PT Jalin Pembayaran Nusantara menggelar acara bertajuk “Petualangan Inklusi di Museum BI” untuk meningkatkan literasi keuangan dan keamanan bagi anak disabilitas terutama teman tuli. Kegiatan ini bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional (HAN).
Pemerintah mengangkat tema "Anak Terlindungi, Indonesia Maju" untuk memperingati HAN 2024. Tema ini menitikberatkan soal isu perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.
Selaras, Jalin mengajak anak-anak dari Sekolah Luar Biasa (“SLB”) di DKI Jakarta untuk mengunjungi Museum Bank Indonesia. Perseroan memperkenalkan sejarah sistem pembayaran di Indonesia, dan memberikan mereka kesempatan yang setara dalam mendapatkan literasi keuangan.
Jalin selaku perusahaan pemroses pembayaran (switching) bagian dari Holding BUMN Danareksa alias pengelola jaringan “Link” mengajak berbagai pihak berkolaborasi menciptakan sistem pembayaran digital yang aman dan inklusif. Hal ini dilakukan melalui kampanye #SemuaBisaSetara.
Direktur Eksekutif Yayasan Helping Hands Wendy Kusumowidagdo mengapresiasi langkah inisiatif Jalin, dengan dukungan dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), dalam menyelenggarakan acara peningkatan literasi keuangan bagi anak berkebutuhan khusus.
Edukasi dan literasi keuangan yang inklusif sangat penting untuk memastikan teman tuli dapat berpartisipasi di tengah masyarakat dan ekonomi digital. Wendy berharap melalui acara ini, teman tuli dapat lebih waspada dan terlindungi saat menggunakan layanan sistem pembayaran digital.
Wendy mengimbuhkan, inklusi keuangan bukan hanya tentang memberikan akses tetapi juga memastikan setiap individu memahami cara menggunakan layanan keuangan dengan aman dan efisien.
"Teman Tuli, seperti kelompok rentan lainnya, sering menghadapi tantangan lebih besar dalam memahami dan mengakses layanan keuangan digital. Maka acara seperti ini sangat penting untuk memberikan mereka pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan," ujar Wendy dikutip melalui keterangan resmi, Rabu (23/7).
Direktur Komersial Jalin Eko Dedi Rukminto menekankan pentingnya mempersiapkan anak-anak dengan literasi keuangan digital yang memadai. Pasalnya, tentu tak ada yang menginginkan generasi muda mengalami kesulitan atau bahkan menjadi korban fraud saat menggunakan layanan sistem pembayaran digital.
“Kepercayaan terhadap sistem ini harus terus diperkuat melalui literasi yang baik dan konsisten dari seluruh pemangku kepentingan,” ujar Eko.
Sementara itu, Head of Product & Technology ASPI Tata Martadinata menegaskan, upaya meningkatkan keamanan dan trust dalam penggunaan sistem pembayaran digital adalah tanggung jawab bersama. ASPI terus berupaya untuk memberikan edukasi yang menyeluruh kepada seluruh lapisan masyarakat, mengenai pentingnya memahami dan menggunakan sistem pembayaran digital dengan aman.
“Dengan pemahaman yang baik, kita bisa meminimalisasi risiko penipuan dan fraud yang bisa merugikan, terutama bagi anak-anak agar mereka bisa lebih siap menghadapi masa depan digital sebagai bagian dari cashless society,” ucap Tata.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, baru sekitar 20 persen dari total penyandang disabilitas yang memiliki akses terhadap produk dan jasa keuangan. Selain itu, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) yang dilakukan OJK pada 2022, indeks literasi keuangan pelajar masih mencapai 47,56 persen atau di bawah tingkat rata-rata nasional sebesar 49,68 persen.
Kolaborasi antara pemerintah, asosiasi, industri, dan lembaga pendidikan sangat penting untuk mempercepat peningkatan literasi keuangan. Pasalnya, melalui literasi yang cukup, anak-anak akan lebih siap menghadapi masa depan digital, mengenali, serta menghindari risiko penipuan.
“Ini adalah investasi jangka panjang untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat berpartisipasi aktif dan aman dalam ekosistem keuangan digital sehingga no one left behind," ujar Eko.