Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika mengumumkan wacana pembentukan Dewan Media Sosial. Anggotanya akan terdiri dari pemerintah, platform seperti Instagram dan TikTok, serta masyarakat.
“Dewan Media Sosial ini badan independen dan didirikan oleh para stakeholders, termasuk Pemerintah, platform, industri hingga masyarakat,” ujar Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria di Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (31/5).
Ia menjelaskan, para stakeholder dalam Dewan Media Sosial nantinya bersama-sama merumuskan aturan lalu lintas informasi di media sosial supaya sesuai dengan standar etik.
Nezar menyampaikan, Dewan Media Sosial tidak memiliki wewenang untuk menutup, memblokir, atau lainnya. “Jadi lebih kepada rekomendasi etik terhadap pihak yang bertanggung jawab terhadap penyebaran informasi,” ia menambahkan.
Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet mengusulkan Dewan Media Sosial sebagai lembaga independen baru yang berisi berbagai pemangku kepentingan.
“Selain itu, berfungsi menggantikan peran Kominfo dalam melakukan moderasi konten,” kata SAFEnet dalam keterangan pers, Kamis (30/5). Sebab, selama ini wewenang Kominfo sebagai representasi pemerintah sangat besar dalam memoderasi konten.
Pembentukan Dewan Media Sosial diharapkan mengadopsi seluruh prinsip, terutama independensi dan multistakeholderism. Menurut SAFEnet, rancangan pembentukan Dewan Media Sosial oleh Kominfo masih sangat kabur dan justru berpotensi berseberangan dengan prinsip awal.
Pembentukan Dewan Media Sosial awalnya diusulkan untuk masuk ke dalam substansi revisi kedua UU ITE yakni penambahan pasal 40 ayat 2(c). Akan tetapi, SAFEnet menilai hasil revisi kedua UU ITE menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024 tidak mengubah pasal-pasal terkait.
UU ITE terbaru pasca-revisi justru dinilai memenggal substansi dari usulan awal, sehingga wewenang moderasi konten sepenuhnya berada di tangan Kominfo sebagai representasi negara.
“Dewan Media Sosial harus independen, terbebas dari pengaruh pemerintah maupun perusahaan media sosial,” katanya. “Kontrol Kominfo atas Dewan Media Sosial akan menimbulkan penyensoran dan memperparah kerusakan demokrasi dan kebebasan sipil di ruang digital.”
Jika lembaga pengawas media sosial berada di bawah Kominfo, SAFEnet menilai akan terdapat potensi konflik kepentingan yang sangat besar. Dewan Media Sosial dapat dimanfaatkan sebagai alat represi digital yang baru.
“Hal ini justru akan melemahkan posisi masyarakat sipil dan membawa kemunduran bagi demokrasi digital,” kata SAFEnet.
SAFEnet mengatakan, semangat mempererat dan memperkuat keselamatan dan keamanan publik di ruang digital tidak bisa dipisahkan dari keterlibatan berbagai pihak dalam pembentukan Dewan Media Sosial.
Untuk menghindari kontrol absolut pemerintah, Dewan Media Sosial diharapkan harus diisi dengan perwakilan berbagai pihak seperti akademisi, pembuat konten, masyarakat sipil, pekerja kreatif, jurnalis, kelompok rentan dan minoritas serta berbagai pihak lainnya.
“Tentu hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari tujuan DMS supaya tidak menjadi alat penyensoran bagi kebebasan berekspresi masyarakat sipil,” SAFEnet menambahkan.
Selain itu, Dewan Media Sosial diharapkan tidak melakukan pengawasan karena dapat memicu swasensor oleh perusahaan maupun pengguna media sosial.
Oleh karena itu, Dewan Media Sosial diharapkan hanya boleh memutuskan sengketa antara pengguna dengan perusahaan media sosial atas kerugian- yang dialaminya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, SAFEnet mendesak Kominfo untuk:
- Meninjau ulang rencana pembentukan dewan media sosial yang berkedudukan di bawah badan eksekutif
- Melibatkan organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang hak asasi manusia dalam proses perencanaan Dewan Media Sosial
Sebelumnya, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi mengatakan DMS merupakan respons positif pemerintah atas masukan yang diberikan oleh teman-teman CSO, dan didukung oleh kajian akademik yang diprakarsai oleh UNESCO.
“Pemerintah menimbang wacana ini dan terbuka atas masukan-masukan selanjutnya,” kata Budi kepada media, Selasa (28/5). Ia menyampaikan, Dewan Media Sosial bertujuan memastikan dan mengawal kualitas tata kelola media sosial di Indonesia yang lebih akuntabel.
Budi menjelaskan, Dewan Media Sosial akan berbentuk jejaring atau koalisi independen lintas pemangku kepentingan, seperti organisasi masyarakat sipil, akademisi, pers, komunitas, praktisi, ahli, pelaku industri, dan sebagainya.
“Jika terbentuk, DMS dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam tata kelola media sosial, termasuk memastikan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di ruang digital,” ia menambahkan.