Kenali Konsumen, Kunci Unifam Arungi Bisnis di Masa Krisis Covid-19

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.
Suasana pusat perbelanjaan di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Minggu (7/6/2020) yang sepi imbas kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penularan Covid-19.
Penulis: Happy Fajrian
25/2/2021, 20.54 WIB

Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan kebiasaan pada kehidupan sehari-hari. Perubahan perilaku masyarakat ini juga berdampak pada dunia bisnis. Pelaku usaha dituntut untuk jeli dalam menangkap peluang dari perubahan tersebut.

PT United Family Food (Unifam), memahami benar perubahan yang terjadi di masyarakat, sehingga perusahaan tidak bisa lagi melakukan bisnis dengan cara lama (business as usual). Inilah mengapa Unifam bisa membukukan pertumbuhan penjualan hingga 18% secara tahunan.

"Secara keseluruhan, situasi FMCG di tahun lalu memang tidak bagus. Uniknya, kami menjadi anomali karena omzet tumbuh 18%. Harus ada pembaruan strategi marketing agar bisa memaksimalkan pendapatan perusahaan saat terjadi krisis," kata Chief Operating Officer (COO) Unifam Wishnu Pramuji pada webinar Marketeers Hangout 2021, Kamis (25/2).

Pasalnya menurut data Kanter, nilai bisnis sektor FMCG terkoreksi sebesar 6% pada 2020, walaupun mulai pulih pada kuartal IV dengan kenaikan sebesar 8% dibandingkan kuartal sebelumnya.

“Memasuki masa kenormalan baru, kita tahu bahwa perilaku konsumen telah berubah. Perusahaan kemudian harus agile (lincah) dan fleksibel untuk menangkap peluang dari perubahan konsumen sehingga dapat menciptakan strategi pemasaran yang relevan,” kata Wisnu.

Selama pandemi, Unifam sendiri menyusun ulang strategi pemasaran mereka. Tidak lagi menggunakan left-brained marketing, tapi kini berfokus dengan right-brained marketing.

“Kreativitas dan inovasi harus menjadi yang utama ketika terjadi krisis. Namun, keduanya juga harus didukung dengan customer insight,” kata dia.

Produk FMCG PT United Family Food (Unifam) (unitedfamilyfood.co.id)

Salah satu perubahan yang terjadi adalah konsumen menjadi lebih sadar dengan kesehatannya, sehingga menginginkan produk-produk yang berkaitan dengan kesehatan dan well being. “Konsumen menginginkan produk yang sehat, supaya imunnya bagus dan tidak tertular Covid-19,” ujar Wishnu.

Wishnu mencontohkan pada produk susu kental manis Milkita yang dibuat dari susu segar, sehingga mengandung vitamin yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sistem imun tubuh seperti vitamin A, B1, B3, dan sebagainya.

Kemudian Unifam juga memiliki produk mi instan sehat Lemonilo. Penjualan kedua produk ini menurut Wishnu tumbuh sangat baik sepanjang tahun lalu. Inilah campaign yang dilancarkan Unifam, bahwa produknya sehat sehingga diterima dengan baik oleh konsumen di masa pandemi ini.

“Padahal dua tahun lalu Lemonilo itu tidak ada penjualan, tapi sekarang luar biasa kenaikannya karena dinilai lebih sehat,” kata dia.

Lima Perubahan Perilaku Konsumen yang Terjadi Akibat Pandemi Covid-19

Head of Large Customer Marketing Google Indonesia, Muriel Makarim mengatakan bahwa dengan memahami keinginan konsumen, perusahaan dapat menghasilkan produk dan layanan sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Dalam Report Google Year in Search 2020, terdapat lima kunci utama yang dapat digunakan oleh pemasar dalam memahami konsumen Indonesia. Pertama adalah individual matters atau masalah individu.

“Pandemi membuat masyarakat lebih memahami masalah individu, seperti kesehatan mental dan kesetaraan gender. Brand harus menangkap momentum ini untuk menghadirkan kampanye yang menyentuh emosi konsumen,” ujarnya.

Kedua, higher purpose di mana masyarakat saat ini lebih peduli terhadap sesama. Hal ini berpengaruh pada preferensi produk atau layanan yang ingin digunakan. Konsumen tidak hanya membeli produk, tapi juga ingin mendukung brand atau perusahaan yang memiliki value sesuai dengan konsumen.

“Saat ini sudah banyak brand yang menyentuh emosi konsumen dengan menciptakan kampanye berdasarkan nilai-nilai personal dari masyarakat. Produk kecantikan misalnya yang saat ini banyak membuat produk sustainable,” jelas Muriel.

Ketiga adalah whole selves, menekankan pada perubahan kebiasaan di masyarakat yang juga berdampak pada dunia bisnis. Perubahan ini menuntut dunia bisnis untuk mempelajari kembali norma-norma baru di masyarakat untuk membuat produk dan layanan yang sesuai.

Keempat, sweet relief atau hiburan. Kebutuhan terhadap hiburan semakin besar saat masa pandemi. Apalagi ketika batas antara urusan kerja dan pribadi telah melebur. Brand dituntut untuk membuat strategi marketing yang dapat menarik konsumen dengan cara yang sopan dan menyenangkan.

Terakhir, future proofing. Pandemi menjadi wake up call bagi masyarakat Indonesia untuk lebih mempersiapkan masa depan. Brand kemudian perlu memahami apa yang konsumen pikirkan mengenai masa depan. Setelahnya, ciptakan layanan dan produk yang bisa berguna untuk masa depan konsumen.