Cek Data: Mengapa Milenial Sulit Punya Rumah?

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/YU
Foto udara perumahan subsidi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (13/8/2023).
Penulis: Reza Pahlevi
4/9/2023, 10.38 WIB

Sebanyak 81 juta milenial tidak memiliki rumah. Mereka kerap disalahkan karena tidak mampu mengelola keuangan dan lebih mementingkan gaya hidup sehingga sulit memiliki rumah. Benarkah milenial tidak bisa memiliki rumah karena alasan tersebut?

Kontroversi

Menteri BUMN Erick Thohir menyebut terdapat 81 juta milenial tidak memiliki rumah. Menurutnya, para milenial tersebut lebih mementingkan gaya hidup ketimbang menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli rumah. Alhasil memiliki rumah bukan prioritas utama bagi milenial. 

“Generasi muda dengan era sosial media yang luar biasa hari ini lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan belanja untuk gaya hidup,” katanya dalam acara Akad Massal Serentak KPR Bank BTN di Tangerang, Selasa, 8 Agustus 2023.

Erick berharap generasi muda menyadari pentingnya memiliki rumah untuk masa depan. Dia meminta mereka mengurangi pengeluaran konsumtif.

Ini bukan kali pertama Erick menyinggung 81 juta milenial yang belum punya rumah. Dia sempat menyampaikan persoalan ini ketika menemani Presiden Joko Widodo meresmikan apartemen milenial yang dibangun Perumnas di Depok pada April lalu.

Perihal budaya konsumsi anak muda juga disampaikan Prita Ghozie, influencer keuangan yang juga CEO Zap Finance. Menurutnya, memang ada ketidakseimbangan antara kenaikan gaji dan kenaikan harga rumah. 

Namun di sisi lain, budaya konsumtif anak muda untuk gaya hidup juga menyebabkan mereka tidak mampu mempersiapkan kebutuhan di masa depan. 

“Generasi muda yang memiliki pola konsumtif tinggi akan kesulitan untuk mencicil kredit kepemilikan rumah (KPR),” kata Prita, dikutip dari situs resmi Universitas Indonesia. 

Faktanya

Soal pertama, benarkah ada 81 juta milenial yang tidak memiliki rumah? Jika mengacu hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk milenial atau kelahiran 1981-1996 hanya 69,4 juta jiwa atau 25,9% dari total penduduk Indonesia. 

Menurut perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), total pemilih dalam Pemilu 2024 mencapai 204,81 juta orang. Dari jumlah itu 32% atau sebagian besarnya adalah milenial sebanyak 66,8 juta pemilih. 

Artinya jumlah milenial di tanah air antara 66,8 juta-69,4 juta jiwa. Lalu dari mana 81 juta milenial yang belum memiliki rumah?

Berdasarkan penelusuran kami, angka tersebut berasal dari publikasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2020. “Pada tahun 2019 jumlah generasi milenial dengan rentang usia 18-37 tahun mencapai angka 81 juta jiwa,” sebut rilis pers Kementerian PUPR tertanggal 31 Agustus 2020.

Data yang dikutip ini pun tidak menunjukkan 81 juta milenial yang tidak memiliki rumah, melainkan jumlah milenial secara keseluruhan. Ada pun, milenial yang dimaksud di sini adalah mereka yang berumur 18-37 tahun.

Backlog Rumah

Kementerian PUPR sebenarnya memiliki perhitungan kebutuhan rumah berdasarkan tingkat kepemilikan rumah. Perhitungan ini mengacu pada persentase rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri dan yang menempati bukan rumah sendiri tetapi memiliki rumah di tempat lain.

Rumah tangga yang tinggal di rumah kontrak/sewa, bebas sewa, rumah dinas, dan lainnya dianggap belum memiliki rumah. Jumlah rumah tangga belum memiliki rumah inilah yang sering disebut backlog perumahan.

Pada 2022, backlog ini mencapai 10,5 juta jiwa. Angka backlog ini sudah turun signifikan dari di atas 12 juta pada 2018 hingga 2021.

Masalah kepemilikan rumah ternyata bukan hanya dihadapi milenial. Rumah tangga dengan kepala keluarga milenial yang belum memiliki rumah memang yang terbanyak, yaitu 4,34 juta rumah tangga. Namun, masih ada 4,3 juta rumah tangga generasi X yang belum memiliki rumah.

Lalu, apakah ketidakmampuan mereka memiliki rumah akibat gaya hidup konsumtif?

Harga Rumah di Atas Kemampuan

Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyinggung masalah kepemilikan rumah untuk generasi muda. Menurutnya, mereka membutuhkan rumah tetapi tidak mampu mendapatkan rumah.

“Mereka butuh tapi tidak mampu karena harga rumahnya lebih tinggi dibanding purchasing power mereka,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Juli 2022 lalu.

Data BPS menunjukkan, rata-rata upah buruh nasional hanya sebesar Rp2,94 juta per bulan per Februari 2023. DKI Jakarta memiliki rata-rata upah buruh tertinggi yakni Rp5,07 juta per bulan dan Sulawesi Barat terendah sebesar Rp2,12 juta per bulan.

Menggunakan data upah buruh tersebut, kami melakukan simulasi kemampuan kredit pemilikan rumah (KPR) yang disediakan platform Rumah123.com. Dalam simulasi ini, tenor kredit ditetapkan 20 tahun, minimal uang muka 20% dari harga properti, dan angsuran per bulan dibatasi 30% dari gaji. 

Bunga KPR yang dipakai adalah bunga terendah tetap yang tersedia di Rumah123.com untuk tahun pertama. Tahun-tahun selanjutnya, bunga KPR adalah bunga floating yang besarannya berubah-ubah sesuai suku bunga acuan Bank Indonesia.

Simulasi dengan gaji Rp2,9 juta per bulan menghasilkan harga rumah maksimal yang dapat dikredit sebesar Rp103,9 juta. Dalam Profil Perumahan di Indonesia 2021, Kementerian PUPR menunjukkan median harga rumah tipe kecil (≤36 m2) mencapai Rp267,08 juta. Artinya dengan gaji rata-rata, kebanyakan pekerja kesulitan mengakses KPR.

Apa yang terjadi secara nasional ini juga terjadi di level provinsi. Simulasi menggunakan rata-rata upah buruh di setiap provinsi menemukan kemampuan KPR yang lebih rendah dari median harga rumah tipe kecil di provinsi yang sama.

DKI Jakarta memiliki rata-rata upah buruh tertinggi sekaligus median harga rumah tertinggi. Ini membuat pekerja DKI Jakarta tetap kesulitan memiliki rumah. Jarak antara kemampuan KPR dan median harga rumah bahkan menjadi yang terbesar. Hal yang sama terjadi di Papua yang rata-rata upah buruhnya tertinggi kedua di Indonesia.

Data-data ini menunjukkan masalah kepemilikan rumah tidak hanya disebabkan gaya hidup konsumtif. Dengan rata-rata upah saat ini, pekerja kesulitan untuk mengakses KPR. 

Pemerintah sebenarnya telah membangun rumah subsidi sebagai salah satu solusi mengatasi masalah ini. Pada 2023, harga rumah subsidi mulai dari Rp162 juta hingga Rp234 juta. Perbedaan harga menyesuaikan lokasi rumah.

Rumah subsidi ini disalurkan menggunakan skema KPR fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). FLPP memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah mengakses KPR dengan syarat pembayaran lebih mudah dibanding KPR non-subsidi.

Masalahnya, program yang berjalan sejak 2010 ini baru dapat menyalurkan bantuan pembiayaan perumahan untuk 1,16 juta unit hingga 2022. Jumlah ini tidak cukup besar untuk menutup backlog perumahan.

Referensi

BPS. Rata-Rata Upah/Gaji Bersih Sebulan (rupiah) Buruh/Karyawan/Pegawai menurut Provinsi dan Lapangan Pekerjaan Utama di 17 Sektor, 2023 (Akses 25 Agustus 2023)

Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR. 31 Agustus 2020. “Kementerian PUPR: Investasi Rumah Penting Buat Generasi Millenial” (Akses 25 Agustus 2023)

Housing and Real Estate Information System Kementerian PUPR. 25 Maret 2022. Profil Perumahan di Indonesia. (Akses 24 Agustus 2023)

Housing and Real Estate Information System Kementerian PUPR. Metadata Indikator Perumahan. (Akses 28 Agustus 2023)

Kompas.com. 8 Agustus 2023. “81 Juta Anak Muda Belum Punya Rumah, Erick Thohir Minta Kurangi Gaya Hidup” (Akses 24 Agustus 2023)

Rumah123. Simulasi Kemampuan KPR. (Akses 25 Agustus 2023)

Universitas Indonesia. 9 Februari 2023. “Kecanduan Paylater dan Konsumtif Ancam Generasi Muda” (Akses 25 Agustus 2023)

---------------

Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id.