Pencinta film Indonesia sedang ramai membicarakan film orisinal Netflix, Dear David. Karya Palari Films tersebut dinilai berhasil mengangkat isu yang tabu dan meluputkan laki-laki sebagai korban pelecehan seksual.
Film ini mengisahkan Laras, siswi berprestasi yang memiliki rahasia besar. Ia kerap berimajinasi membayangkan teman sekolahnya, David, dan dirinya dalam berbagai suasana. Fantasinya ini ia tumpahkan dalam blog anonim yang kemudian dibocorkan oleh temannya.
Bocornya rahasia Laras inilah yang kemudian menjadi bumerang bagi masa depan pendidikannya.
Terinspirasi Pengalaman Awak Palari Films
Produser Dear David, Muhammad Zaidy, mengatakan ide awal cerita film ini berasal dari penulis Palari Films, Winnie Benjamin. Perempuan ini juga pernah menulis fiksi penggemar (fanfiction) layaknya yang dilakukan Laras.
Menurut lelaki yang akrab dipanggil Eddy tersebut, topik itu adalah ide unik yang menarik untuk eksplorasi lebih lanjut. Selain itu, seputar fanfiction juga relevan bagi orang muda saat ini.
Dear David menjadi film remaja ketiga yang diproduksi Palari FIlms. Dua film lainnya adalah Ali & Ratu Ratu Queens (2021) yang disutradarai Lucky dan Posesif (2017) yang disutradarai Edwin.
“Yang kami lakukan adalah cerita coming of age. Kami selalu cari apa yang baru dan relevan, serta angle mana yang menarik untuk dieksplor,” ujar Zaidy saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (8/2).
Dear David telah tayang di aplikasi video on demand Netflix pada Kamis lalu. Film ini menjadi judul kedua yang dirilis sebagai bagian dari kampanye Waktu Netflix Indonesia. Sebelumnya, pada Desember 2022, telah tayang film The Big 4.
Sebagai pihak yang baru menggarap film dan serial orisinal selama dua tahun terakhir, pihak Netflix menekankan pentingnya eksplorasi berbagai genre film. Content Lead Netflix di Indonesia, Rusli Eddy, mencontohkan genre film remaja seperti Dear David.
“Film remaja tidak hanya membicarakan boys and girls crush, karena remaja kita juga menghadapi mental health, sexuality, hormon, dan lainnya. Jadi mudah-mudahan ini membuka pintu untuk eksplorasi tema itu,” tutur Rusli Eddy, dilansir dari Antara.
Sejarah Palari Films
Rumah produksi Palari Films berdiri pada 2016 oleh dua produser, Meiske Taurisia dan Muhammad Zaidy. Dari laman resminya, perusahaan kini sudah memiliki dua tambahan orang dalam tim, yakni Edwin dan Irin Junirman.
Meiske Taurisia mulanya tidak memiliki latar belakang di bidang film. Dari laman LinkedInnya, ia lulus pendidikan tinggi dengan gelar Sarjana Arsitektur dari Universitas Parahyangan serta Desain Tekstil dari Institut Teknologi Bandung.
Ia pun melanjutkan pendidikan master di bidang desain fashion serta perencanaan dan kebijakan publik. Keterlibatan perdananya dalam sebuah film adalah sebagai desainer kostum film Garasi (2006) karya Mira Lesmana. Di film ini ia bertemu Edwin, yang kini menjadi direktur di Palari Films.
Pada 2008, Meiske membuka babak baru. Ia menjadi produser film Babi Buta yang Ingin Terbang (2008). Sedangkan Edwin menjadi sutradara. Meiske pun terjun ke ranah film alternatif hingga mendirikan Palari Films.
Sementara, Muhammad Zaidy alias Eddy sudah terjun di industri film dari awal kariernya. Ia memulai kariernya sebagai produsen di Amerika Serikat sampai akhirnya kembali ke Indonesia pada 2015.
Film pertamanya di Indonesia adalah Athirah (2015). Di sini Eddy sebagai co-producer bersama Mira Lesmana. Setahun berselang, ia pun mendirikan rumah produksinya, Palari Films, bersama Meiske.
Tokoh ketiga di Palari Films adalah Edwin. Ia adalah sutradara, produser, dan penulis skenario. Dalam laman Palari Films, karyanya sudah malang melintang di festival film mancanegara. Pada 2005 filmnya yang berjudul Kara, Anak Sebatang Pohon tayang di Festival Cannes, Prancis.
Kemudian, ada Irin Junirman yang berkarier di pertelevisian Indonesia sejak 2000. Ia bergabung di Palari Films sejak 2019 sebagai Chief Operation dan Film & Digital Producer.
Industri Film Butuh Strategi Baru
Dalam wawancara dengan Whiteboard Journal, Muhammad Zaidy mengatakan tantangan utama yang dialami Palari Films adalah strategi menjangkau penonton lebih luas. Perusahaan tidak ingin hanya masuk di niche market.
“Artinya, tantangannya itu menghadapi kompetisi di dalam industri. Mengingat dengan tumbuhnya industri film di Indonesia, semakin banyak juga film yang diproduksi,” ujar Zaidy.
Hingga kini, Palari Films sudah memproduksi lima film panjang fiksi. Mulai dari Posesif (2017), Aruna & Lidahnya (2018), Ali & Ratu Ratu Queens (2021), Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021), dan Dear David.
Selain film panjang fiksi, ada satu antologi film pendek yang sudah dirilis Palari Films pada 2022. Antologi berjudul Piknik Pesona ini terdiri dari 10 film pendek arahan 10 sutradara yang menceritakan keragaman budaya Indonesia dari sudut pandang dan genre yang berbeda.