Perusahaan rintisan Cakap telah naik kelas menjadi centaur alias aspiring unicorn. Startup di bidang edukasi ini baru memperoleh pendanaan seri C dari MDI Ventures dan Heritas Capital.
Tidak disebutkan berapa jumlah pendanaan ini namun valuasi Cakap disebut sudah lebih dari tiga digit. Ini setara dengan status centaur di rentang US$ 100 juta hingga US$ 1 miliar. “Kami berterima kasih atas kepercayaan investor untuk pendanaan seri C ini,” ujar Co-Founder cum CEO Cakap, Tomy Yunus Tjen, dalam keterangan pers, Rabu (12/4) sore.
Dana ini akan digunakan untuk memperkuat performa usaha di tiga pilar bisnis yaitu bahasa, upskill, maupun bisnis. Selain itu untuk pengembangan bisnis menuju blended learning alias penggabungan daring dan luring.
Seiring dengan status centaur, Cakap menunjuk Jonathan Dharmasoeka sebagi Chief of Financial Officer (CFO) dan Cecillia Ong menjadi Chief Operating Officer (COO). sebelumnya Jonathan menjabat sebagai Chief of Business Officer, sedangkan Cecillia adalah VP of CEO Office.
Adapun MDI Ventures adalah anak usaha Telkom sedangkan Heritas berbasis di Singapura. Sebelumnya Cakap sudah pernah bekerja sama dengan anak usaha Telkom Group di Timor Leste, Telkomcel. Kerja sama pada awal tahun ini bertujuan memperluas pembelajaran di negara tetangga itu.
Direktur Eksekutif sekaligus CEO Heritas Capital Chik Wai Chiew melihat Cakap punya potensi besar untuk berkembang dan menciptakan dampak di seluruh Asia Tenggara. "Kami menantikan implementasi yang kuat dari Cakap dalam memperluas solusi pendidikan teknologi dan mempercepat akses terhadap pembelajaran dan pendidikan berkualitas serta terjangkau," katanya.
Sejarah Cakap
Sebelum mencapai tahap centaur, Cakap memiliki histori yang cukup panjang sejak 2014. Awalnya startup ini didirikan Tomy Yunus dengan nama SquLine. Mengutip laman resmi Cakap, SquLine dibangun dari ide membuat pembelajaran bahasa dengan penutur asli aatau native seakers lebih praktis, terjangkau, serta fleksibel.
Ide ini muncul kala Tomy Yunus sedang menimba ilmu di Beijing, Cina pada 2009. Sebelum bisa menjadi mahasiswa Renmin University of China, ia menghabiskan waktu setahun untuk belajar bahasa Mandarin. Di sini jugalah ia bertemu dengan co-founder Cakap, Yohan Limerta.
Dalam penuturan pada Disrupto, Tomy bercerita pembelajaran bahasa asing pada masa itu masih belum semarak seperti saat ini. Hanya butuh waktu sebulan belajar secara efektif dan efisien, Tomy dan Yohan sudah bisa bercakap dalam bahasa Mandarin untuk keperluan sehari-hari.
“Saya bahkan berkesempatan mendapat beasiswa di universitas ternama di Beijing dan bekerja di perusahaan besar di sana karena memiliki kemampuan berbahasa asing. Akhirnya saya menyadari bahwa satu kemampuan tambahan saja bisa mengubah hidup,” cerita Tomy pada Disrupto (29/9).
Pengalaman ini memantapkan Tomy untuk membangun startup SquLine, cikal bakal Cakap. Awalnya memang hanya dua bahasa yang ditawarkan perusahaan rintisan ini, yakni bahas Inggris dan Mandarin.
Akhirnya startup ini berganti nama menjadi Cakap pada 2019 hingga sekarang. Pembelajaran bahasa pun makin luas, dari bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, Korea, dan juga Indonesia. Selain belajar bahasa, Cakap kini menambah dua pilar baru, yakni upskill dan kelas korporasi.
Di kelas upskill, Cakap menawarkan kursus di bidang bisnis, keuangan, teknologi informasi, karier dan pengembangan diri, hingga pemasaran. Kelas di pilar korporasi lebih luas, mulai dari perhotelan, sales, hingga cybersecurity. Beberapa kelas di pilar korporasi ini bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian Indonesia.