Strategi Bisnis Hijau Nestlé-Krakakoa, Olah Sampah & Cegah Deforestasi

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Corporate Affairs Director PT Nestle Indonesia Debora Tjandrakusuma memaparkan materi dalam acara diskusi virtual SAFE Forum 2020: Sustainable Innovation, Kamis (27/8/2020).
27/8/2020, 21.51 WIB

Dukungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dan ramah lingkungan juga dilakukan korporasi di bidang pangan. Salah satunya PT Nestlé Indonesia yang memberdayakan peternak sapi kecil dan membantu pengolahan sampah ternak di Provinsi Jawa Timur.

 Direktur Corporate Affairs PT Nestlé Indonesia Debora Tjandrakusuma mengatakan kerja sama dengan peternak telah dilakukan sejak 1975. Nestlé hingga saat ini telah membeli ratusan ribu liter susu dari koperasi setempat.

"Sekarang kami membeli 700 ribu susu segar per hari di 72 koperasi," kata Debora dalam webinar Katadata SAFE Forum 2020: Sustainable Innovation, Kamis (27/8).

Selain membeli produk peternak, Nestlé juga memberikan bantuan 8.263 pencerna biogas yang mampu mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik untuk pakan ternak. Dengan alat tersebut, Nestlé telah mengurangi 2,6 juta metrik ton karbon dioksida (CO2) per tahun.

Tak hanya itu, Nestlé turut memberikan tempat minum dan kipas angin untuk para sapi perah. Deborah mengatakan hal ini dalam upaya untuk memperhatikan hak hewan ternak.

Di sisi lain, pihaknya juga memberikan pelatihan kepada peternak untuk mengolah susu. Peternak diajak untuk menjaga kebersihan susu sehingga kualitas produk terjaga sampai ke pabrik. "Kalau ingin memberikan dampak positif ke masyarakat, kami lakukan dengan cara apapun itu," ujar dia.

Hal yang serupa juga dilakukan oleh merek cokelat lokal ternama yakni Krakakoa. CEO dan Pendiri Krakakoa Sabrina Mustopo mengatakan mereka berupaya untuk menciptakan ekonomi untuk para petani kakao.

Ini lantaran penghasilan petani kakao masih rendah lantaran rendahnya pengetahuan dan serangan hama. "Visi Krakakoa salah satunya meningkatkan taraf hidup petani," ujar dia.

Oleh sebab itu mereka kerap memberikan pelatihan hingga peralatan kepada para petani. Para petani juga dilatih untuk tidak melakukan deforestasi dan menebang kayu secara ilegal.

Sabrina mengatakan dengan langkah tersebut, produktivitas kakao tetap dapat meningkat dan berdampak pada pendapatan para petani. "Kami menyadari bisnis yang sukses harus mempunyai dampak sosial," kata Sabrina.

Meski begitu, ia menemukan tantangan dalam mengubah kebiasaan para petani. Karena itu hubungan dengan masyarakat menjadi hal yang penting untuk mengubah perilaku pada komunitas petani.

Reporter: Rizky Alika