Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan mencatatkan terdapat delapan jenis penyakit katastropik yang pertanggungan cukup besar selama tahun 2019. Kendati demikian, lembaga tersebut masih bisa meraup laba Rp 369 miliar pada tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan BPJS Kesehatan, pada urutan pertama terdapat penyakit jantung sebanyak 13,04 juta kasus yang memakan biaya Rp 10,27 triliun selaam periode tersebut.
Kedua, penyakit kanker berada di posisi kedua dengan 2,45 juta kasus dan biaya Rp 3,54 triliun. Ketiga, penyakit stroke dengan 2,13 juta kasus dan memakan dana Rp 2,55 triliun. Keempat, penyakit gagal ginjal sebanyak 1,77 juta kasus dengan nilai Rp 2,32 triliun.
Kelima, penyakit thalassaemia tercatat ada 224.886 kasus dengan biaya Rp 509,19 miliar. Keenam, haemopholia sebanyak 70.999 kasus dengan biaya Rp 405,67 miliar. Ketujuh, penyakit leukaemia sebanyak 134.271 kasus dengan biaya Rp 361,05 miliar. Kedelapan, cirrhosis hepatis sebanyak 183.531 kasus dengan biaya Rp 310,93 miliar.
Dengan demikian, total terdapat 19,99 juta kasus penyakit katastropik selama tahun 2019 yang memakan anggaran BPJS Kesehatan Rp 20,28 triliun.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf memproyeksikan arus kas dana jaminan sosial kesehatan tahun 2020 akan mengalami defisit Rp 185 miliar. "Proyeksi belum memperhitungkan dampak pandemi Covid-19," kata Iqbal kepada Katadata.co.id, Kamis (30/7).
Adapun proyeksi tersebut merupakan kondisi keuangan setelah implementasi Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020. Dalam perpres tersebut, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku 1 Juli 2020.
Perpres 64 tahun 2020 tak jauh berbeda dengan perpres 75 tahun 2019 yakni sama-sama menaikan biaya peserta penerima bantuan iuran menjadi Rp 42 ribu, peserta mandiri kelas 1 Rp 150 ribu, peserta mandiri kelas 2 Rp 100 ribu, dan peserta mandiri kelas 3 Rp 42 ribu. Bedanya, dalam perpres 64 pemerintah menanggung biaya peserta mandiri kelas 3 tahun ini sebesar Rp 16.500 dan tahun depan Rp 7 ribu.
Namun, perpres 75 tahun 2019 yang sudah berlaku pada Januari hingga Maret 2020 sempat dibatalkan dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 7P/HUM/2020. Dengan begitu, iuran BPJS Kesehatan sempat kembali ke tarif semula sesuai perpres 82 tahun 2018 pada April hingga Juni 2020.