dalam tahap pemugaran, Candi Kedaton menonjol dengan keanggunan arsitekturnya, berdiri megah di tengah ladang hijau yang luas. Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Rhis Eka Wibawa, menjelaskan Candi Kedaton beridiri di atas lahan seluas 4 ha.

Menurut Rhis, Candi Kedaton berfungsi sebagai pusat pendidikan dan universitas pada masanya. Di dalam kompleks Candi Kedaton juga ditemukan sebuah sumur air tawar dan jam matahari kuno yang terbuat dari batu andesit.

Dia mengatakan, sumur air tawar yang tersusun dari batubata merah itu mengandung sumber air dengan pH netral dan tak berbau. Air dari sumur ini kerap menjadi sumber air tawar bagi para pengunjung yang membawa botol minum atau tumbler.

“Air sumur ini juga bisa dipakai untuk cuci muka dan dipercaya bisa membuat kulit awet muda,” kata Rhis.

Rhis mengaku masih belum bisa menjelaskan kepunahan dari peradaban Candi Muaro Jambi. Kendati tapak purbakala Muaro Jambi dikenal sebagai peradaban Buddha, mayoritas masyarakat sekitar merupakan penganut agama Islam.

“Kami belum tahu mengapa peradaban ini ditinggalkan, karena kami belum menemukan bukti prasasti yang menjelaskan itu,” ujar Rhis.

Hilmar Farid menjelaskan pihaknya telah menemukan beragam artefak dan temuan seperti prasati, patung andesit, kerajinan emas, hingga keramik Cina yang diperoleh dari ekskavasi di wilayah KCBN Muarajambi.

Menurutnya, kompleks Candi Muaro Jambi diperkirakan didirikan sekitar abad ke-7 hingga ke-13, selaras dengan periode kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Era ini menandai salah satu puncak perdagangan dan kebudayaan di Asia Tenggara.

Dengan modal luasan kawasan yang mencapai hampir 4.000 ha, KCBN Muarajambi dapat menjadi ikon budaya yang lebih besar dan terkenal dibandingkan Angkor Wat dalam lima tahun mendatang.

"Dalam 5 tahun ke depan pemerintah menargetkan Muara Jambi lebih hebat dari Angkor Wat karena potensinya ada,” ujar Hilmar Farid.

Candi Muara Jambi telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional oleh Pemerintah Indonesia, dan terdaftar dalam Tentative List Warisan Dunia UNESCO sejak 2009.

Melalui pengakuan dan usulan sebagai situs Warisan Dunia oleh UNESCO, Candi Muara Jambi mendapatkan perhatian internasional yang lebih luas, memperkuat posisinya sebagai salah satu situs bersejarah penting di dunia.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu