Fintech Peer to Peer atau P2P Lending Amartha menerapkan pembelajaran mesin alias machine learning untuk menentukan risiko kredit para peminjam mereka. Metode ini sudah dilakukan sejak Amartha berdiri pada 2010, lebih dulu daripada Otoritas Jasa Keuangan alias OJK yang sekarang tengah mengembangkan Innovative Credit Scoring atau ICS dengan metode serupa.

“Kami punya engine credit scoring, kami bisa melakukan assessment terhadap calon peminjam Amartha dengan memasukkan lebih dari 90 indikator,” ujar Chief Finance Officer Amartha, Ramdhan Anggakaradibrata dalam temu media di On3 Senayan, Jakarta, Selasa (26/11).

Sebanyak 90 indikator peminjam itu nantinya akan dimasukkan dalam sistem credit scoring Amartha untuk diproses lewat kecerdasan buatan atau AI. Data olahan itu menghasilkan status skor risiko kredit, dari kelas A hingga E.

Calon lender atau pemberi pinjaman bisa memilih peminjam dengan risiko sesuai keinginannya. Kelas A berarti peminjam punya risiko kredit paling rendah sementara E punya risiko kredit paling tinggi.

Ramdhan menjelaskan sudah mengembangkan AI ini sejak 2010. Kini, AI tersebut mengolah 10 ribu hingga 15 ribu log per hari. Jadi, setiap bulan ada sekitar 150 ribu log untuk skor kredit peminjam. Hasil pengolahan data skor kredit ini bakal hadir secara real-time atau langsung setelah data dikirim.

“Ini masif ke peminjam seluruh Indonesia, ini yang cukup membedakan apa yang Amartha miliki dengan perusahaan lain yang ada di pasaran,” ujar Ramdhan.

Kendati demikian, mereka juga mengerahkan tenaga kerja untuk bertemu dengan peminjam, berinteraksi, dan mendapatkan informasi untuk dimasukkan dalam sistem. Hal ini untuk memverifikasi apakah data yang dimasukkan sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Saat ini, OJK tengah mengembangkan Innovative Credit Scoring atau ICS yang bisa melengkapi Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK untuk menentukan risiko kredit seseorang. Peraturan soal ICS bakal rampung pada akhir 2024. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Hasan Fawzi mengatakan, peraturan tersebut masih dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

“Kami maunya (aturan itu) sebulan dari sekarang paling lama, jadi per akhir tahun ini,” kata Hasan Fawzi di Wayang Bistro, Jakarta, Senin (11/11).

Dengan adanya ICS, penilaian kredit peminjam bisa diperoleh dari data di e-commerce hingga media sosial. Penilaian ini juga akan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) serta machine learning untuk mengolah data.

Ramdhan mengapresiasi rencana OJK tersebut untuk meningkatkan akurasi skor kredit masyarakat. Namun, menurutnya langkah OJK ini tidak bisa sepenuhnya diimplementasikan di Amartha karena perbedaan target pasar. Fintech ini menyasar kaum ibu di pedesaan yang tidak banyak perusahaan melayani segmen tersebut.

“Enggak semua peminjam Amarta itu punya akses ke e-commerce. Nggak semua peminjamnya Amarta itu punya social media. Nah makanya kita memadukan antara high technology yang kita pakai dengan human touch,” ujarnya.

Reporter: Amelia Yesidora