Ketika Literasi Keuangan Menyentuh Kawasan Terpencil
“Apa uang kami aman bila disimpan di bank?”
Pertanyaan itu meluncur dari seorang ibu warga Desa Luari, Maluku Utara, yang mengikuti materi literasi keuangan yang diadakan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, pada akhir Agustus lalu. Sekitar 70 orang ketika itu berkumpul di pendopo Desa Luari. Sebagian besar peserta merupakan para nelayan, dan yang lain bekerja sebagai pekebun, petani dan ibu rumah tangga.
Ada cerita pahit di balik pertanyaan ibu warga desa itu. Dia dan sebagian warga Desa Luari pernah menjadi korban penipuan investasi bodong bernama Karapoto pada 2017-2018 lalu. “Warga desa masih trauma, tak mudah percaya,” kata Kepala Desa Luari, Serni Maulang, yang berprofesi sebagai PNS.
Mereka menjadi korban investasi bodong sebelum mendapatkan literasi keuangan. Bahkan, kata Serni, jumlah masyarakat desa yang memiliki rekening bank bisa dihitung dengan jari. “Mereka memilih untuk menyimpan uang di rumah,” kata dia.
Serni mengatakan warga desa terjerat Karapoto setelah beredar kabar dari mulut ke mulut mengenai uang yang bisa tumbuh berkali lipat. Pengelolanya pun aktif mendekati warga desa dengan beragam iming-iming.
Pada mulanya, pengelola investasi bodong ini memberikan keuntungan sesuai janji. Warga desa pun semakin percaya dan menambah uang investasi mereka. “Ada yang sampai menjual lahan untuk modal investasi,” kata Serni.
Namun, setelah semakin banyak yang menaruh uangnya, para pengelolanya menghilang dan warga desa gigit jari.
Korban Karapoto bukan hanya di Desa Luari, tapi meluas di wilayah Maluku Utara. Pada 20 Agustus 2018, OJK membatalkan izin operasi perusahaan yang baru berusia delapan bulan. Kemudian, pada September 2020, hakim Pengadilan Negeri Ternate menjatuhkan hukum 14 tahun penjara kepada bos Karapoto, Ardiansyah.
OJK mampir ke Desa Luari bagian dari program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan atau Gencarkan yang berjalan sejak Agustus 2024. Program ini berfokus pada 10 kelompok masyarakat, beberapa di antaranya seperti disabilitas, perempuan, pelajar, pekerja migran, hingga petani dan nelayan.
OJK menggandeng pemateri dari Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Maluku Malut dan perwakilan duta literasi keuangan dari redaksi Katadata saat kegiatan di Desa Luari. Para pemberi materi menyampaikan literasi keuangan mulai dari cara mengalokasikan anggaran, bijak berutang, waspada investasi bodong hingga mengenalkan produk-produk perbankan dan keamanannya.
Salah satu pemateri, Manager Madya Kantor OJK Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara, Berlin Situmorang, memberikan penjelasan mengenai peran OJK dalam perlindungan konsumen dan masyarakat. Berlin memperkenalkan mengenai mengenai mekanisme pengaduan melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) atau kontak 157, baik untuk laporan masalah di sektor jasa keuangan.
"Kita mengharapkan agar setiap masyarakat yang menggunakan produk jasa keuangan itu paham apa manfaatnya, apa kegunaannya, apa yang sebenarnya kita butuhkan," kata Berlin.
Silfan (29) salah seorang nelayan yang menjadi peserta kelas literasi keuangan OJK mengatakan menjadi paham berbagai modus penipuan. Dia pun mengetahui lembaga mana yang aman untuk penyimpanan uang. "Saya jadi tahu berbagai macam sampai ke penipuan, (sehingga) kita bisa tahu adanya penipuan, kalau tidak ada (edukasi) seperti tadi, kita juga tidak paham kan," kata dia.
Serni menilai program literasi keuangan OJK yang di desanya bisa menjadi bekal pemahaman keuangan, dan dia berharap mereka tak lagi menjadi korban investasi bodong. “Kasihan masyarakat kecil yang punya penghasilan cuma nelayan yang belum tentu dapat hari ini, sudah diambil oleh investasi bodong, mereka mau makan apa," ujar Serni.
Literasi Keuangan Menyasar Kawasan 3T
Desa Luari merupakan perkampungan yang termasuk Kawasan Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Butuh perjalanan panjang menuju Desa Luari.
Setelah mendarat di Ternate, Halmahera Utara, dilanjutkan menyeberang dengan kapal feri selama dua jam menuju Pelabuhan Sofifi. Sofifi merupakan ibu kota provinsi di Provinsi Maluku Utara yang berada di Pulau Halmahera, berseberangan dengan Ternate.
Dari Sofifi butuh perjalanan darat sejauh 197 kilometer menuju Desa Luari, Tobelo Utara. Perjalanan darat menyusuri trans Galela-Tobelo selama lima jam dengan jalan aspal yang berkelok dan menanjak. Pemandangan menawan sepanjang perjalanan, bergantian antara pesona kawasan hutan Halmahera yang rimbun dan asri, dengan bentangan lautan biru.
Saat ini tak ada kendaraan umum dari Sofifi menuju Tobelo. Setiap anggota masyarakat yang hendak menuju Sofifi hanya bisa menggunakan kendaraan pribadi atau menyewa kendaraan. Sehingga ongkos menuju kota sangat mahal. “Akses para nelayan menuju daerah lain yang paling murah menggunakan perahu,” kata Serni.
Jumlah penduduk Desa Luari lebih dari 1.000 jiwa dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. OJK memilih Desa Luari yang merupakan Kawasan 3T sebagai sasaran literasi keuangan. Masyarakat nelayan merupakan satu dari 10 kelompok masyarakat sasaran program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan atau Gencarkan.
Sebagian dari para nelayan mendapatkan penghasilan yang hanya cukup memenuhi kehidupan harian. Iskandar (47) salah satu nelayan Desa Luari mengatakan dirinya dan para nelayan seringkali kesulitan melaut karena kekurangan modal untuk biaya bahan bakar kapal dan kail. Sehingga, membuat mereka meminjam uang kepada pengepul yang menerapkan sistem ijon.
Pengepul ikan ini memberikan modal dengan bunga, berikut membeli ikan-ikan para nelayan jauh di bawah harga di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). “Kalau tak meminjam dari pengepul tak ada modal untuk melaut,” kata dia.
Iskandar mengatakan para nelayan bisa berangkat bersama sekitar 10-15 orang dengan modal Bahan Bakar Minyak (BBM) sekitar Rp 1,4 juta. Biasanya mereka bisa membawa hasil tangkapan 200 kilogram. Setelah melaut mereka membayar modal sekaligus menyerahkan kepada para pengepul. “Sisanya dibagi rata untuk kehidupan sehari-hari, sulit menabung modal, saat mau melaut lagi ya ke pengepul,” kata dia.
Jeratan sistem ijon inilah yang membuat para nelayan masuk dalam lingkaran kemiskinan. Kehidupan nelayan Desa Luari merupakan cerminan kehidupan nelayan di Indonesia. Mayoritas nelayan yang tak memiliki akses keuangan membuat mereka tak memiliki akses mendapatkan kredit yang berbunga rendah.
Berdasarkan data Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia ada sebanyak 2,7 juta nelayan di Indonesia menyumbang 25% terhadap angka kemiskinan nasional pada 2017. Sebagiannya yakni 1,3 juta jiwa tinggal di wilayah pesisir.
Kemiskinan ini berkorelasi dengan rendahnya inklusi dan literasi keuangan para nelayan. Berdasarkan Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025 menunjukkan indeks literasi di kalangan petani dan nelayan memiliki nilai terendah yakni 59,32%. Sedangkan untuk kelompok pegawai/profesional memiliki nilai tertinggi yakni 85,80%. Indeks literasi keuangan nelayan ini di bawah rata-rata nasional yang mencapai 66,46%.
Gerakan Nasional Literasi Keuangan Gandeng Banyak Pihak
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyatakan pemberian literasi keuangan berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan survei Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), terdapat hubungan antara tingkat literasi keuangan masyarakat di beberapa negara dengan tingkat kesejahteraannya. "Kesimpulannya adalah bahwa semakin tinggi literasi keuangan masyarakat, semakin tinggi kesejahteraan masyarakat," kata dia.
Asisten Direktur Departemen Literasi Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Rizky Jati Nugroho, mengatakan kegiatan Gencarkan ini telah terlaksana di seluruh 10 kabupaten/kota di Halmahera Utara hingga akhir Agustus. Sedangkan secara nasional, Gencarkan ini menjangkau 514 kabupaten/kota selama setahun, sejak program berjalan pada Agustus 2024.
Lewat program Gencarkan, OJK menargetkan peningkatan indeks inklusi keuangan nasional mencapai 98 persen pada 2045. “End-state yang kita harapkan melalui Program Gencarkan ini adalah indeks inklusi keuangan Nasional dapat mencapai 98 persen pada perayaan Indonesia Emas tahun 2045," kata Friderica.
Untuk mencapai target itu, OJK melibatkan banyak pihak/ stakeholders. Friderica menyebut peningkatan literasi dan inklusi keuangan itu harus dilakukan oleh semua pihak dan merupakan collective responsibility. Bukan hanya otoritas, tapi juga Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, sejak Juli lalu OJK menggandeng Duta Literasi Keuangan dari kalangan media massa. "Alasannya karena media ini merupakan pihak yang sangat penting untuk bersama-sama kita melakukan sinergi dan kolaborasi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat," kata Friderica.
Hingga akhir Agustus lalu, terdapat perwakilan tiga media yang turut memberikan edukasi keuangan ke tiga kawasan 3T, yakni TV One, Katadata dan Detik.com. Wartawan Detik.com, Eduardo Simorangkir, menjadi pemberi materi saat literasi keuangan di Pulau Geser, di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku. Edo bersama tim OJK menempuh perjalanan laut dan darat selama 18 jam dari Ambon.
Edo mengatakan menjadi duta literasi keuangan di kawaan 3T memberikan pengalaman yang berkesan. “Tantangan di perjalanan dan juga bagaimana berstrategi agar penyampaian materi menjadi relevan buat masyarakat,” kata dia
Dia berharap agar kegiatan literasi keuangan ini berkesinambungan melibatkan berbagai stakeholder. "Semoga berjalan berkesinambungan, mengajak semakin banyak duta literasi keuangan yang menyasar semakin banyak lapisan masyarakat. Soalnya ini PR bersama bukan hanya OJK saja, sehingga literasi keuangan bisa terus naik," kata Edo.