Setelah mendapat kritikan tajam dalam beberapa bulan terakhir, Facebook akhirnya mengumumkan rencana penanganan penyebaran berita palsu alias hoax dan informasi menyesatkan yang beredar di media sosial. Caranya, selain membuat fitur-fitur baru, Facebook akan melibatkan para jurnalis sebagai penguji fakta independen. 

“Kami akan meluncurkan beberapa fitur baru untuk menghilangkan berita-berita palsu yang disebarkan oleh spammers demi keuntungan mereka sendiri,” kata Vice President News Feed Facebook Adam Mosseri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/12).

Ia menjelaskan, fitur baru ini akan memungkinkan pengguna Facebook untuk menandai berita atau informasi yang dianggap palsu dan menyesatkan. Selain itu, algoritma Facebook juga akan mengidentifikasi informasi atau berita yang menjadi viral dengan pola yang tidak wajar. Misalnya, menggunakan alamat URL yang menyesatkan.

(Baca: Situs Berita Hoax, Mesin Pencetak Uang dan Kegaduhan)

Berita atau informasi yang ditandai tersebut kemudian akan masuk ke dalam sistem para penguji fakta yang tergabung dalam jaringan penandatangan International Fact-Checkers Network Code of Principles (IFCN). Pada tahap inilah, jaringan jurnalis berperan sebagai penguji fakta independen untuk menginvestigasi berita atau informasi yang diduga hoax tersebut.

“Kami menemukan kecenderungan, jika setelah membaca suatu artikel orang-orang kurang begitu tergugah untuk membagikannya, itu mungkin saja menandakan bahwa informasi yang ada di dalamnya memberikan informasi yang tidak sesuai,” katanya.

Para penandatangan IFCN Code of Principles di Amerika Serikat (AS) akan bertugas sebagai penjaga gawang berita atau informasi untuk Facebook. Mereka akan menguji akurasi suatu berita. (Ekonografik: Popularitas Facebook Merosot di Indonesia)

Jika para penguji fakta ini menganggap suatu berita sebagai berita hoax, pada postingan berita yang ditandai di News Feed akan muncul tanda “Disputed”. Begitupun ketika seseorang hendak membagikan berita tersebut, tanda “Disputed” akan kembali muncul sebagai peringatan.

Facebook sebelumnya pernah memiliki staf editor yang khusus memeriksa akurasi berita yang akan ditampilkan di News Feed. Petaka muncul ketika pada awal tahun ini lusinan editor tersebut digantikan dengan sistem algoritma. Sistem ini dirancang untuk memprioritaskan berita-berita yang menjadi tren agar tampil lebih lama di News Feed pemilik akun Facebook.

Hasilnya, berita-berita palsu berhasil mendominasi tren News Feed. Bahkan, Facebook mengakui, para penyebar berita hoax mampu membeli Facebook ads yang sengaja didesain agar kelihatan semirip mungkin dengan berita sungguhan.

Mosseri mengatakan, para penyebar berita palsu juga menggunakan URL yang ditautkan langsung dengan suatu portal sehingga kelihatannya berita-berita palsu ini datang dari situs-situs berita yang sahih. (Baca: Enam Cara Facebook Menangkal Informasi Palsu di Media Sosial)

IFCN Code of Principles sendiri merupakan suatu proyek sosial yang diinisiasi oleh Poynter, sebuah organisasi nirlaba yang fokus dalam wacana jurnalisme demokratis. Sejauh ini sudah ada 43 media dari berbagai negara yang menandatangani IFCN, di antaranya terdapat media besar AS seperti ABC News, Associated Press, Washington Post Facts Checker, dan Snopes.

Direktur IFCN Alexios Mantzaris mengatakan, masing-masing penandatangan dalam organisasinya telah melakukan penelaahan sebelum sepakat berpartisipasi merancang mekanisme pemeriksaan fakta. Para penandatangan harus membuktikan jika mereka dapat memiliki waktu melakukan pengujian fakta atas laporan-laporan yang masuk.

Bagi para penguji fakta, menurut Mosseri, tanda “Disputed” pada berita atau informasi yang menjadi viral juga akan meningkatkan trafik portal penguji fakta. Sebab, tanda tersebut akan ditautkan ke portal penguji fakta.

“(Penguji fakta) dapat menguji suatu artikel dan menautkan penjelasan atasnya serta kemudian memberikan konteks di Facebook sehingga para pengguna Facebook dapat memutuskan sendiri mana yang ingin mereka percayai dan dibagikan,” kata Mosseri, seperti dikutip BuzzFeed, Jumat (16/12).

Mantzarlis mengatakan, jurnalis yang berminat menjadi penguji fakta independen saat ini mesti bersabar dulu. Sementara tahap uji coba program Facebook berjalan, pihak-pihak yang berminat menjadi penguji fakta tersebut dapat mengungkapkan ketertarikannya lewat formulir online yang disediakan. "Tetapi tidak akan diproses hingga sistem pemeriksaan yang sedang dipersiapkan rampung."