Investasi ke Startup Asia Tenggara Anjlok ke Level Terendah 6 Tahun

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/AWW.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Penulis: Lenny Septiani
2/11/2023, 11.03 WIB

Investasi ke startup Asia Tenggara anjlok 69,2% secara tahunan atau year on year (yoy) dari US$ 13 miliar menjadi US$ 4 miliar selama Semester I. Pendanaan ke perusahaan rintisan Indonesia bahkan melorot 87%.

Hal itu tertuang dalam  laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk ‘e-Conomy SEA 2023’.

“Pendanaan swasta ke startup di Asia Tenggara menurun ke tingkat terendah dalam enam tahun terakhir. Ini sejalan dengan pergeseran global menuju biaya modal yang lebih tinggi dan isu-isu di seluruh siklus pendanaan,” demikian dikutip dari laporan tersebut, Rabu (1/11).

Penurunan nilai investasi ke startup Indonesia juga merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Rinciannya sebagai berikut:

  • Filipina turun 79% dari US$ 800 juta menjadi US$ 200 juta
  • Thailand turun 66% dari US$ 300 juta menjadi US$ 100 juta
  • Indonesia turun 87% dari US$ 3,3 miliar menjadi US$ 400 juta
  • Malaysia turun 52% dari US$ 500 juta menjadi US$ 200 juta
  • Singapura turun 63% dari US$ 7,5 miliar menjadi US$ 2,8 miliar
  • Vietnam turun 24% dari US$ 700 juta menjadi US$ 600 juta

Sementara itu, rincian jumlah kesepakatan investasi ke startup di Asia Tenggara sebagai berikut:

  • Filipina turun dari 68 menjadi 23
  • Thailand turun dari 42 menjadi 24
  • Indonesia turun dari 301 menjadi 100
  • Malaysia turun dari 77 menjadi 47
  • Singapura turun dari 572 menjadi 318
  • Vietnam turun dari 148 menjadi 48

Data lengkap terkait investasi ke startup Asia Tenggara dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Rincian pendanaan ke startup Asia Tenggara selama Semester I 2023 (Katadata/Desy Setyowati, e-Conomy SEA 2023)

Padahal, modal yang tersedia atau dry powder yang dimiliki oleh investor meningkat pada tahun lalu. Rinciannya sebagai berikut:

Dana yang tersedia di investor di Asia Tenggara (e-Conomy SEA 2023)

Google, Temasek, dan Bain and Company pun mengungkapkan alasan penurunan investasi ke startup Asia Tenggara meski dry powder meningkat, yakni:

  • Investor semakin terdesak untuk merealisasikan dana keluar atau berinvestasi, memberikan imbal hasil, dan mendistribusikan modal
  • Pemberian dana yang dimulai pada pertengahan 2010, kini berada pada tahap akhir panen. Hal ini memberikan tekanan kepada modal ventura untuk memberikan imbal hasil.
  • Separuh investor hanya mampu memenuhi sebagian atau tidak mencapai target divestasi
  • Merealisasikan imbal hasil dan mendistribusikan dana menjadi tantangan utama dalam penggalangan dana
  • 87% investor merasa bahwa penggalangan dana menjadi lebih sulit
  • 64% investor mengalami penurunan ketertarikan untuk berinvestasi
  • 88% investor merasa mereka menghadapi tantangan penggalangan dana yang lebih sulit

Exit tetap menjadi perhatian utama, karena investasi ke startup di Asia Tenggara dinilai menghasilkan pengembalian modal yang lebih sedikit dibandingkan wilayah lain,” kata Google, Temasek, dan Bain and Company.

Exit yang dimaksud yakni pendekatan yang direncanakan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian. Caranya bisa melalui pencatatan saham perdana alias initial public offering (IPO), merger atau akuisisi.

Google, Temasek, dan Bain and Company menyampaikan, pendanaan ke startup Asia Tenggara anjlok ke level terendah dalam enam tahun karena biaya modal yang meningkat.

“Ketika para investor mengkalibrasi ulang ekspektasi mereka, para startup berupaya memperpanjang runway dengan membelanjakan dana secara lebih efisien. Ini supaya mereka tumbuh berkesinambungan,” ujar Google, Temasek, dan Bain and Company.

Dalam konteks startup, runway mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan atau sebelum kehabisan uang.

Penurunan pendanaan ke startup Asia Tenggara juga mengindikasikan investor sulit mendapatkan imbal hasil dari investasi yang disalurkan.

Untuk keluar dari musim dingin pendanaan atau funding winter, startup di Asia Tenggara dinilai perlu membuktikan bahwa investasi yang diberikan akan menghasilkan imbal hasil yang berkualitas. Caranya yakni:

  1. Valuasi awal yang realistis: startup harus membuktikan bahwa kenaikan valuasi berlangsung rasional yang dibangun di atas fundamental bisnis dan industri yang sesungguhnya, serta mencerminkan ekonomi makro saat ini
  2. Membuktikan model monetisasi atau cara untuk mendapatkan keuntungan
  3. Memiliki strategi atau jalur yang jelas untuk untung
  4. Memiliki perencanaan yang jelas untuk exit