Interpol Ungkap Alasan Eks Bos Investree Adrian Gunadi Tak Muncul di Red Notice
Otoritas Jasa Keuangan resmi menangkap buronan mantan direktur PT Investree Radikajaya alias Investree, Adrian Gunadi (AAG). Sebelumnya, Adrian menyandang status Red Notice Interpol, tapi namanya tak ada dalam laman resmi.
Red notice Interpol adalah pemberitahuan internasional yang dikeluarkan oleh Interpol atas permintaan negara anggota untuk mencari dan menangkap sementara seseorang yang dicari, biasanya terkait dengan kejahatan dan yang menunggu tindakan hukum seperti ekstradisi atau penyerahan.
Atas hal ini, Ses NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri, Brigjen Pol Untung Widyatmoko, menjelaskan tidak semua red notice ditampilkan secara publik di situs Interpol. Ada red notice yang hanya dapat diakses aparat penegak hukum dan otoritas imigrasi di pintu perlintasan.
“Jadi begini, kalau teman-teman selalu bilang kok Adrian nggak ada sih red notice-nya di website, tidak semua red notice itu ditampilkan. Ada yang hanya khusus untuk aparat penegak hukum dan imigrasi,” ujar Untung dalam konferensi pers, di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Jumat (26/9).
Ia melanjutkan, "Jadi jangan mengira kami tidak bekerja. Kerja kita ada, hanya tidak ditampilkan di website," kata dia.
Penentuan apakah nama buronan ditampilkan secara terbuka atau terbatas bergantung pada penilaian dan asesmen yang dilakukan oleh Commission for the Control of Interpol’s Files (CCF) maupun National Central Bureau (NCB).
Sebelumnya, nama Adrian memang tidak ditemukan dalam red notice Interpol maupun Daftar Pencarian Orang (DPO) Polri meski OJK telah menetapkannya sebagai buronan sejak akhir 2024.
Namun, setelah proses panjang, OJK bersama kepolisian, kejaksaan, serta kementerian terkait berhasil memulangkan Adrian dari Doha, Qatar, ke Indonesia. Ia tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Jumat (26/9) dan langsung diamankan.
Deputi Komisioner Bidang Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana, menyatakan Adrian dijerat pasal 46 junto pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Perbankan, serta pasal 305 junto pasal 237 huruf A Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dengan ancaman pidana penjara 5 hingga 10 tahun.
“OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam menjerat tersangka dengan sejumlah pasal hukum,” kata Yuliana.
Adrian diduga menggunakan PT Radika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radika Investama (PRI) untuk menghimpun dana masyarakat secara ilegal atas nama PT Investree Radikajaya. Dana tersebut kemudian dipakai untuk kepentingan pribadi.