Pemerintah memastikan aturan International Mobile Equipment Identity (IMEI), yang akan diterapkan 18 April akan tetap memperhatikan perlindungan data pribadi konsumen.
Kepala Subdirektorat Kualitas Layanan dan Harmonisasi Standar Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (SPPI Kominfo) Nur Akbar Said mengatakan, basis data yang dikumpulkan oleh para operator melalui mesin blokir ponsel ilegal atau Equipment Identity Register (EIR) dijamin kerahasiaannya.
EIR juga dikendalikan oleh pemerintah, yakni Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai pengelola data sistem pusat atau Central Equipment Identity Register (CEIR).
"Proses pengiriman data dari EIR ke CEIR pun sudah kami bicarakan ke para penyelenggara untuk menjamin tidak adanya kebocoran data. Dari sisi perlindungan data pribadi, Insya Allah tidak ada permasalahan," ujar Akbar dalam video conference, Rabu (15/4).
Kepala Subdirektorat Industri Peralatan Informasi dan Komunikasi, Perkantoran, dan Elektronika Profesional Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Najamudin menambahkan, sistem pendukung skema whitelist, yaitu Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) pun terjamin dari sisi keamanan data.
Ia menjelaskan, perusahaan produsen ponsel nantinya yang bakal melakukan pendaftaran IMEI secara langsung untuk perangkatnya, sehingga tidak akan ada data pribadi konsumen di sistem tersebut. Sementara, CIER hanya mengirimkan data-data berupa nomor IMEI dan nomor identitas kartu SIM (MSISDN) saja.
"(Data-data CIER) pun akan terenkripsi sehingga tidak bakal diakses oleh siapa pun kecuali pemilik (ponsel) dan operator," ujar dia.
(Baca: Ada Kendala Teknis, Aturan Blokir Ponsel Ilegal Tetap Berlaku 18 April)
Dalam pelaksanaannya, pemerintah memutuskan untuk menerapkan skema whitelist. Artinya, ketika konsumen memasukkan simcard ke ponsel ilegal, maka perangkat itu tidak akan mendapat sinyal. Sebab, mesin EIR milik perusahaan telekomunikasi tidak menemukan nomor IMEI pada ponsel ilegal tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pihaknya berharap agar pemerintah tak melulu menyoroti soal kerugian pajak karena ponsel ilegal saja, melainkan juga tentang perlindungan konsumen dalam aturan IMEI.
Selama ini, maraknya penjualan ponsel ilegal terjadi karena adanya ketidaktahuan konsumen mengenai pentingnya keselamatan data pribadi dari perangkat palsu atau bajakan, yang memungkinkan adanya serangan malware.
"Jadi, akan lebih baik apabila aspek (perlindungan data pribadi) ini menjadi prioritas dalam aturan IMEI ini," ujar Tulis .
Selain itu, Tulus menyarankan, agar pemerintah dapat mengedukasi lebih jelas mengenai kebijakan aturan IMEI. Tujuannya agar tidak ada miskomunikasi. Apalagi, dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen, masyarakat mempunyai hak atas informasi yang jelas, jernih, dan jujur.
"Jangan sampai kebijakan (aturan) ini dikeluarkan tetapi konsumen tidak paham apa latar belakang dibuatnya aturan ini," ujar dia.