Jadi Dirut Baru, Royke Tumilaar Tak Banyak Ubah Strategi Bisnis BNI

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.
Direktur Utama BNI yang baru, Royke Tumilaar menyatakan tidak akan banyak mengubah target-target bisnis yang ditetapkan pengurus BNI sebelumnya.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
2/9/2020, 19.49 WIB

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk kedatangan nakhoda baru, dimana Royke Tumilaar ditunjuk sebagai Direktur Utama menggantikan Herry Sidharta. Mengemban tugas baru, Royke mengaku tidak akan mengubah banyak target-target yang sudah disusun BNI sebelumnya.

"Dalam kondisi seperti ini, (target) tidak banyak perubahan. Apa yang sudah jadi target dari stakeholder, kami kembalikan ke track-nya supaya bisa memenuhi ekspektasi stakeholder," kata Royke dalam konferensi secara virtual, Rabu (2/9).

Secara umum, BNI menargetkan pertumbuhan kredit sepanjang tahun ini antara 2-4%, dimana pada semester I 2020 realisasinya sebesar 5%. Untuk kualitas kreditnya alias non-performing loan (NPL), BNI menargetkan ada di level 3,7%-4,5% pada akhir tahun, dimana posisi semester I 2020 di 3%.

Sementara untuk likuiditas, BNI menargetkan rasio pinjaman dibandingkan simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) di level 90%-92%, posisi semester I 2020 di level 87,8%. Sementara rasio net interest margin (NIM) ditargetkan ada di level 3,7%-4% tahun ini, dimana semester I 2020 ada di level 4,5%.

Royke mengatakan bahwa tidak akan banyak mengubah model bisnis BNI meski mengaku akan memperbaiki banyak hal agar lebih cepat memenuhi ekspektasi pemegang saham. Meski begitu, Royke belum bisa banyak berbicara soal langkah-langkah perbaikan tersebut karena perlu waktu mempelajari BNI.

Secara umum, Royke menilai bahwa BNI dan Bank Mandiri tidak jauh berbeda karena sama-sama mengusung kekuatan di segmen korporasi. Apalagi, Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Silvano Rumantir juga diboyong ke BNI menjadi Direktur Corporate Banking.

Royke menilai Silvano memiliki banyak pengalaman di bidang korporasi. Tidak hanya Silvano, ada tiga bankir Bank Mandiri lainnya yang dipindah ke BNI. Seperti Novita Widya Anggraini yang sebelumnya menjabat sebagai SVP Strategy & Performance Management, kini menjabat menjadi Direktur Keuangan BNI.

Lalu, David Pirzada yang merupakan Senior Executive Vice President (SEVP) Wholesale Risk ditunjuk sebagai Direktur Manajemen Risiko BNI. Terakhir, Muhammad Iqbal yang memegang posisi sebagai SVP Small Medium Enterprise Banking Bank Mandiri ditunjuk sebagai Direktur Bisnis UMKM BNI.

Seperti diketahui, sepanjang semester I 2020, mayoritas kredit yang diberikan oleh BNI disalurkan ke segmen korporasi. Untuk perusahaan swasta senilai Rp 196,32 triliun atau 34% dari total kredit Rp 576,77 triliun. Sementara kredit untuk sesama BUMN senilai Rp 117,79 triliun atau setara 20,4% dari total kredit.

Selain itu, Royke juga menargetkan BNI bisa tumbuh menjadi bank dengan lingkup bisnis internasional, termasuk jadi bank referral dan koresponden utama bagi lembaga, investor, atau bank asing. Untuk bisa menjadi bank seperti itu, BNI harus meningkatkan asetnya, baik secara organik maupun anorganik agar akselerasi menjadi bank global bisa cepat terlaksana.

Royke melanjutkan, proyek infrastruktur juga bakal menjadi prioritas BNI ke depannya supaya perekonomian Indonesia bisa kembali bangkit setelah terpuruk akibat dihantam pandemi Covid-19. Untuk itu, kredit infrastruktur akan menjadi dominan ke depannya, agar kurang-lebih sama dengan Bank Mandiri.

Sepanjang semester I 2020, BNI menyalurkan kredit ke sektor konstruksi mencapai Rp 36,04 triliun. Angka tersebut memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan sektor manufaktur yang mencapai Rp 77,86 triliun. Namun, kredit sektor konstruksi ini mampu tumbuh 38,4% dibandingkan semester I 2019 yang senilai Rp 26,04 triliun.

Meski begitu, Royke menilai bahwa tahun ini laba BNI bakal turun seperti industri perbankan secara umum yang diprediksi turun antara 30% sampai 60 % karena pandemi. Namun, Royke akan memastikan bahwa BNI bisa bertahan sampai pandemi Covid-19 berakhir.

Turunnya laba bersih industri perbankan secara umum ini, sejalan dengan prediksi Royke soal pertumbuhan kredit yang melambat, bisnis melambat, dan turunnya perekonomian. "Jadi bukan hanya BNI, tapi semua bank, menurut saya (labanya) turun karena kondisi ekonomi sangat berbeda antara tahun lalu dengan sekarang," katanya.

Reporter: Ihya Ulum Aldin